Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Lilie
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto di Taman Ekspresi, Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Selasa (24/11/2020). [Suara.com/Andi Ahmad Sulaendi]

Mendapatkan kepuasan dan loyalitas pengikut yang tinggi tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang pemimpin, terlebih bagi pemimpin daerah pelayan rakyat. Tak jarang kita jumpai pemimpin daerah yang berhasil memenangkan kontestasi politik untuk kedua kalinya dalam jabatan yang sama.

Selain loyalitas pengikut, pemimpin juga perlu memperhatikan kejelasan visi dan keberlanjutan program-programnya, sebagaimana hal tersebut juga akan menentukan warisan kepemimpinan yang ditinggalkannya kelak. Lantas, bagaimanakah dinamika hal tersebut pada realitas jika kita menilik dari kasus Bima Arya yang sukses menjadi pemimpin muda transformasional yang berprestasi dan optimistis?

Besarnya komitmen putra asli Bogor ini untuk mentransformasikan Kota Bogor sukses menggerakkan ASN Pemkot Bogor untuk melakukan hal serupa. Berkat hal tersebut, Bima Arya banyak mendapatkan perhatian atas model kepemimpinannya yang transformasional, sebagaimana hal tersebut merupakan inti sari dari model kepemimpinan transformasional (Yukl, 2013).

Setelah berakhir periode pertamanya menjadi wali kota Bogor pada 2019 lalu, Bima Arya memutuskan untuk kembali mencalonkan diri sebagai wali kota Bogor periode 2019-2024. Sebanyak 150 penghargaan yang diterima Kota Bogor selama enam tahun di bawah kepemimpinan Bima Arya rupanya belum cukup membuatnya puas, karena masih ada beberapa program beliau dari periode pertama yang belum berhasil terealisasikan.

Berkaca dari hal tersebut, Bima Arya berjanji dengan optimis akan menuntaskan program-program dimaksud di periode keduanya. Namun, apakah keberhasilan tersebut cukup kuat secara fundamental untuk menjadi warisan kepemimpinan Bima Arya untuk Pemerintah Kota Bogor?

Seorang pemimpin transformasional juga umumnya mempunyai visi yang berorientasi ke masa depan dan merefleksikan tingkat kepercayaan diri dan optimisme yang tinggi (Yukl, 2013). Pribadi Bima Arya yang ditunjukkannya selama tujuh tahun menjadi wali kota Bogor sangat lekat dengan gambaran pemimpin tersebut.

Sejak awal, misalnya, Bima Arya fokus untuk menuntaskan kemacetan dan menata transportasi dan angkutan umum. Upaya ini tentunya sangat tepat untuk dijadikan prioritas, mengingat Kota Bogor terkenal dengan stigma negatifnya sebagai Kota Angkot yang kerap kali membuat macet. Bahkan, di masa awal kepemimpinan Bima Arya, Kota Bogor menempati urutan pertama sebagai kota termacet di Indonesia menurut Kementerian Perhubungan. Masalah tersebut, jika tidak diselesaikan dengan tuntas, akan dapat mengurangi kredibilitas Kota Bogor sendiri sebagai kawasan wisata.

Berbagai upaya telah dilakukan Bima Arya terkait masalah kemacetan dan angkutan umum tersebut, termasuk yang populer adalah penerapan Sistem Satu Arah (SSA) di seputar Kebun Raya Bogor. Program SSA ini dapat dianggap sebagai salah satu upaya Bima Arya yang kontroversial karena banyak mendapatkan dukungan dan masukan sekaligus, terlebih pada masa-masa awal penerapannya hingga berhasil menumbulkan demonstrasi dari para sopir angkot dan LSM karena membuat jalanan menjadi macet parah. Berkat berbagai upayanya tersebut, penghargaan Wahana Tata Nugraha dari Kementerian Perhubungan pun berhasil diraih oleh Kota Bogor pada tahun 2016 lalu.

Ternyata, berbagai keberhasilan tersebut tidak serta merta menjadikan Bima Arya terbebas dari kontroversi. Sedari dahulu, tindakan yang kontroversial sebenarnya merupakan hal yang lumrah bagi seorang tokoh politik. Dalam kepemimpinan transformasional pun, dimungkinkan bagi seorang pemimpin untuk melakukan tindakan simbolis dan dramatis untuk menekankan nilai-nilai yang penting.

Beberapa kali, Bima Arya melakukan tindakan eksentrik dalam programnya, seperti program sehari tanpa kendaraan pribadi, dimana beliau mengimbau ASN Pemkot Bogor untuk menggunakan sepeda ataupun angkutan umum ke kantor setiap hari Senin dan slogan Bogor Berlari yang pada dasarnya merupakan program untuk menggerakkan kinerja ASN Pemkot Bogor pada periode keduanya.

Tindakan semacam ini sama sekali bukan sesuatu yang buruk, justru sebaliknya. Citra Bima Arya di mata masyarakat dan para ASN Pemkot Bogor justru akan meningkat, karena Bima Arya memberikan kesan bahwa beliau berkomitmen tinggi terhadap janji pilkadanya sekaligus menjadikan dirinya sebagai contoh dalam pembiasaan nilai-nilai positif seperti naik angkutan umum dan berolahraga. Hal terpenting adalah tindakan tersebut tetap sangat sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu menghemat bahan bakar minyak dan mengurangi kemacetan ataupun memotivasi para ASN Pemkot Bogor pada periode kedua Bima Arya.

Namun, tindakan-tindakan positif tersebut menjadi permasalahan yang lebih serius ketika Bima Arya tidak menekankan pada pentingnya pembentukan standar, kriteria, dan peta jalan yang jelas atas berbagai program yang direncanakannya. Program-programnya selama ini dinilai masih kurang matang perencanaannya. Bahkan, terkait program SSA yang sempat mendapatkan penghargaan sebagaimana disebutkan di atas juga masih belum memiliki visi dan misi yang jelas, dan memang diakui oleh Bima Arya bahwa hingga kini masih minim hasil dan perubahan.

