Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Nurkhuzaeni Azis
Ulasan Series 'Bad Guys': Saat Polisi Kerja Bareng Penjahat Lawan Penjahat
Poster series Bad Guys (Vidio)

Sejak pertama kali diumumkan ke publik, saya langsung antusias dan tidak sabar untuk menyaksikan serial Bad Guys. Serial ini bisa disebut sebagai proyek besar dari Vidio, melihat dari jajaran aktor yang terlibat dan keterlibatan CJ ENM Hongkong.

Rumah produksinya, Base Entertainment, mempunyai rekam jejak yang bagus saat menggarap proyek adaptasi dari Korea Selatan. Sebut saja film My Annoying Brother (2024) dan serial Tunnel (2019). Base juga yang memproduksi series Netflix populer, Gadis Kretek (2023).

Premis cerita Bad Guys versi Indonesia mirip dengan versi Korea. Hanya saja, terdapat beberapa perbedaan yang disesuaikan dengan kebutuhan adaptasi dan budaya Indonesia.

Bad Guys mengisahkan detektif kepolisian bernama Jaka (Oka Antara). Demi menemukan pembunuh anaknya, ia nekad merekrut tiga narapidana untuk membantunya.

Mereka adalah Anton (Dwi Sasono), seorang pengedar narkoba dan petarung hebat; Haidar (Randy Pangalila), seorang penipu ulung; dan Elias (Omara Esteghlal), seorang peretas andal.

Bersama polisi muda, Sekar (Maudy Effrosina), mereka bekerja sama memecahkan kasus pembunuhan berantai yang anak Jaka menjadi salah satu korbannya.

Saya belum pernah menonton Bad Guys versi Korea, tetapi Bad Guys versi Indonesia berhasil menyuguhkan drama action yang menarik dan berbeda di industri film Indonesia. Polisi kerja bareng penjahat buat nangkap penjahat? Belum ada ‘kan sebelumnya dalam serial kita?

Bad Guys versi Indonesia tidak plek ketiplek dengan aslinya dan hasilnya lebih membumi. Kejahatan yang dilakukan para pejabat dan abdi negara yang seharusnya menegakkan hukum membuat merinding.

Orang yang memiliki imej bagus di depan publik ternyata busuk di belakang. Ini seperti memotret sejumlah skandal yang terjadi di negara kita.

Oka Antara sebagai Jaka berakting cukup baik. Ia berhasil memerankan karakter seorang detektif yang hebat, penyayang anak, tapi di sisi lain kejam saat menangkap seorang kriminal.

Sifat Jaka ini mengingatkan saya pada karakter Brata dalam serial Brata (2018) yang juga diperankan Oka. Brata dan Jaka sama-sama detektif.

Sifat dan pembawaan mereka juga mirip, meski Brata diperlihatkan lebih brutal saat menginterogasi penjahat. Apakah ini plek ketiplek sama? Tidak juga. Oka berhasil menghilangkan gestur dan mimik khas Brata untuk karakter Jaka. Harus diakui, Oka memang cocok berperan sebagai polisi.

Tiga karakter penjahat, yakni Anton, Haidar, dan Elias tak kalah baik. Bahkan, mereka justru lebih menonjol dan menarik. Mereka memiliki sisi manusiawi dan kerapuhan yang membuat penonton bersimpati walau berstatus sebagai narapidana. Lebih baik ketimbang manusia munafik seperti jenderal, anak gubernur, dan hakim dalam series ini.

Selain itu, kita juga dibuat terharu oleh persahabatan mereka, meski awalnya Anton dan Haidar sering beradu mulut. Jangan lupa celetukan duo ini yang bikin mood menonton lebih asyik di tengah ketegangan.

Big applause buat Omara yang tampak sangat meyakinkan sebagai peretas yang culun. Padahal, dalam film Galaksi dan Pengepungan di Bukit Diri ia tampil kejam sebagai antagonis.

Dari pihak musuh, Afrian Arisandy paling mencuri perhatian. Berperan sebagai Ito si pembunuh bayaran, mungkin tak banyak yang percaya kalau dia seorang guru agama di dunia nyata. Walau dialognya tak terlalu banyak, aura mencekam dan ngeri yang dia hadirkan sudah sangat meyakinkan.

Sayangnya, pertarungan terakhir antara Ito, Chandra (Marcelino Lefrant), dan Anton terasa “kentang”. Alur cerita yang sudah solid dari awal harus berakhir dengan ending yang sebenarnya tidak buruk, hanya sayang tidak maksimal karena terhalang kebutuhan durasi. Bagaimana menurut kamu?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Nurkhuzaeni Azis