Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Syafitri Amanda
ilustrasi resolusi (Pexels/Kiersten Williams)

Banyak orang memulai tahun baru dengan semangat tinggi dan daftar resolusi yang ambisius. Namun, kenyataannya, sebagian besar resolusi tahun baru gagal tercapai. Menurut penelitian dari University of Scranton, hanya sekitar 8% orang yang berhasil mencapai resolusi mereka (Norcross et al., 2002).

Fenomena ini sering kali membuat orang merasa frustrasi atau bahkan enggan mencoba lagi di tahun berikutnya. Mengapa hal ini terjadi? Berikut alasan mengapa resolusi tahun baru sering kali tidak tercapai.

1. Target yang tidak realistis

ilustraasi menulis (pexels.com/picjumbo.com)

Salah satu alasan utama kegagalan adalah menetapkan tujuan yang terlalu besar atau tidak realistis. American Psychological Association (APA) menyebutkan bahwa menetapkan ekspektasi yang tidak masuk akal dapat membuat seseorang cepat kehilangan motivasi (APA, n.d.).

Misalnya, ingin menurunkan berat badan 20 kg dalam satu bulan adalah target yang sulit dicapai dan berpotensi membahayakan kesehatan. Ketika hasil yang diharapkan tidak segera terlihat, banyak orang merasa kecewa dan akhirnya menyerah sebelum mencapai tujuan. Resolusi yang tidak realistis juga sering kali disertai dengan kurangnya pemahaman tentang upaya yang sebenarnya diperlukan untuk mencapainya.

2. Kurangnya strategi dalam membuat resolusi

ilustrasi jadi nyata (pexels.com/Bich Tran)

Banyak orang membuat resolusi tanpa merencanakan langkah-langkah konkret untuk mencapainya. Menurut Harvard Business Review (2017), tanpa perencanaan yang spesifik, resolusi hanya menjadi niat tanpa tindakan nyata.

Sebagai contoh, resolusi seperti "ingin lebih produktif" tidak akan efektif tanpa menetapkan apa yang dimaksud dengan produktif atau bagaimana cara mencapainya. Akibatnya, resolusi tersebut cenderung terlupakan di tengah kesibukan sehari-hari. Rencana yang jelas bertindak sebagai panduan yang membantu seseorang tetap fokus dan termotivasi sepanjang perjalanan mereka menuju tujuan.

3. Gagal mempertahankan kebiasaan

tulisan fail (pexels.com/Markus Winkler)

Kurangnya konsistensi adalah faktor lain yang sering menyebabkan kegagalan. Sebuah studi dari Journal of Clinical Psychology menunjukkan bahwa kebiasaan membutuhkan waktu untuk terbentuk, tetapi banyak orang menyerah sebelum mencapainya (Lally et al., 2010).

Misalnya, seseorang yang berkomitmen untuk berolahraga setiap hari sering kali melewatkan beberapa sesi di minggu pertama, yang kemudian berkembang menjadi kebiasaan meninggalkan tujuan sepenuhnya. Konsistensi sangat penting karena perubahan yang berarti biasanya membutuhkan waktu dan dedikasi jangka panjang. Tanpa komitmen untuk terus mencoba, meskipun menghadapi tantangan, keberhasilan sulit diraih.

4. Kurangnya evaluasi secara berkala

ilustrasi orang sedang menilai (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Tidak mengevaluasi progres secara berkala membuat seseorang kehilangan arah. Tanpa pengukuran, sulit mengetahui apakah seseorang telah mencapai tujuan atau tidak (APA, n.d.). Misalnya, seseorang yang ingin menabung lebih banyak mungkin tidak menetapkan target bulanan atau tidak memantau pengeluarannya, sehingga tidak tahu apakah mereka sudah berada di jalur yang benar.

Pengukuran kemajuan juga memberikan kesempatan untuk merayakan pencapaian kecil, yang dapat meningkatkan motivasi. Tanpa refleksi dan evaluasi, seseorang cenderung kehilangan motivasi dan merasa usaha mereka sia-sia.

Resolusi tahun baru sering kali gagal bukan karena kurangnya niat, tetapi karena kurangnya perencanaan, realisme, dan pendekatan yang tepat. Mengetahui penyebab kegagalan ini dapat membantu lebih realistis dan terarah dalam membuat resolusi di masa depan. Dengan memahami hambatan yang mungkin dihadapi, akan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan tersebut dengan lebih baik.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Syafitri Amanda

Baca Juga