Selain itu, kegagalan Bima Arya dalam lelang proyek penambahan 300 kamar untuk kelas 3 di RSUD Kota Bogor juga menjadi kelemahan tersendiri bagi kepemimpinannya, karena sudah tersedia anggaran hasil persetujuan dewan sebesar Rp72 miliar untuk merealisasikannya (Kompas, 2018).

Di sisi lain, ketiadaan peta jalan reformasi birokrasi Kota Bogor juga menjadi pukulan keras bagi kepemimpinan Bima Arya, karena peta jalan tersebut sangat penting dalam memberikan arahan perubahan yang ingin dilakukan untuk mencapai sasaran reformasi birokrasi itu sendiri.

Reformasi birokrasi yang merupakan program prioritas nasional Presiden Joko Widodo sudah semestinya mendapatkan perhatian lebih oleh setiap instansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Apalagi, program ini pada hakikatnya bertujuan untuk menomorsatukan kepuasan masyarakat atas pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintahan. Dengan perencanaan yang baik dan sistematis, bukankah implementasi suatu program akan menjadi lebih terarah?

Terlebih, telah dialokasikan sebesar Rp50 juta untuk “Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi” pada APBD Kota Bogor Tahun Anggaran 2019. Selain menghambat pemenuhan hak masyarakat atas keterbukaan informasi publik, ketiadaan peta jalan ini akan membahayakan Pemkot Bogor itu sendiri pada akhirnya, karena capaian reformasi birokrasi di Kota Bogor, yang selama periode pertama kepemimpinan Bima Arya dijadikan sebagai salah satu dari enam skala prioritas, tidak memiliki arahan yang resmi sehingga berisiko tidak bersifat berkelanjutan dan tidak bisa menjadi warisan kepemimpinan untuk wali kota selanjutnya. Hal tersebut menambah panjang daftar program Bima Arya yang masih gagal, di samping penuntasan kemacetan dan penataan angkutan umum.

Meskipun kepemimpinan transformasional Bima Arya banyak mendapatkan apresiasi dan penghargaan, namun masih terdapat pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di sisa periode keduanya, terutama terkait kejelasan visi dan perencanaan serta keberlanjutan dari program-program yang dilaksanakannya.

Dengan mengatasi masalah keberlanjutan program dan kejelasan visi tersebut, maka bukan hanya Bima Arya berhasil menepati janji pilkadanya, namun juga berhasil menguatkan fundamental warisan kepemimpinan yang akan ditinggalkannya kelak. Sebab, meninggalkan warisan kepemimpinan membutuhkan tenaga yang besar dan memerlukan lebih dari sekadar karisma yang kuat dari seorang pemimpin, sehingga tidak semua pemimpin berhasil memilikinya.

Referensi

  • Mursitama, T. N. (2015, Mei). Warisan kepemimpinan Model Singapura. CBDS Commentaries Department of International Relations, Bina Nusantara University. https://ir.binus.ac.id/files/2015/06/CBDS-Commentaris-No-01-2015-Warisan-Kepemimpinan-Model-SingapuraV-3-2.pdf
  • detikNews. (2014, November 23). Setiap Senin, Bima Arya dan PNS Bogor akan Naik Angkot atau Gowes ke Kantor. detik.com. Diakses pada 10 Juni 2021 dari https://news.detik.com/berita/d-2756646/setiap-senin-bima-arya-dan-pns-bogor-akan-naik-angkot-atau-gowes-ke-kantor
  • Fierke, K. K. (2015, September). Designing a Leadership Legacy (L2) framework. Research in Higher Education Journal, 29, 2-7. https://www.aabri.com/manuscripts/152274.pdf
  • Haryudi. (2019, September 24). Bima Arya Akan Evaluasi Total Kebijakan Atasi Kemacetan di Kota Bogor. sindonews.com. Diakses pada 11 Juni 2021 dari https://metro.sindonews.com/berita/1442770/171/bima-arya-akan-evaluasi-total-kebijakan-atasi-kemacetan-di-kota-bogor
  • Humas Kota Bogor. (2017, April 3). Rapat Paripurna, Bima Sampaikan Progres Penataan Transportasi. jabarprov.go.id. Diakses pada 10 Juni 2021 dari https://jabarprov.go.id/index.php/news/22281/Rapat_Paripurna_Bima_Sampaikan_Progres_Penataan_Transportasi
  • Kompas.com. (2018, Januari 15). Bima Arya di Mata Wakil Rakyat Kota Bogor. kompas.com. Diakses pada 10 Juni 2021 dari https://regional.kompas.com/read/2018/01/15/16364851/bima-arya-di-mata-wakil-rakyat-kota-bogor?page=all#page2
  • Pemerintah Kota Bogor. (2019, Desember 9). Terus Torehkan Prestasi, Bima Arya Apresiasi Kinerja ASN. kotabogor.go.id. Diakses pada 9 Juni 2021 dari https://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/13695/terus-torehkan-prestasi-bima-arya-apresiasi-kinerja-asn
  • Pemerintah Kota Bogor. (2018, Desember 28). Lampiran III Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2018 Rincian APBD Menurut urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi, Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. kotabogor.go.id. Diakses pada 10 Juni 2021 dari https://kotabogor.go.id/uploads/images/Transparansi%20Publik/2018/Perda%20Nomor%2012%20Tahun%202018/Lampiran%203%20Perda%20per%20SKPD/81%20organisasi.pdf
  • Yukl, Gary. (2013). Leadership in Organizations (8th Edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Lilie

Baca Juga