Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Dea Nabila Putri
Ilustrasi hampers (unsplash.com)

Siapa yang tidak suka untuk diberi hadiah? Semua orang pasti suka jika ada orang lain yang memberi hadiah. Terutama saat hari-hari besar seperti hari ulang tahun, lebaran, natal, atau event besar lainnya. Biasanya, orang orang akan mulai saling memberi bingkisan atau hampers untuk ikut merayakan hari besar dan tanda belas kasih sesama.

Tak hanya itu, banyak dari mereka yang rela merogoh kocek lebih dalam untuk mempersiapkan hampers yang unik dan berbeda setiap tahunnya. Hal ini sering dilakukan oleh para artis atau influencer untuk memeriahkan hari besar bersama. Banyak masyarakat yang mulai mengikuti tren berbagi hampers ini dan secar tidak langsung kegiatan ini membantu UMKM di bidang kerajinan juga terbantu.

Hal yang sama juga diikuti oleh beberapa brand dalam melaksanakan kegiatan tertentu selain merayakan hari hari besar, seperti launching produk baru. Banyak dari brand-brand ini yang mengirimkan produk baru mereka kepada para artis atau influencer sebagai media promosi melalui PR Package.

Namun pada hakikatnya, PR Package ini adalah paket yang dikirimkan oleh brand-brand kepada pihak yang mereka anggap bisa mempromosikan barang atau jasa mereka dan mengenalkan apa sebenarnya bidang yang mereka geluti. Para artis dan influencer pun terkadang tak segan mempromosikan produk dari brand terutama yang pernah bekerjasama dengan mereka. Lagi-lagi, selalu ada mispersepsi tentang pengiriman PR Package ini.

Secara etika, PR Package ini memang salah satu bentuk kerjasama yang apik antara brand dan artis atau influencer dengan menyediakan produk dan jasa yang mereka miliki untuk dipromosikan. Namun, banyak brand juga yang sebenarnya belum paham tentang konsep kerjasama dengan PR Package ini dan tidak memperjelas tujuan mereka mengirimkan PR Package kepada influencer sehingga sering berujung konflik.

Biasanya, influencer akan memberikan ratecard milik mereka masing-masing ketika ada brand yang ingin mengajak mereka bekerjasama. Banyak influencer yang selektif dalam memilih kerjasama, sehingga jika ada brand yang mereka terima itu artinya mereka sangat menyukai produk atau jasa yang ditawarkan oleh brand tersebut.

Namun bukan berarti mereka akan terus mempromosikan barang yang dikirimkan oleh brand, walaupun pihak brand terus mengirimkan PR Package kepada mereka. Banyak sekali brand yang memanfaatkan situasi atau kebaikan sang influencer yang selalu mempromosikan barang yang mereka kirim atas dasar kerjasama yang belum jelas di awal tadi. 

Terkadang, pihak brand mengirimkan PR Package terus menerus bukan sebagai tanda terima kasih setelah kerjasama sebelumnya, namun untuk dipromosikan kembali oleh influencer yang mereka kirimkan. Hal ini justru menimbulkan konflik antara keduanya karena pada kesepakatan awal, influencer hanya diminta untuk mempromosikan barang yang mereka kirimkan di awal, bukan hingga seterusnya. Tak jarang, pihak brand 'memaksa' si influencer memposting PR Package kiriman mereka dengan dalih membantu mereka mempromosikan kembali.

Maka dari itu, ada baiknya untuk memperjelas kesepakatan di awal yang menimbulkan simbosis mutualisme antara keduanya sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Bagaimana menurutmu? Apakah PR Package jadi kedok ucapan terima kasih berbalas exposure, atau sekadar teknik marketing? 

Dea Nabila Putri