Jika kita membaca sekilas dari judulnya, mungkin kita akan merasa sedikit bingung. Namun, pada implementasinya, gerai kopi terbesar di dunia, Starbucks terlihat menjadi lebih seperti Bank. Ya, Bank di mana tempat kita menyimpan uang di rekening. Memang, Starbucks tidak pernah menyebutkan secara eksplisit teknik marketing ini.
Mari kita analogikan! Penikmat kopi Starbucks akan rela mengeluarkan uang lebih untuk menukar uang mereka dengan kopi. Namun di balik itu, mereka tanpa sadar memberi Starbucks pinjaman uang bernilai besar dengan bunga 0%. Bayangkan jika dalam satu gerai Starbucks saja memiliki 100 pelanggan tetap, bisa dibayangkan berapa banyak uang yang secara tidak langsung orang-orang investasikan untuk kopi.
Starbucks dapat menggunakan uang ini untuk berinvestasi di pasar, mendapatkan keuntungan secara gratis, atau membelanjakannya untuk ekspansi. Konsepnya mirip dengan kita menabung uang di bank biasa, hanya saja hasil yang kita dapatkan adalah kopi yang kita nikmati.
Namun masalahnya, secara umum Starbucks bukanlah bank. Jadi dengan hanya beberapa pengecualian, saldo Starbucks tidak dapat ditarik dengan uang tunai seperti bank sungguhan. Hal ini memungkinkan untuk melewati peraturan keuangan dan menggunakan uang yang disetorkan sesuka hati.
Pada bank-bank umum, orang yang menyetorkan uangnya dapat menarik uangnya kapan saja mereka mau, sehingga bank perlu menyimpan sejumlah uang tunai untuk memberikan uang pada saat nasabah menarik uangnya. Ini disebut dengan metode Fractional Reserve Banking.
Di kasus ini, Starbucks tidak harus menyiapkan sejumlah uang tunai jika terjadi penarikan massal. Jika Starbucks menginginkannya, perusahaan ini dapat memiliki semua elemen untuk membangun mata uang yang lengkap atau bermitra dengan merek lain untuk menciptakan sistem pembayaran seluler yang tersedia secara luas.
Pelanggan sudah menggunakan giftcard Starbucks sebagai alat sah transaksi di Starbucks. Penawaran menarik dengan menggunakan giftcard inilah yang akhirnya membuat banyak orang tergiur untuk menaruh uang mereka di Starbucks.
Marketingprofs.com melansir, para pakar industri percaya bahwa Starbucks dapat terlibat dalam manajemen aset melalui kartu prabayarnya, serta sektor pertukaran mata uang, pinjaman, dan asuransi. Kesimpulannya, ide sebuah perusahaan besar memasuki industri jasa keuangan bukanlah hal baru. Namun, jika Starbucks melakukan hal seperti ini, dunia perbankan akan menjadi suatu hal yang lain di masa depan.
Tag
Baca Juga
-
Jangan Bingung, 9 Langkah Ini Bisa Kamu Lakukan saat Merasa Stuck
-
Kamu Tidak Perlu Merasa Bersalah atas 6 Hal ini, Bentuk Cinta Diri Sendiri!
-
Bukan Hanya Soal Gaji, Ini 6 Alasan Karyawan Mau Bertahan di Perusahaan
-
7 Cara yang Bisa Kamu Terapkan Agar Pengeluaran Tidak Membengkak
-
7 Tanda Kamu Termasuk Orang yang Fast Learner, Salah Satunya Tidak Takut Salah!
Artikel Terkait
-
Investor Asing Tarik Dana Rp7,5 Triliun dari RI Selama Minggu Ketiga November 2024
-
OPPO Run 2024 di Bali Pecah Rekor! 5.000 Pelari dari 23 Negara Ikut Meramaikan
-
Menteri Airlangga: Surplus Neraca Pembayaran Bukti Ketahanan Ekonomi Indonesia
-
Temukan Rekomendasi Salon hingga Restoran Terdekat dengan Sabrina BRI
-
Ekonom Senior Ungkap Ancaman Krisis Era Orde Baru: Oil Boom Hingga Kontroversi Ibnu Sutowo
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
Akui Man City Sedang Rapuh, Pep Guardiola Optimis Pertahankan Gelar Juara?
-
Laris Banget! Lagu 'Tak Segampang Itu' Tembus 500 Juta Streams di Spotify
-
Motor M1 Masih Bermasalah, Yamaha Minta Maaf ke Alex Rins
-
Berjaya sebagai Pembalap, Berapa Total Kekayaan Marc Marquez?
-
Sinopsis Film I Want To Talk, Film Terbaru Abhishek Bachchan dan Ahilya Bamroo