Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Ilustrasi orang tua dan anak

Keluarga Bonanno

Bill Bonanno adalah putra Joe Bonanno, yang merupakan imigran Sisilia dan diduga sebagai bos salah satu dari lima “keluarga” mafia New York terbesar (kelompok yang tidak selalu memiliki hubungan darah).

Keluarga Bonanno memegang kuasa dalam pengawasan berbagai persiapan bisnis legal dan ilegal yang dijalankan oleh orang-orang yang terkait dengan mereka. Kegiatan ilegal tersebut di antaranya perjudian, bisnis rente, dan pemerasan.

Joe Bonanno bukanlah orang yang berpendidikan, tetapi adalah seorang pemimpin yang sukses, meskipun kehidupannya diwarnai dengan kekerasan geng, pengawasan polisi, menjawab panggilan tertulis dari pengadilan, penuntutan dari pemerintah, dan juga pengkhianatan dari teman sejawat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, mengapa sang putra harus memilih untuk melanjutkan jejak ayahnya? Berbeda dengan sang ayah, Bill Bonanno adalah seorang yang berpendidikan tinggi, pandai berbicara, dan melakukan wajib militer.

Dia bisa saja meraih kesuksesan dalam berbagai profesi sah, tetapi sebaliknya dirinya malah memilih untuk menjalankan “bisnis keluarga” sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya. Yang didapatkannya adalah sebuah kehidupan yang serupa dengan apa yang dialami ayahnya. Dia dikenal sebagai “tokoh kejahatan terorganisasi” dan bukan sebagai “pengusaha yang sukses”.

Dari cerita di atas kita disadarkan lagi akan kuatnya pengaruh orang tua terhadap siapa diri kita. Entah orang tua masih bersama kita atau telah mendahului kita, pengaruh mereka terhadap diri kita sulit dibantah.

Suka atau tidak, mereka memiliki pengaruh yang kuat pada kita dalam hal berpikir, memandang dunia, bersosialisasi dengan lingkungan, terlibat dengan masyarakat, dan sebagainya.

Ketidakterpisahan Orang Tua dan Anak

Dalam puisinya yang berjudul Death of a Parent, Richard Eyre mengingatkan kita akan ketidakterpisahan antara kita dan orang tua kita. Di mata Eyre, “indivisibilitas” atau ketidakterpisahan itu menjadi jelas terutama ketika kedua orang tua kita masih hidup dan bersama kita.

Mari kita terjemahkan kutipan itu: “Orang tua kita selalu membayangi hidup kita...Sepanjang hidup kita, kita membawa mereka dalam diri kita—dalam bentuk wajah kita, tangan kita, hati kita.” Dengan sederhana namun jelas, kutipan ini mengingatkan kita bahwa dalam diri kita terdapat begitu banyak unsur yang berasal dari orang tua kita.

Studi yang dilakukan pada sejumlah negara bagian di Amerika Serikat misalnya, menunjukkan bahwa pemilihan bidang pendidikan serta lapangan kerja yang dipilih oleh individu dipengaruhi oleh arahan para orang tua mereka. Bahkan kepuasaan kerja individual juga dipengaruhi oleh pengaruh hubungan para individu tersebut dengan orang tuanya (Jacobs et al, 2006).

Dari ragam telaah ilmiah tentang pengaruh orang tua terhadap anak diperoleh gambaran bahwa harapan para orang tua mempengaruhi harapan anak-anak mereka (Jacobs et al, 2006). Sebagai contoh, jika orang tua mengharapkan anaknya menjadi seorang manajer, maka harapan menjadi manajer juga terbentuk pada diri anak.

Steinberg, Davila, dan Fincham (2006) mengemukakan bahwa persepsi anak dipengaruhi oleh pengalaman mereka mempersepsi perilaku orang tuanya. Oleh karena itu jika orang tua mengutamakan aspek pendidikan dalam membina anak-anak, maka pola pikir anak-anak juga akan berorientasi pada pendidikan.

Jika orang tua mengutamakan aspek ekonomi dalam mendidik anak, maka pola pikir serta pola perilaku anak-anak akan cenderung berorientasi pada aspek ekonomi pula.

