Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Ilustrasi tidur (Pexels)

Tanpa disadari tidur merupakan aktivitas penting yang sering kita lakukan setiap hari. Bagaimana tidak? Karena salah satu kebutuhan dasar pada tubuh kita yang harus dipenuhi adalah tidur.  Pada saat tidurlah tubuh beristirahat dan memperbaiki sel-sel yang rusak pada jaringan tubuh. Namun, tanpa kita sadari sering terjadi gangguan-gangguan pada saat kita tidur.

Gangguan-gangguan yang terjadi ketika tidur dapat mempengaruhi kualitas tidur sehingga berdampak pada kesehatan tubuh. Salah satu gangguan pada saat tidur adalah sleep paralysis yang sering kita sebut dengan ketindihan.

Ketindihan biasanya disertai dengan fenomena mimpi buruk atau halusinasi hal-hal menyeramkan. Oleh karena itu, ketindihan selalu diidentikan dengan cerita seram dan hal-hal yang mistik. Apakah benar ketindihan saat tidur (sleep paralysis) karena ditindih setan ?

Menurut The American Sleep Disolder Association (1990), sleep paralysis atau ketindihan adalah ketidakmampuan tubuh dalam mengendalikan otot selama terbangun di antara waktu malam dan pagi (hynopompic).

Berdasarkan sebuah penelitian di berbagai belahan dunia. Sebanyak 25-40 persen  responden mengalami ketindihan (Sleep paralysis) yang disertai dengan halusinasi (Fukuda, Miyasitha, Inugami & Ishibara,1987: Spanos, McNulty, DuBreul, Pires, dan Bugess, 1995).

Namun seringkali, fenomena ketindihan ini biasanya dikaitkan dengan kejadian seperti setan yang menduduki tubuh kita di saat terbangun dari tidur. Dimana seakan - akan badan terdiam, kaku tidak dapat digerakkan.

Di Indonesia ketindihan (sleep paralysis) juga di sebut dengan eurep-uerep atau rep-repan. Sedangkan masyarakat dari etnis Hmong di Vietnam dan Laos, ketindihan (sleep paralysis) disebut dengan dab tsong.

Seperti hal nya di Indonesia, fenomena pseudosaint tentang ketindihan juga berkembang di Skandinavia. Penduduk Skandinavia, beranggapan bahwa ketindihan (sleep paralysis) disebabkan karena ada setan cilik “Mare” yang menindih badan mereka.

Sedangkan orang eskimo percaya bahwa ketindihan (sleep paralysis) sebagai fenomena roh manusia keluar dari raganya dan tidak dapat kembali lagi. Dalam cerita rakyat Georgia, juga digambarkan ketindihan disebabkan oleh mahluk jahat Haq, yang meninggalkan tubuhnya pada malam hari untuk duduk di dada korbannya.

Faktanya, secara ilmiah ketindihan (sleep paralysis) tejadi ketika mekanisme otak dan tubuh yang tidak selaras. Selama tidur kita melewati 4 fase tidur. Fase yang pertama adalah fase NREM 1 (NonRapid Eye Movement) yaitu fase merem melek (tidur ayam). Pada tahap ini mata mulai bergerak perlahan dan aktivitas otot mulai mengalami penurunan. 

Fase yang kedua adalah NREM 2 (NonRapid Eye Movement)  atau fase persiapan tidur, dimana gerakan bola mata berhenti, detak jantung melambat dan suhu tubuh mengalami penurunan.

Tahap NREM  (NonRapid Eye Movement) yang ketiga adalah tidur lelap. Pada tahap ini gelombang otak sangat lambat dan tubuh dalam keadaan rileks. Oleh kerena itu, ketika kita terbangun ditengah-tengah fase ini kita akan merasa tetap lelah, walaupun sudah tertidur cukup lama.

Fase tidur yang terakhir adalah REM (Rapid Eye Movement), fase bermimpi. Pada fase ini mata akan bergerak secara  cepat, tarikan nafas menjadi pendek, tekanan darah semakin meningkat dan gelombang otak dalam keadaan seperti bangun dari tidur.

Ketika kita terbangun di tengah-tengah fase REM, di mana tubuh seharusnya sedang asyik bermimpi dan mengistirahatkan otot-otot tubuh justru terdistraksi maka kita akan mengalami ketindihan (sleep paralysis).

Pada tahap tidur REM ini, seseorang mengalami kelumpuhan alamiah yang disebut sebagai flaksid noresripokal. Dimana Otot – otot akan berhenti bekerja atau turned off selama fase tidur REM sehingga tubuh dalam keadaan sangat rileks. Jika seseorang menjadi sadar atau terbangun sebelum siklus tidur REM selesai, maka ia akan mendapati dirinya dalam keadaan tubuh nya tidak dapat digerakkan dan berbicara.

Selama terjadi ketindihan (sleep paralysis), tubuh beranggapan bahwa apa yang kita alami kita masih dalam keadaaan sedang bermimpi, namun pada kenyataannya apa yang kita lihat dan alami dalam keadaan sadar terbangun dari tidur. Oleh karena itu, tak jarang ketika ketindihan berlangsung kita sering melihat sosok aneh dan meyeramkan, yang mana semua hal tersebut merupakan hasil halusinasi dari mimpi kita sendiri (hypnopompic sleep paralysis).

Menurut Culesbras (2011), ketindihan (sleep paralysis) dapat disebabkan karena kurangnya kualitas tidur, terjadinya stres, seseorang yang menderita schizoprenia pada sleep nocturnal, dan sleeping on the back atau tidur pada posisi terlentang.

Apa yang harus kita lakukan ketika kita mengalami ketindihan (sleep paralysis)? Ketika mengalami ketindihan (sleep paralysis) hal pertama kali yang harus kita lakukan adalah tidak panik, karena hal itu hanya akan membuat badan untuk sulit bernafas dan bergerak. Yang kedua adalah dengan berusaha menggerakkan jempol kaki dan tangan secara perlahan-lahan.

Nah, teryata penyebab ketindihan (sleep paralysis) tidaklah seseram cerita yang sering kita dengar. Ketindihan (sleep paralysis) kerena ditindih setan hanyalah sebuah pseudosains saja.

Ketidaksempurnaan siklus tidur pada fase REM lah yang menyebabkan ketindihan (sleep paralysis). Maka dari itu membasuh muka, menenagkan diri sebelum tidur, tidur tepat pada waktu, serta menghindari posisi terlentang pada saat tidur menjadi cara yang efektif untuk mencegah ketindihan (sleep paralysis).

Referensi :

  • Larasaty, R. (2012), Hubungan tingkat stress dengan kejadian sleep paralysis pada
  • mahasiswa FIK Angkatan 2008, Fakultas Kepeerawatan Universitas Indonesia, di akses dari www.lib.ui.ac.id.
  • Ohayo,M;Zulley,J.;Guilleminault,C.;Smirne,S.(1999).“Prevalage and pathologic assosiatins of sleep paralysis in the general population”. Neurology.

Pengirim: Mupi Anisah / Mahasiswa Prodi Psikologi Universitas Brawijaya
E-mail: mupianisah@gmail.com