Ibarat perang, manajemen rantai pasokan (supply chain management) yang disingkat MRP sangat menentukan kemenangan dalam pertempuran. Begitu juga, saat wabah corono semakin meluas dan perang terbuka melawan corona sudah dimulai, maka manajemen supply chain sangat diperlukan.
Dengan manajemen rantai pasokan yang bagus akan dapat menekan kesalahan manusia, distribusi, teknis, menekan biaya transportasi dan distribusi, serta menaikkan kualitas sampai tingkatan yang luar biasa.
Dalam proses manajemen rantai pasokan saat perang melawan korona diperlukan pendekatan yang integral yang meliputi gudang penyimpanan, transportasi, inventory, pemesanan barang, dan jumlah barang. Bahkan untuk membangun sistem manajemen yang optimal perlu dilakukan perencanaan dengan matang, pemasokan, pembuatan (pabrikasi), pengantaran, dan pengembalian barang sortir.
Manajemen Rantai Pasokan yang Ekonomis
Akhir-akhir ini, pemerintah telah mulai melakukan rapid test sebagai upaya untuk memperoleh indikasi awal apakah seseorang positif terinfeksi COVID-19 atau tidak. Pemerintah memprioritaskan wilayah yang menurut hasil pemetaan menunjukkan indikasi rawan terinfeksi virus corona.
Tes akan dilakukan dari rumah ke rumah pada wilayah-wilayah yang menjadi prioritas. Rapid test juga akan dilakukan kepada petugas medis dan keluarganya, petugas para medis dan keluarga, orang dalam pengawasan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP)
Pemerintah berkomitmen untuk terus bekerja dengan sangat keras sebagai bentuk keseriusan dalam penanganan COVID-19. Komitmen tersebut dirumuskan melalui pembuatan kebijakan publik (strong public health policy response) terkait penanganan wabah COVID-19 dalam bentuk manajemen rantai pasokan obat dan alkes.
Desain jaringan rantai pasokan adalah pendekatan pemodelan yang terbukti dapat mengurangi kesalahan, menghembat biaya rantai pasokan secara signifikan dan dapat meningkatkan mutu layanan dengan lebih baik.
Manajemen rantai pasokan telah menjadi paradigma mitigasi bencana yang dominan dalam beberapa dekade terakhir. Model keputusan ini digunakan untuk memecahkan masalah terkait rantai pasokan dalam kondisi darurat bencana, termasuk anomali pada kasus merebaknya virus corona.
Oleh karena itu, berbagai kebijakan mengenai manajemen rantai pasokan logistik yang digunakan untuk perang melawan COVID-19 menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Filosofi eksistensial manajemen rantai pasokan adalah untuk mengintegrasikan aliran bahan, informasi dan produk dari pemasok awal ke pelanggan akhir.
Melalui manajemen rantai pasokan diharapkan ransum obat, bahan dan alat kesehatan ke/dan antar daerah dapat dilakukan secara adil dan transparan, karena sangat terkait dengan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah yang berbeda-beda.
Kemampuan Supply Chain di Daerah
Pada daerah-daerah dengan tingkat kerawanan tinggi perlu diberikan distribusi obat dan alkes termasuk APD lebih awal untuk mengurangi ketidakseimbangan dengan permintaan yang sangat mendesak dalam jumlah besar. Dengan demikian, tidak ada lagi dokter dan perawat yang hanya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ala kadarnya tanpa memperhatikan protokol WHO.
Selain sebagai instrumen manajemen bencana, manajemen rantai pasokan juga bertujuan untuk mempercepat pemerataan obat dan alat kesehatan ke daerah. MRP juga mampu meningkatkan konvergensi kualitas penangangan COVID-19 pada semua daerah dengan baik. Dengan demikian, MRP juga akan memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kecepatan konvergensi kualitas pelayanan kasus COVID-19 di semua daerah.
Dalam hal ini, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan yang diarahkan untuk mengembangkan kompetensi daerah dalam menangani masalah COVID-19. Selain itu, MRP harus digunakan sebaik mungkin oleh pemerintah daerah dalam penanganan COVID-19 karena daerah lah yang paling mengetahui, kebutuhan, kondisi, dan situasi pandemi COVID-19.
Model Dialektika Manajemen Rantai Pasok
Model dialektik dapat diterapkan dalam menjelaskan peran jaringan rantai pasokan logistik dalam kebijakan proses penanganan wabah COVID-19.
Hasil kebijakan rantai pasokan logistik dalam penanganan COVID-19 semua dilakukan dalam rangka memenuhi semua kebutuhan masyarakat yang lebih besar dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah.
Seluruh kebijakan tersebut harus secara dialektik didukung oleh seluruh pemerintah daerah. Sehingga, pelaksanaan manajemen rantai pasokan logistik dalam penanganan COVID-19 dapat terlaksanan dengan baik.
Kebijakan rantai pasokan penanganan COVID-19 dapat terus berubah, mengikuti berbagai inovasi yang disarankan oleh pihak eksternal dalam hal ini WHO dan inovasi yang dilakukan oleh pihak internal pemerintah dan jajarannya?