Dalam hadits Nabi Muhammad saw., kehadiran orang tua itu sangat penting, terutama bagi anak-anaknya. Oleh Allah melalui hadits Rasulullah saw., kita mengetahui bahwa mereka (para orang tua) diberi kewenangan untuk membentuk anak-anak mereka. Sebagaimana tercantum dalam hadits yang artinya:

“Anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sebagai orang tua, Joe Bonanno bisa menganggap dirinya sebagai orang tua yang telah berhasil mendidik anaknya, karena apa yang ia inginkan sebagai orang tua telah dipenuhi anaknya. Atau singkatnya harapan sebagai orang tua ternyata dapat diwujudkan oleh anaknya.

Bonanno telah menjadi “seseorang yang membanggakan bagi orang tua dan keluarga” dari segi materi. Namun di sisi lain, Joe Bonanno ternyata salah memaknai sebuah kesuksesan. Kesuksesan hanya dipahami sebagai money, fame, power, and status.

Kebijaksanaan menunjukkan bahwa tidak mudah mempertahankan diri di depan uang dan reputasi. Apa yang kita kira sekedar sarana, dengan mudah berubah menjadi tuan yang memperbudak kita. Hasrat manusia akan uang dan reputasi adalah hasrat irasional yang cenderung tak terbatas.

Saat Anda memiliki uang banyak, reputasi dan nama terkenal, dan saat mereka menjadi tuan atas diri Anda, maka bersiap-siaplah mencerna sesanti Benjamin Franklin: Success has ruined many man, kesuksesan telah menghancurkan banyak orang.

Bunda Teresa, seorang peraih nobel perdamaian, menggambarkan barometer materi sebagai satu-satunya kesuksesan bukanlah suatu hal yang berakhir bahagia, “Kasih berasal dari rumah, cinta hidup dalam keluarga, maka dari itu mengapa banyak terjadi kesedihan dan ketidakgembiraan dalam dunia saat ini. Semua orang saat ini hidup sangat terburu-buru, ingin lebih bertambah kaya ingin lebih berkembang dan seterusnya, sehingga anak-anak hanya punya sedikit waktu dengan orang tuanya, orang tua hanya punya sedikit waktu bagi mereka sendiri, dan akhirnya perdamaian dunia mulai terkikis dari dalam rumah.”

Begitu banyak orang tua sekarang yang lebih mampu mengelola anak-anaknya dibandingkan mengasuh mereka. Mengelola adalah kegiatan yang kita lakukan dengan otak. Contohnya, menyelesaikan pekerjaan rumah, mengikuti les musik dan sepak bola.

Tentang bagaimana membantu anak-anak kita melakukan apa yang ingin mereka lakukan dan menjadi apa pun yang mereka inginkan. Di antaranya merancang kelompok bermain yang cocok ketika anak berumur tiga tahun sampai mengarahkan universitas mana yang tepat ketika mereka berumur delapan belas tahun.

Tapi, dengan cara mengelola seperti itu, cukupkah kita mengasuh anak? Pengasuhan merupakan kegiatan yang kita lakukan dengan perasaan dan juga otak. Ini tentang memberi pelukan dalam jadwal, pujian untuk yang tertekan, kehangatan untuk meringankan sesuatu. Tentang mengetahui siapa mereka saat ini, karena kita akan membantu mereka menjadi seperti yang mereka inginkan.

Metafor pengasuhan paling buruk berbunyi seperti ini, “Anak merupakan gumpalan tanah liat, dan orang tua adalah pematungnya.” Anak-anak sekadar tanah liat dan orang tua-lah yang membentuk anak-anak agar meningkatkan status mereka sendiri, atau perluasan ego mereka sendiri, pada akhirnya gagal. Dan akan merugikan anak-anak dalam proses perkembangan mereka.

Analogi yang lebih baik adalah analogi semaian. Pohon kecil hijau yang ditanam di taman semuanya mirip, tapi ternyata ada pohon ek, pohon pinus, dan pohon apel.

Kita tidak membentuk mereka melain merawatnya, mencari tahu pohon jenis apa, mempelajari apa yang mereka perlukan, menyediakan pasokan air yang memadai, serta memberi pupuk agar tanaman tumbuh maksimal.

