Scroll untuk membaca artikel
Fabiola Febrinastri | AhmedMugits
Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi (Sudinhubtrans) Jakarta Selatan menggelar razia angkutan kota (Angkot) di Jalan Abdullah Syafei, Tebet, Jakarta, Jumat (8/4).

Sudah beberapa tahun belakangan, saya selalu disuguhi dengan macetnya Kota Bogor yang disebabkan oleh banyaknya angkutan kota yang beroperasi tidak beraturan. Akibatnya sering terjadi konflik antara sopir angkot dengan rekannya sendiri, karena berebut penumpang dan mengganggu pengendara lain untuk berlalu lalang.

Kemacetan bisa ditemukan di pusat Kota Bogor, antara lain di Tugu Kujang, sekitar Kebun Raya Bogor dan Stasiun Bogor.

Angkot jadi langganan operasi penindakan lalu lintas. Operasi penindakan tersebut merupakan tugas rutin dari jajaran kepolisian berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tantang Polri, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Kapolri Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tatacara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di jalan dan penindakan Lalu Lintas serta Angkutan Jalan, lalu Surat Pemerintah Kapolresta Bogor Kota Nomor : Sprin/261/II/2017 tanggal 5 Februari 2017 tentang penertiban Kendaraan Bermotor.

Angkot yang terjaring operasi penindakan pelanggaran lalu lintas sebagian besar melanggar Pasal 228 Ayat (1) dan Pasal 228 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) yakni tidak dilengkapi dengan surat-surat kendaraan yang sah seperti STNK, SIM, Buku KIR dan Trayek Kendaraan. Pengendara angkot juga melanggar aturan berhenti atau menurunkan dan menaikan penumpang sembarangan juga melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Dengan ini saya harap, Wali Kota, Bupati dan Aparatur Pemerintah Kota Bogor bisa membatasi jumlah angkot yang beroperasi di setiap trayeknya agar kemacetan di Bogor berkurang.

AhmedMugits

Baca Juga