Pekerjaan paling sulit adalah menjadi orang tua. Bukan hanya tentang memberikan mereka makan dan pakaian, tetapi juga mendidik mereka agar menjadi anak yang mampu berkembang dengan baik di masa depan.
Orang tua akan mencoba memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, tetapi mereka sering kali tidak menyadari ketika melakukan kesalahan. Tidak sedikit orang tua yang membekas dan menjadi masalah psikologis pada anak. Kesalahan yang berkembang akan menjadi toxic dalam keluarga.
Coba baca ini dan temukan apakah Anda termasuk dari orang tua yang toxic atau apakah Anda temasuk anak yang berada dalam lingkungan keluarga toxic?
Tulisan ini menyadur dari themindsjournal.com yang menyatakan bahwa ada 13 ciri orang tua toxic:
1. Orang tua yang selalu memanjakan anak
Beberapa orang tua menyakini bahwa menyayangi anak dilakukan dengan memberikan setiap apa yang anak inginkan tanpa berkata tidak. Namun, sebenarnya ini adalah pola pengasuhan yang tidak tepat. Pola ini akan membuat anak tidak mampu mandiri dan kesulitan untuk mengelola diri.
Ketika dewasa anak akan terkejut dengan sistem lingkungan luar yang penuh ketegasan, tidak semua hal yang mereka inginkan akan terpenuhi, anak juga akan merasa tidak aman jika berada di luar lingkungan rumah.
Memang tidak semua anak yang dimanja akan mendapatkan masalah seperti ini, tetapi ini bukan satu-satunya pola asuh yang bisa Anda lakukan.
2. Orang tua yang terlalu banyak mengkritik
Anak akan selalu tertarik dengan apa yang orang dewasa lakukan, seperti memotong sayuran, melipat pakaian atau menyapu lantai. Beberapa anak akan sangat bersemangat untuk mencobanya, tetapi ketika mereka melakukannya, banyak pekerjaan yang tidak selesai dan menjadi kacau.
Hal ini membuat anak mendapatkan kritik tentang hasil pekerjaannya, seperti jika anak menyapu lantai dan kurang bersih maka orang tua akan mengkritik dengan kata-kata “bisa menyapu tidak sih?” atau “memangnya tidak pernah melihat mama menyapu? Begini saja tidak bisa”.
Memberikan masukan kepada anak adalah hal yang baik sebagai umpan balik dari tindakan mereka, agar anak mengertahui apa yang benar dan yang salah. Namun, harus diperhatikan kembali, jika Anda terlalu banyak menyalahkan dan mengkritik maka anak akan merasa tertekan dan menyalahkan diri sendiri. Banyak anak yang stres dan memilih tidak akan melakukannnya lagi atau menyalahkan dan membenci diri sendiri karena tidak mampu melakukan segalanya dengan baik.
Pola pengasuhan ini akan menjadi boomerang dikemudian hari, orang tua berniat agar anak tidak melakukan kesalahan yang lebih parah, tapi juga menimbulkan konflik batin pada anak sehingga anak tidak menpercayai dirinya sendiri. Kritik dapat sesekali dilakukan dengan tidak menyalahkan anak.
3. Orang tua yang menuntut perhatian anak secara berlebihan (mengekang)
Orang tua terkadang secara tidak dasar menuntut perhatian anak secara berlebihan sehingga anak tidak mampu mempelajari keterampilan lain.
Contohnya, orang tua yang memilihkan dengan siapa anak berteman karena takut sang anak masuk dalam pergaulan bebas atau anak tidak diperbolehkan untuk mengikuti organisasi di sekolah karena takut kelelahan.
Hal ini memang terkesan untuk kebaikan anak. Namun, hal ini juga dapat memicu stres anak. Meskipun sulit dilakukan, tapi cobalah untuk memberikan ruang yang cukup bagi anak-anak Anda untuk tumbuh memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
4. Orang tua yang membuat "lelucon" toxic tentang anak
Semua orang tua terkadang tidak sadar jika apa yang dikatakannya dapat melukai hati anak. Mereka selalu menganggap perkataan jahat mereka sebagai lelucon. Padahal hal ini dapat menjadi masalah besar.
Sebagai orang tua, Anda tidak perlu menjadikan tinggi badan, berat badan, masalah kulit atau nilai pelajaran yang buruk menjadi bahan perbincangan yang Anda anggap sebagai lelucon. Karena bisa jadi lelucon Anda diartikan sebagai penghinaan oleh anak.
Anak akan menjadi rendah diri dan merasa tidak sebaik orang lain. Jika memang kalian menganggap hal ini (misalnya berat badan anak) menjadi sebuah masalah, maka silahkan bicarakan baik-baik, jangan melakukan kritik dengan cara yang sarkastik.