Hal itu terjadi karena, seluruhnya berorientasi pada keselamatan masyarakat secara nasional. Masyarakat dapat memperoleh keuntungan ketika negara dapat menjalankan skenario jaringan rantai pasokan, mengevaluasi dan secara proaktif menerapkan perubahan positif dalam menanggapi segala kemungkinan wabah COVID-19
Negara juga dapat melakukan pengenalan terhadap produk baru yang sedang dibeli. Misalnya saja, ketika pada hari-hari terakhir ini Jokowi memesan dua juta Avigan dan 3 juta chloroquine, untuk mengobati pasien COVID-19.
Dalam hal ini presiden telah melakukan perencanaan rantai pasokan secara cepat agar direspon juga secara cepat oleh petugas medis, rumah sakit, dan semua pihak yang dapat membantu melakukan langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan kasus Corona di Indonesia. Di sinilah telah terjadi dengan apa yang disebut dengan dialektika manajemen rantai pasokan yang dinamis.
Aspek kecepatan yang dilakukan Presiden dalam pembuatan keputusan manajemen rantai pasokan sangat ditunggu masyarakat. Hal itu juga menunjukkan bahwa, manajemen rantai pasokan tidak stagnasi, tetapi selalu ada inovasi dengan mencari berbagai informasi valid yang dapat digunakan untuk menyelesaikan COVID-19.
Langkah yang diambil presiden menunjukkan adanya tujuh dimensi dalam menajemen rantai pasokan obat COVID-19 yaitu:
- Presiden sebagai aktor dalam manajemen rantai pasokan.
- Fungsi presiden sebagai top manajer dalam penerencanaan manajemen rantai pasokan,
- Struktur pemerintahan yang mempunyai kekuasaan untuk memesan dan menjalankan amanah rakyat.
- Adanya instruksi dari presiden kepada semua pihak yang terlibat agar seluruh pasien dapat tertangani dengan baik.
- Adanya berbagai aturan perilaku menanganan bencana secara terarah dan terpadu.
- Adanya hubungan antara pemerintah, gugus tugas penanganan COVID-19, produsen, distributor, dan pasien.
- Adanya strategi Pemerintah dalam penanganan COVID-19 dengan cepat, tepat, dan terarah.
Kita dapat membaca bukunya Marsh & Smith (2000) yang telah memperkenalkan model dialektik dalam manajemen rantai pasokan sebagai analisis dalam proses pembuatan kebijakan publik. Model ini dengan jelas menganalisis hubungan antar aktor, kepentingan masyarakat, dan transformasi kebijakan dalam menghadapi sifat dinamis bencana yang unpredictable.
Faktor Indogen dan Eksogen dalam MRP
Ada dua faktor penjelas untuk mendeskripsikan hubungan antara jaringan yang dibuat oleh pemerintah dan konteks manajemen rantai pasokan yaitu faktor indogen dan eksogen.
Faktor indogen yang dapat mempengaruhi kebijakan yaitu ideologi, politik, dan ketersediaan sumber daya (material dan SDM-kesehatan). Adapun faktor eksogen meliputi basis ekonomi global dan pengetahuan baru dalam bentuk temuan baru yang berkaitan dengan obat COVID-19.
Hasil kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Jokowi juga mempengaruhi bentuk jaringan kebijakan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, manajemen rantai pasokan pada proses penanangan tanggap bencana COVID-19 juga juga dilatarbelakangi oleh kepentingan struktural negara dalam memfasilitasi masyarakat pada saat penangangan wabah COVID-19 sekaligus sebagai proses pembelajaran yang sangat strategis bagi masyarakat dan semua pihak yang terdampak wabah COVID-19.
Dengan demikian, kebijakan pemerintah dalam manajemen rantai pasokan pada proses penanganan bencana wabah COVID-19 dapat mempengaruhi berbagai faktor eksogen.
Pertama, hasil kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dapat menyebabkan perubahan jaringan atau keseimbangan sumber daya yang ada.
Kedua, hasil kebijakan dalam manajemen rantai pasokan juga dapat berdampak pada struktur sosial yang lebih luas yang menempatkan kepentingan penyelamatan nyawa manusia di atas kepentingan ekonomi dan lainnya.
Ketiga, hasil kebijakan dalam manajemen rantai pasokan juga dapat mempengaruhi standar operasional prosedur yang digunakan oleh tenaga medis dan paramedis, serta tenaga pendukung lainnya, termasuk gugus tugas penanganan COVID-19 maupun TNI-POLRI.
Di sini sangat jelas, bahwa telah terjadi hubungan timbal balik (dialektika) dalam manajemen rantai pasokan berdasarkan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah. Semoga saja, manejemen rantai pasokan dalam penanganan COVID-19 semakin hari semakin sempurna dilakukan oleh pemerintah dan jajarannya, sehingga mampu mengendalikan penyebaran virus Corona (COVID-19). Semoga.
Oleh: Dr. Basrowi, Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair Surabaya dan S3 MSDM UPI YAI Jakarta