Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rueben Fonica M Pasaribu
Ilustrasi fashion (Pexels/MART PRODUCTION)

Perkembangan zaman semakin cepat, sebuah tren terus ada setiap hari. Dengan standar sosial yang dibuat oleh masyarakat, seolah-olah mengharuskan setiap individu mengikuti tren yang ada. Berbagai cara dilakukan oleh individu untuk tetap mengikuti tren. Salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan adalah penampilan.

Penampilan merupakan hal yang selalu diperbincangkan, terutama di kalangan orang muda. Media sosial sangat berpengaruh dalam usaha individu untuk tetap mengikuti tren. Biasanya, standar keren berasal dari influencer atau selebgram .Banyak uang yang dihabiskan oleh individu untuk membeli pakaian yang sedang tren. Bagi kalangan menengah ke atas, hal ini merupakan usaha yang tidak sulit karena mereka memiliki kondisi ekonomi yang baik. Namun bagaimana dengan kalangan menengah ke bawah? Tentu mereka tetap berusaha untuk mengikuti tren agar tetap keren dan gaul.

Industri pakaian tentu akan melihat ini sebagai peluang untuk meraup keuntungan dengan memproduksi dan menjual pakaian dengan model yang ‘kekinian’, tetapi dipatok harga miring. Bagi kalangan menengah ke bawah, industri yang seperti ini akan memudahkan mereka untuk tetap ‘kekinian’. Industri pakaian yang seperti ini lazim dikenal sebagai industri Fast Fashion.

Industri pakaian fast fashion akan memproduksi pakaian dengan model yang ‘kekinian’ dengan biaya produksi yang murah. Mungkin bagi sebagian orang, hal ini terdengar menarik dan sangat baik. Namun, apakah Anda mengetahui dampak dari industri pakaian yang seperti ini?

Orsola de Castro, pendiri Fashion Revolution mengatakan bahwa mode produksi Fast Fashion menjadi penyumbang limbah terbesar. Kain Poliester merupakan kain yang umum digunakan dalam industri ini. Apakah Anda tahu apa itu Polyester? Kain ini umumnya terbuat dari plastik yang tidak dapat terurai.

Dampak dari penggunaan kain ini sangat besar dan luas. Salah satu dampak dari penggunaan kain ini adalah rusaknya lingkungan sekitar tempat pembuangan akhir. Hal ini disebabkan oleh bahan kimia yang digunakan untuk kain ini akan menyerap ke tanah dan akan mencemarkan lingkungan.

Fast fashion juga menghasilkan emisi karbon dalam proses pembuatannya. Warna Cerah, pola dan tekstur kain yang menarik, berasal dari bahan kimia berbahaya. Pencelupan tekstil adalah penyebab terbesar kedua pencemaran air bersih di dunia setelah pertanian. Penggunaan kain berbasis petrokimia yang murah dan mudah diproduksi seperti Polyester dan bahan sintetis, sangat berbahaya bagi lingkungan.

Industri ini tidak hanya memberi dampak negatif terhadap lingkungan saja Akan tetapi industri ini juga mempekerjakan individu dengan upah yang murah dan resiko yang berbahaya. Risiko yang dimaksud adalah para pekerja akan berhubungan langsung dengan bahan kimia yang berbahaya dengan waktu kerja yang sangat panjang.

Eksploitasi yang dilakukan oleh industri ini hanya untuk menyediakan pakaian yang ‘kekinian’ dan tentu meraup keuntungan yang besar. Mungkin bagi sebagian orang, mereka tidak memikirkan dampak dari industri ini. Mereka hanya ingin mencapai standar keren yang telah dibuat oleh masyarakat.

Ketika masyarakat masih belum sadar apa dampak dari industri Fast Fashion, maka industri sejenis ini akan terus bermunculan karena permintaan yang tinggi. Hal ini tentu membuat eksploitasi energi akan terus terjadi akibat permintaan yang tinggi. Kian berpotensi pula kerusakan alam akan terus terjadi, para pekerja terus dieksploitasi, dan lain sebagainya.

Mode produksi yang seperti ini tentu akan menghambat tercapainya Sustainable Development Goals target 12, yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Untuk itu, marilah bijak dalam membeli barang dan jangan sampai kita memiliki pola pikir bahwa untuk ‘kekinian’ harus seragam dengan para influencer atau selebgram.

Rueben Fonica M Pasaribu