5. Orang tua yang menyebabkan anak membenarkan perilaku kekerasan
Salah satu toxic terbesar dari orang tua adalah anggapan melakukan kekerasan fisik (memukul, mencubit, dan sebagainya) atau memarahi anak dengan membentak adalah hal yang pantas atau wajar dilakukan. Jika kalian sebagai orang tua menganggap hal di atas benar maka Anda harus segera memperbaiki pemikiran Anda.
Apakah kalian mengetahui bahwa orang tua yang toxic akan selalu dapat memutarbalikkan setiap situasi, meraka akan membuat anak hanya memiliki 2 pilihan:
- Menerima bahwa orang tua mereka salah karena melakukan kekerasan,
- Merasa tidak berdaya dan menginternalisasi semua kesalahan orang tua menjadi kesalahan anak.
Dalam kebanyakan kasus, anak-anak, bahkan mereka yang sudah dewasa sekarang, memilih opsi yang kedua. Anak akan percaya bahwa ketika orang tua memarahi atau memukul mereka maka itu disebabkan oleh kesalahan mereka. Padahal semua itu tidaklah benar, bisa jadi orang tua hanya melampiaskan emosinya kepada anak secara tidak sadar.
Pola pengasuhan ini hanya menghambat perkembangan anak. Anak akan merasa tidak percaya diri. Anak juga akan menganggap bahwa mereka layak menerima perilaku terburuk dari orang tua mereka.
6. Orang tua yang tidak mengizinkan anak untuk mengekspresikan emosi negatif
Banyak dari orang tua yang meremehkan emosi negatif anak mereka. Emosi negatif yang diabaikan akan membuat anak tidak bisa mengekspresikan emosinya secara benar, banyak juga yang akhirnya melakukan tindakan menyimpang.
Contohnya: orang tua yang tidak memperbolehkan anaknya untuk marah. Mereka bisa mencari alternatif pada hal-hal menyimpang untuk mengekspresikan marahnya, misalnya melukai diri sendiri.
Tidak salah jika orang tua membantu anak untuk fokus pada perasaan positif. Namun, menjadi benar-benar tidak peduli terhadap perasaan negatif juga tidak benar. Ini hanya akan membuat anak tumbuh dewasa dengan tidak memiliki kemampuan mengatur emosi dan menangani hal-hal negatif dalam hidupnya.
7. Orang tua yang membuat anak menghormatinya karena takut
Benar jika anak harus menghormati orang tuanya. Namun, tidak benar jika membuat anak merasa takut dengan orang tuanya sendiri. Misalnya orang tua yang menerapkan disiplin tinggi pada anak, dengan menggunakan kata-kata yang kejam untuk mendukung perilaku disiplin ini. Pola pengasuhan seperti ini dapat merusak mental anak. Terkadang hal ini dapat melukai anak selamanya dan meninggalkan ketakutan pada anak.
Faktanya, anak-anak yang merasa dicintai, didukung, dan memiliki komunikasi baik dengan orang tuanya jauh lebih mungkin untuk bahagia sebagai orang dewasa. Anak-anak tidak perlu takut kepada orang tua untuk menunjukkan rasa hormat mereka.
8. Orang tua yang mendahulukan perasaannya sendiri
Ini adalah cara berpikir kuno yang tidak menumbuhkan hubungan positif antara orang tua dan anak yaitu orang tua yang meyakini bahwa kebutuhan dan perasaan orang tua harus selalu diprioritaskan. Menganggap bahwa orang tua adalah pelaksana kekuatan utama keluarga.
Meskipun orang tua memang perlu membuat keputusan akhir tentang segala hal, misalnya rencana liburan, rencana makan malam, dsb. Namun, perlu juga untuk mempertimbangkan perasaan setiap anggota keluarga - termasuk anak-anak. Pendapat anak tidak kalah pentingnya dengan orang tua.
Sebaliknya, orang tua yang toxic akan terus-menerus memaksa anak untuk menekan perasaannya sendiri demi memuaskan ego orang tua.
9. Orang tua yang menuntut anak untuk menjadi seperti apa yang orang tua inginkan
Toxic ini banyak sekali terjadi di Indonesia. Contoh paling sering terjadi adalah ketika anak ingin memilih karir mereka. Orang tua yang memiliki toxic ini akan berkata "kami mendukung keputusanmu untuk kuliah, tapi kami ingin kamu mengambil jurusan ini"- jurusan tertentu yang orang tuanya inginkan.
Mereka tampak seperti orang tua yang benar-benar mendukung cita-cita anaknya, tapi yang sering terjadi adalah mempersulit anak untuk benar-benar mencapai kenginginan mereka. Perilaku ini dapat menghancurkan anak Anda, jika Anda tetap melakukannya.
