Sudah lebih dari 1 tahun pandemi Covid-19 melanda dunia dan belum selesai. Kekinian, masyarakat dihadapkan dengan varian baru dari jenis Coronavirus ini. Varian baru virus Covid-19 tersebut yaitu B.117 asal Inggris, B.1351 asal Afrika Selatan, dan varian mutasi ganda dari India B. 1617. Ketiga varian ini telah ditetapkan oleh WHO sebagai Varian of Concern atau VoC.
Virus Corona varian Delta (B1617.2) menunjukkan keganasannya ketika pertama kali menyebar luas di India pada bulan April-Mei lalu. Media Internasional menunjukkan kondisi para pasien yang mengenaskan karena sistem kesehatan kolaps, bahkan sampai terjadi penumpukan jenazah. Hal ini yg dikhawatirkan dapat terjadi di Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan dengan memperhitungkan kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi politik dan juga pengalaman dari negara lain, pemerintah memutuskan PPKM Mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk menghentikan laju penularan Covid-19, hingga ke tingkat desa atau langsung ke akar masalah yaitu komunitas.
Apakah benar PPKM Mikro sudah kebijakan yang paling tepat dengan varian baru yang penularannya lebih cepat? Kesakitan lebih tinggi? Permasalahan yang ada, sejak PPKM Mikro dijalankan sampai dengan PPKM Darurat sekarang, kasus covid meningkat terus dengan variasi populasi yang lebih banyak lagi baik remaja, dewasa muda, anak – anak dan balita pun banyak yang terkena Covid-19.
Menurut pandangan penulis, PPKM Mikro dan Darurat masih sangat lengang dan tidak mengurangi mobilitas masyarakat sehingga risiko penularan yang besar masih dapat terjadi.
Penulis sebagai pemerhati kesehatan dan mahasiswi program KARS FKM-UI merekomendasikan kebijakan dasar yaitu kesiagaan untuk kedaruratan pandemi Covid-19 varian baru yang sudah terjadi sebelumnya di negara lain.
Namun, kita belum memberikan respons dengan cepat dan tepat sebelum menyebar di negara sendiri seperti program tracing, skrining dan testing yang diperbanyak hingga tingkat desa, percepatan program vaksinasi kepada masyarakat.
Rekomendasi yang moderat adalah memberlakukan kembali Kebijakan PSBB. Sosialisasi dan implementasi melibatkan unsur dari sistem pentahelix, karena dari kebijakan yang ada masih kurang menjangkau para intelektualis atau akademisi dan Pelaku Usaha.
Rekomendasi yang lebih agresif lagi adalah mengadakan PSBB Darurat yang lebih ketat, karena saat ini diduga sudah bertambah lagi varian-varian baru yang lebih menular dan mengancam keselamatan bangsa.
Rumah sakit pada situasi sulit seperti ini, berupaya tetap bertahan dengan memberikan pelayanan kesehatan untuk covid maupun non covid dengan meningkatkan sistem telekonsultasi, digital health market, paket isolasi mandiri, juga mempersiapkan tenaga kesehatan, sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Sebut LGBTQ jadi Ancaman Negara, Ucapan Sekjen Wantannas Dikecam Koalisi Sipil: Langgar Prinsip HAM!
-
Buntut 'Jalan-Jalan ke Bali', Pengamat Sarankan Pj Bupati Ganti Kadinsos Jika Tak Ingin Kepercayaan Masyarakat Hilang
-
Sebut WHO Siapkan Pandemi Baru Pakai Senjata Biologis, Epidemiolog UI Skakmat Dharma Pongrekun: Gak Pantas jadi Cagub!
-
Sebut WHO Rancang Pandemi Baru, Epidemiolog UI Tepis Ucapan Dharma Pongrekun: Itu Omong Kosong
-
Dongkrak Ekonomi Pesisir, Pelindo Adakan Pelatihan Pemasaran BUMMas
Kolom
-
Regenerasi Terhambat: Dinasti Politik di Balik Layar Demokrasi
-
Tren Childfree di Indonesia Melonjak, Sejauh Mana Negara Hadir?
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Standar Nikah Muda dan Mengapa Angka Perceraian Semakin Tinggi?
Terkini
-
Usai Kualifikasi Piala Dunia, STY Langsung Dihadapkan Misi Juara AFF Cup?
-
Intip Keseruan Idola SM Entertainment di Teaser Program The Game Caterers 2
-
Ulasan Novel Dari Arjuna untuk Bunda, Kisah Luka Seorang Anak
-
Erick Thohir Evaluasi Kinerja STY, Singgung Pemain Naturalisasi di Timnas
-
Ulasan Buku Al Ghazali karya Shohibul:Jejak Spiritual Sang Hujjatul Islam