Sindrom Misogini akhir-akhir ini seringkali terdengar familiar di telinga. Bukan tanpa alasan, hal ini juga dipengaruhi mengenai gender yang terkadang mengalami diskriminasi. Sindrom ini sering menempatkan perempuan sebagai akibat dari suatu permasalahan.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa sindrom ini cenderung mendiskriminasi seorang perempuan. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh seorang laki-laki saja, tapi juga seorang perempuan yang juga membenci perempuan lain. Orang yang memiliki sindrom Misogini disebut Misoginis.
BACA JUGA: 4 Kesulitan yang Bisa Dirasakan saat Tinggal di Desa, Seadanya!
Disadur dari allodokter.com, Misoginis berasal dari kata miso yang berarti membenci dan gyne yang berarti wanita. Sindrom ini bisa terjadi karena adanya hak istimewa pria, contohnya seperti seorang pemimpin harus seorang pria.
Faktor pengidap sindrom Misogini
1. Trauma masa kecil
Jika kita membicarakan mengenai trauma, tentu saja itu bukan hal yang bisa disembuhkan secara total. Seorang Misoginis bisa jadi pernah mendapat perlakuan buruk atau perundungan dari seorang wanita. Bisa dari ibunya, bibinya, atau saudara perempuan.
BACA JUGA: 4 Bahaya Jika Kamu Tidak Pernah Merasakan Kesulitan Hidup
2. Pola asuh
Pola asuh yang salah bisa menjadikan seorang pria menjadi Misoginis. Saat dirinya mendapat pola asuh yang keras sedangkan saudara perempuannya mendapatkan pola asuh yang berbeda dan istimewa. Tentu saja hal ini bisa menimbulkan perasaan yang menjadikan anak laki-laki tersebut berfikir bahwa seorang perempuan itu tidak sekuat laki-laki.
BACA JUGA: 5 Tips Memulai Kebiasaan Ramah Lingkungan dan Alasan Kenapa Perlu Melakukannya
3. Pola pikir yang salah
Laki-laki dan perempuan sama saja manusia. Namun, seakan kita sudah mempunyai aturan yang berlaku dan mengakar bahwa pria itu harus terlihat kuat. Tidak boleh menangis dan selalu lebih kuat daripada wanita. Tentu saja hal ini menjadikan pria tersebut mempunyai sindrom Misogini.
Diskriminasi gender bukanlah hal yang patut dilakukan. Sebagai seseorang yang berpendidikan, seharusnya kita menerapkan penyetaraan gender. Tidak masalah jika pria itu menangis dan jangan pernah menjadikan wanita sebagai objek dari suatu permasalahan. Dampak negatif dari seorang Misoginis adalah saat ia menjalin pernikahan dengan seseorang, ia bisa saja melakukan kekerasan.
Jadi, sikap ini tentu harus kita hilangkan. Wanita tidaklah lemah dan pria juga wajar jika mengeluh dan menangis. Seorang Misoginis cenderung tidak merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang mengidap sindrom Misogini.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Fakta Menarik dari 'Smugglers', Film Baru Korea yang Penuh Bintang Korea
-
Disney Rilis 'Haunted Mansion' Tayang Juli di Bioskop, Moviegoer Merapat!
-
Film 'Galaksi' Adaptasi Wattpad Tayang di Bioskop Agustus 2023, Sudah Siap?
-
Rumbling Lanjut, Attack on Titan Final Season Tayang Musim Gugur Mendatang!
-
Doraemon Nobita's Sky Utopia Hadir di Bioskop Indonesia Bulan Juli Ini!
Artikel Terkait
-
Picu Kebingungan Warganet, Siapa yang Berhak Menentukan Mahar dalam Islam?
-
Demi Capai Kesetaraan Gender, Perempuan Didorong Jadi Pilar Masa Depan Indonesia
-
7 Tanaman Obat untuk Keputihan pada Wanita yang Terbukti Ampuh
-
7 Ramuan Tradisional untuk Kesuburan Wanita yang Terbukti Secara Ilmiah
-
Peluang Bisnis Online 2025 yang Cocok untuk Wanita, Fleksibel dan Menguntungkan!
Lifestyle
-
4 Ide Outfit Harian dari Winter aespa, Cocok Buat yang Suka Gaya Minimalis!
-
Chill dan Stylish, Ini 4 Daily Look ala BIBI yang Cocok Buat Kamu Coba
-
5 Pilihan Sepatu Kanvas Lokal Buat OOTD Ngampus-mu Biar Makin Hype!
-
3 Inspirasi Outfit Dokter Muda ala Choo Young Woo, Smart dan Professional!
-
Simpel tapi Stunning! 4 Ide Basic OOTD Style ala Yuna ITZY yang Mudah Ditiru
Terkini
-
Review Film Sweet 20: Keajaiban yang Bikin Nenek Jadi Gadis Muda Lagi
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
-
Cate Blanchett Isyaratkan Ingin Pensiun dari Dunia Akting: Aku Mau Berhenti
-
5 Anime yang Paling Banyak Dinominasikan di Crunchyroll Anime Awards 2024
-
Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Kebiasaan Pakai AI: Kemajuan atau Ancaman?