10. Orang tua yang menggunakan rasa bersalah dan uang untuk mengontrol anak
Banyak orang tua toxic yang meggunakan rasa bersalah anak sebagai bagian dari taktik mereka. Mencoba mengendalikan anak bahkan sampai dewasa. Anak mungkin ingin menolak tetapi orang tua akan mengatakan "semua yang telah mereka lakukan untuk Anda-termasuk biaya sekolah, makan, dan sebagainya", sehingga anak merasa bersalah dan gagal keluar dari lingkaran toxic ini.
Orang tua yang sehat tahu bahwa anak-anak tidak berhutang apapun kepada mereka, karena anak tidak memintanya sejak awal, tapi orang tua yang memilih untuk merawat dan membesarkan mereka.
11. Orang tua yang senang mendiamkan anak
Sebagai orang tua terkadang juga memiliki masalah diluar mengasuh anak, seperti masalah pekerjaan, masalah dengan teman, dsb yang membuat orang tua terkadang stres dan secara tidak sadar mengabaikan anak. Biasanya hal ini secara tidak sadar dilakukan oleh orang tua agar anak tidak terkena dampak dari emosi orang tua yang sedang tidak stabil.
Memang sulit untuk berkomunikasi ketika sedang merasa stres dan marah, tetapi mengabaikan seorang anak dengan perlakuan diam juga dapat mempengaruhi mental anak.
Perilaku pasif-agresif ini menghambat semua jenis hubungan. Hal ini akan membuat penerima merasa tertekan untuk memperbaiki situasi, bahkan ketika mereka tidak melakukan kesalahan.
Jika orang tua terlalu marah untuk melakukan percakapan dengan anak, cobalah untuk berkomunikasi dulu dengan anak (seperti, besok ya kita mainnya, hari ini ayah sangat lelah), sebelum pergi untuk menengkan diri dan menyelesaikan masalah.
Orang tua yang toxic tidak akan pernah terlibat dalam interaksi timbal balik yang didukung oleh keterampilan mendengarkan dan pemahaman yang baik.
12. Orang tua yang mengabaikan batasan
Dalam situasi tertentu, orang tua mungkin memerlukan pemantauan untuk melindungi anak mereka. Namun, orang tua juga dapat memberikan batasan pada dirinya sendiri agar tidak melanggar privasi anak, khususnya yang sudah remaja.
Orang tua yang toxic akan mengabaikan batasan-batasan ini setiap saat. Dampaknya hubungan orang tua dan anak akan merenggang dan orang tua akan kehilangan kepercayaan dari anak.
Orang tua memiliki hak untuk memantau perkembangan anak, tapi harap berhati-hati. Orang tua yang sering melanggar privasi anak akan membuat anak kebingungan tentang batasan antara diri sendiri dan orang lain.
13. Orang tua yang membuat anak bertanggung jawab atas kebahagiaan mereka
Orang tua yang merasa anak bertanggung jawab dengan kebahagiaan mereka biasanya akan membuat harapan yang tidak realistis terhadap anak. Memaksakan keinginan mereka diatas keinginan anak adalah hal yang tidak benar dilakukan. Hal ini akan membuat anak sulit memahami bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kebahagiaan dirinya sendiri.
Jika salah satu orang tua Anda secara langsung atau tidak langsung menganggap Anda bertanggung jawab atas ketidakbahagiaan mereka, maka itu tandanya mereka sedang menempatkan harapan yang tidak realistis pada peran Anda dalam hidup mereka.
Memutus hubungan dengan orang-orang toxic dihidup Anda mungkin tampak mustahil, terutama jika salah satunya adalah orang tua.
Namun, jika Anda sebagai orang tua harap untuk segera mengendalikan perilaku Anda agar anak Anda dapat tumbuh menjadi anak yang sehat secara mental dan emosional.
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Anak Thom Haye Sakit: Mungkin Ada Sesuatu yang Salah
-
KPR BRI Property Expo 2024, Permudah Proses Pilih dan Beli Rumah di Area Surabaya
-
Anak Abah dan Ahoker Dukung Pramono-Rano, Ahok: Negara Lebih Penting dari Ras dan Agama
-
Jumlah Pemain Judi Online RI Tembus 8,8 Juta: 97 Ribu TNI/Polri, 80 Ribu Anak di Bawah Umur
-
Fuji Ajak Gala Sky Berbagi dengan Anak Yatim, Netizen Kagum pada Pola Asuh Keluarga Haji Faisal
Lifestyle
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?
-
4 Pilihan OOTD Hangout ala Park Ji-hu yang Wajib Dicoba di Akhir Pekan!
-
Tips Sukses Manajement waktu Antara Kuliah dan Kerja ala Maudy Ayunda
-
4 Rekomendasi Jurusan Kuliah untuk Kamu yang Punya IQ Tinggi, Mau Coba?
Terkini
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
Menyantap Pecel Lele Faza, Sambalnya Juara
-
Antara Kebencian dan Obsesi, Ulasan Novel Malice Karya Keigo Higashino