Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rion Nofrianda
Ilustrasi mendatangi makam pasangan (pexels/Brett Sayles)

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari berbagai masalah atau problematika yang harus dihadapi. Tidak jarang, peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan dapat menimbulkan tekanan psikologis yang mengarah pada stres. Salah satu peristiwa yang paling berat dalam kehidupan seseorang adalah kematian pasangan hidup, yang tidak hanya berdampak pada perubahan status sosial, tetapi juga dapat menimbulkan dampak emosional dan psikologis yang mendalam, terutama bagi lansia yang baru saja kehilangan pasangan. Dalam konteks ini, coping stres—yaitu cara seseorang mengatasi dan beradaptasi dengan stres—menjadi sangat penting untuk menjaga kesejahteraan mental dan fisik.

Penelitian ini membahas coping stres yang dilakukan oleh lansia pria yang baru saja kehilangan pasangan hidup mereka, dalam konteks kawruh jiwa, sebuah konsep spiritual yang berakar dalam budaya lokal di Indonesia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ronan Himawan dan Berta Esti Ari Prasetya (2024), kawruh jiwa adalah sebuah kearifan lokal yang dapat menjadi strategi coping bagi lansia duda dalam menghadapi stres pasca kematian pasangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis untuk menggali lebih dalam mengenai bagaimana individu lansia mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam coping stres mereka.

Kematian pasangan hidup bagi lansia adalah peristiwa yang sangat mengganggu kestabilan emosional dan psikologis mereka. Proses kehilangan ini dapat berujung pada perasaan kesepian, kecemasan, depresi, dan stres yang berkepanjangan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pria lansia yang kehilangan pasangan cenderung lebih rentan terhadap dampak psikologis dibandingkan wanita lansia, meskipun wanita juga merasakan dampak serupa. Kehilangan pasangan hidup dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik dan mental, serta mengganggu keseimbangan emosi. Di banyak kasus, lansia pria mengalami peningkatan gejala depresi yang stabil, yang dapat mengarah pada gangguan kesehatan fisik yang lebih serius, seperti gangguan tidur, penurunan nafsu makan, hingga risiko penyakit jantung.

Pada umumnya, lansia yang baru saja menjadi duda cenderung menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan yang mendalam ini. Kesulitan dalam mengatasi kehilangan, rasa cemas akan masa depan, serta keinginan untuk kembali berfungsi secara normal dalam kehidupan sosial, membuat mereka rentan terhadap stres. Salah satu cara untuk membantu mereka keluar dari perasaan tertekan ini adalah dengan melibatkan diri dalam strategi coping yang dapat mengurangi atau mengelola perasaan negatif yang muncul.

Kawruh jiwa adalah konsep spiritual yang tumbuh dan berkembang dalam budaya lokal di Indonesia. Konsep ini mengajarkan penghayatan hidup yang penuh dengan kearifan dan penerimaan terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam hidup. Kawruh jiwa bukan hanya tentang cara-cara spiritual dalam berdoa atau bermeditasi, tetapi juga mencakup nilai-nilai kehidupan yang mengajarkan penerimaan terhadap takdir, rasa syukur, dan cara-cara positif dalam berinteraksi dengan dunia sekitar. Kawruh jiwa sangat berkaitan dengan cara individu menghadapi kehidupan, termasuk peristiwa-peristiwa besar seperti kematian pasangan.

Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa lansia duda yang memeluk ajaran kawruh jiwa menggunakan konsep-konsep spiritual ini sebagai strategi coping untuk menghadapi stres akibat kehilangan pasangan hidup mereka. Konsep-konsep ini mencakup filosofi hidup yang mendorong mereka untuk menerima kenyataan dan tetap bersyukur atas segala pengalaman hidup yang telah dilalui. Dalam hal ini, kawruh jiwa berfungsi sebagai sumber kekuatan batin yang membantu lansia menghadapi stres dengan cara yang lebih tenang dan penuh penerimaan.

Ada beberapa konsep utama dalam kawruh jiwa yang ditemukan dalam penelitian ini yang digunakan oleh lansia duda untuk mengatasi stres. Konsep pertama adalah saiki kene ngene yo gelem, yang dapat diterjemahkan sebagai "apa adanya, menerima keadaan yang ada." Konsep ini mengajarkan lansia untuk menerima kenyataan bahwa hidup memang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian, dan bahwa menerima keadaan saat ini adalah langkah pertama dalam proses penyembuhan dari stres. Lansia yang menghayati kawruh jiwa belajar untuk tidak terlalu terpaku pada apa yang telah hilang, melainkan fokus pada apa yang masih ada dalam hidup mereka.

Konsep kedua adalah nyawang karep, yang mengajarkan untuk melihat dan memahami tujuan hidup ke depan. Meskipun mengalami kehilangan, lansia yang mengikuti ajaran kawruh jiwa tetap memiliki pandangan positif tentang masa depan. Mereka diajarkan untuk melihat kehidupan bukan sebagai beban, tetapi sebagai perjalanan yang penuh dengan potensi baru untuk belajar dan berkembang. Konsep ini memberikan mereka motivasi untuk terus melangkah maju, meskipun tantangan yang dihadapi terasa berat.

Konsep ketiga adalah bungah susah, yang mengajarkan bahwa kehidupan memiliki siklus kebahagiaan dan kesulitan. Lansia yang menghayati konsep ini percaya bahwa setiap perasaan, baik itu suka maupun duka, adalah bagian dari kehidupan yang saling melengkapi. Kehilangan pasangan hidup bukanlah akhir dari segalanya, tetapi bagian dari perjalanan hidup yang harus diterima dengan lapang dada. Dengan menerima kesedihan sebagai bagian dari proses, lansia dapat belajar untuk mengelola perasaan mereka dengan lebih baik.

Terakhir, konsep sabutuhe saperlune sacukupe sapenake samestinesabenere mengajarkan bahwa setiap orang memiliki takdir dan perjalanan hidup masing-masing yang sudah ditentukan. Lansia yang memegang teguh ajaran ini akan merasa bahwa apapun yang terjadi dalam hidup mereka, termasuk kehilangan pasangan, adalah bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar. Hal ini membantu mereka untuk tidak terlalu terbebani oleh perasaan negatif, melainkan berusaha untuk menerima dan menjalani hidup dengan penuh rasa syukur.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Rion Nofrianda