Bill Gates

Mari kita beranjak ke kisah inspiratif berikut. Anda pasti kenal Bill Gates, pemilik perusahaan Microsoft. Dalam perjalanan turnya ke universitas-universitas di Amerika, Gates mendapatkan banyak pertanyaan mahasiswa yang ingin tahu bagaimana Gates memanfaatkan teknologi.

Gates menjawab dengan santai bahwa dia memanfaatkan teknologi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan anaknya, untuk belajar bersama anaknya, bahkan meminta anaknya mengajarkan sebuah teknologi yang belum dia ketahui. Tidak semua orang tua paham akan teknologi dan tidak ada salahnya belajar kepada anak.

Selain menambah wawasan tentang pengetahuan teknologi, juga menambah kedekatan antara ayah dan anak. Ada juga petanyaan tentang bagaimana Gates mendidik anaknya agar tidak manja dengan semua kekayaan ayahnya yang luar biasa.

Gates menjawab bahwa dia justru mengembangkan dan memberikan ruang untuk anaknya berkreasi, bukan memanjakannya dengan mainan dan teknologi terdepan. Hal ini sungguh berkebalikan dengan kehidupan sehari-hari kita yang justru membanjiri anak dengan teknologi dan mainan tercanggih, walaupun pengetahuan kita tentang hal ini masih sedikit.

G. Kingsley Ward

Ada cerita lain mengenai kekayaan. Saya ambil dari kisah nyata G. Kingsley Ward. Dalam buku The Lessons. Kingsley adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki tujuh perusahaan. Sebenarnya kebiasaan Kingsley sangat menarik untuk ditiru pada zaman sekarang. Kingsley tidak pernah berhenti untuk menyurati anaknya, bahkan saat anaknya mengalami kegalauan, Kingsley menasihati anaknya melalui cerita-cerita sederhana.

Salah satunya, anak Kingsley pernah bertanya kepadanya tentang kesuksesan. Rupanya anaknya sangat khawatir jika pada masa depan dia tidak bisa menyamai kesuksesan ayahnya karena dia menganggap Kingsley adalah orang yang sukses dan pemenang besar. Lalu, Kingsley menjawab surat anaknya ini dengan sangat baik.

Kingsey menjelaskan bahwa semasa SMA dia hanya mendapatkan nilai 60 dan gagal untuk masuk ujian universitas. Kingsley lalu menjelaskan “Moral, semangat, kerja keras, dan tanggung jawab merupakan pilihan yang harus diambil dalam kehidupan sehari-hari. Caramu bersikap di masyarakat adalah ujian bagi moralmu; caramu tampil di lapangan football atau basket menegaskan semangat macam apa yang kau miliki; jumlah serta kualitas waktu dan konsentrasi yang kau curahkan pada studimu membentuk kerajinan atau sebaliknya. Karena itu, pikirkan setiap perbuatanmu dan tanyai dirimu, 'Apakah ini bertanggung jawab?' Karena pada akhirnya, tanggung jawab menentukan kesuksesan."

Sebagai orang tua tentunya kita harus meyakini bahwa keluarga merupakan faktor utama yang mampu memberikan pengaruh terhadap pembentukan dan pengarahan akhlak anak. Keluarga akan terus memberikan pengaruh dari masa kanak-kanak, saat memasuki usia sekolah, sampai anak lepas dari pengasuhan orang tua atau telah dewasa. Anak akan mengambil prinsip kehidupan, akhlak, norma-norma sosial dari kedua orang tua dan keluarganya.

Satu hal yang tidak boleh kita lupa kebaikan dan kerusakan anak-anak akan mengikuti kebaikan dan kerusakan orang tuanya, karena bagi anak kebenaran adalah apa yang bisa diterima oleh kedua orang tuanya dan kesalahan menurut anak adalah apa yang ditolak oleh orang tua.

Pengirim: Dewi Ayu Larasati, SS, M. Hum / Staf Pengajar Universitas Sumatra Utara 
E-mail: dewiayularasati0305@gmail.com