Sudah menjadi sebuah naluri bagi suatu bangsa yang ada di dunia ini untuk selalu menjunjung tinggi tanah kelahiran dan juga kebudayaan leluhur mereka. Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan identitas yang mereka miliki, sehingga mereka akan selalu berusaha untuk mempertahankan hal tersebut agar tak kehilangan jati dirinya. Pun demikian ketika tanah kelahiran dan leluhurnya diusik oleh bangsa lain, maka naluri untuk berjuang demi kemerdekaan negerinya pun akan muncul dan akan mereka tempuh dengan taruhan nyawa sekalipun. Karena, harga diri merupakan sebuah hal yang sangat mahal harganya, dan sangat layak untuk ditebus dengan nyawa yang melekat di badan mereka. Inilah yang menjadi latar belakang konflik dalam film Seediq Bale: Warriors of the Rainbow yang dirilis pada tahun 2011 lalu.
Film ini sendiri didasarkan dari “Peristiwa Wushe” yang terjadi di Taiwan ketika negeri tersebut berada dalam pendudukan penjajah Jepang. Berlatar tahun 1930, tentara kekaisaran Jepang yang kala itu berhasil menguasai Taiwan, mulai gencar membangun infrastruktur di pulau tersebut. Tentu tujuan utamanya adalah untuk memudahkan mobilisasi kekuatan militer mereka sekaligus untuk semakin menancapkan hegemoni mereka atas Kepulauan Taiwan.
Namun sayangnya, upaya pembangunan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah pendudukan Jepang tersebut membuat suku asli Seediq yang merupakan penduduk asli Taiwan tersingkirkan dan harus mulai tercerabut dari akar budayanya. Kaum laki-laki suku Seediq, diharuskan untuk bekerja demi membangun infrastruktur-infrastruktur tersebut dan dijauhkan dari adat untuk melakukan perburuan tradisional, sementara kaum perempuan harus menjadi pelayan di rumah-rumah polisi Jepang dan keluarga mereka. Kaum perempuan ini juga harus meninggalkan kebiasaan tradisional mereka untuk menenun yang sudah mengakar dalam kehidupan selama ratusan tahun. Dan hal tersebut semakin diperparah dengan larangan untuk mentato wajah mereka, sebuah hal yang dinilai sangat mengingkari adat suku Seediq karena hal tersebut adalah suatu perbuatan yang dianggap sakral. Hal ini tentu saja ditentang oleh para suku asli, karena bagi suku Seediq, mentato wajah bagi mereka adalah sebuah symbol atau lambang bahwa mereka telah menjadi Seediq Bale atau Manusia Sejati.
Setelah sekian lama dipendam, pada akhirnya suku Seediq pun mulai merencanakan untuk melakukan perlawanan. Dengan dipimpin oleh Mona Rudao, seorang Seediq yang menyaksikan penindasan Jepang selama kurang lebih 30 tahun, suku asli Taiwan ini pun mulai mengangkat senjata dan menyerang kamp-kamp serta perkampungan masyarakat Jepang. Dan disinilah semua bermula. Seediq Bale dengan dipimpin oleh Mona Rudao, mulai bergerak ke berbagai wilayah untuk melawan Jepang, meski dengan harga yang sangat mahal. Sebelum melakukan perlawanan, para Seediq Bale bahkan harus menghilangkan “semua tanggungan” yang melekat pada mereka, termasuk istri, anak dan keluarga. Hal ini tentu saja bertujuan agar fokus mereka dalam bertarung tak terpecah.
Ingin tahu kisah selanjutnya? Dan pengorbanan apa yang dilakukan oleh para Seediq Bale ini? Lantas, mampukah mereka membuat tentara pemerintah pendudukan Jepang menyerah? Saksikan secara langsung dalam film Seediq Bale: Warriors of the Rainbow ini ya!
Baca Juga
-
Kini Bersaing di Level Benua, tapi Bukan Perkara Mudah bagi STY untuk Bawa Pulang Piala AFF 2024
-
Bukan Hanya Negara ASEAN, Kandang Indonesia Kini Juga Patut Ditakuti Para Raksasa Asia
-
Coach Justin, Shin Tae-yong, Marselino Ferdinan dan Ikatan Telepati yang Terjalin di Antara Mereka
-
Shin Tae-yong, Marselino Ferdinan dan Kengototannya dalam Memilih Pemain yang Berujung Manis
-
Tak Perlu Didebat, Rizky Ridho Memang Layak utuk Bersaing di Level Kompetisi yang Lebih Tinggi!
Artikel Terkait
-
3 Film Scarlett Johansson yang Pantang Dilewatkan, Ada Fly Me to the Moon
-
Calvin Verdonk: Mudah-mudahan Jepang Mainkan Tim B Lawan Timnas Indonesia
-
Review Film R.I.P.D: Petualangan Polisi dalam Menangkap Berbagai Roh Jahat
-
Prosa Indah Riwayat Perang Bubat dalam Buku Citraresmi Eddy D. Iskandar
-
Diserang Buzzer, Fedi Nuril Tak Khawatir Filmnya Diboikot
Entertainment
-
Sambut Musim Dingin, FIFTY FIFTY Rilis Single Album Bertajuk Winter Glow
-
3 Film Scarlett Johansson yang Pantang Dilewatkan, Ada Fly Me to the Moon
-
Usia 30-an Hwang In Yeop Masih Cocok Pakai Seragam Sekolah, Ini Rahasianya
-
Spoiler Episode 3 When the Phone Rings, Chae Soo Bin Ketahuan Jadi Pemeras?
-
Usung Genre Horor, Anime The Summer Hikaru Died Siap Tayang Tahun 2025
Terkini
-
Indonesia Perlu Waspadai Myanmar di AFF Cup 2024, Jadi Tim Kuda Hitam?
-
Malaysia Keringat Dingin Takut Dibantai Timnas Indonesia di Piala AFF 2024
-
Review Film R.I.P.D: Petualangan Polisi dalam Menangkap Berbagai Roh Jahat
-
Dua Wakil Indonesia Alami Lonjakan Drastis dalam Ranking BWF World Tour 2024
-
Titus Bonai Sebut Ada Perbedaan Kondisi Dulu dan Saat Ini di Tim Nasional Indonesia