Bimo Aria Fundrika | Giovanni Battista
Komunitas Bermain Yogyakarta menawarkan alternatif baru sebuah ruang pulang yang tidak hanya menyediakan aktivitas permainan, tetapi juga keluarga baru bagi para perantau.
Giovanni Battista

Yogyakarta dikenal sebagai kota yang ramah, tenang, dan penuh kesempatan belajar. Namun, dibalik citranya sebagai “Kota Pelajar”, ada dinamika emosional yang dialami ribuan anak rantau yaitu rindu rumah, tekanan kuliah, lingkaran pertemanan yang terus berubah, hingga kebutuhan akan ruang aman untuk bersosialisasi.

Di tengah kondisi tersebut, kehadiran Komunitas Bermain Yogyakarta menawarkan alternatif baru sebuah ruang pulang yang tidak hanya menyediakan aktivitas permainan, tetapi juga keluarga baru bagi para perantau.

Komunitas Bermain Yogyakarta bermula dari kebutuhan sederhana yaitu mencari teman untuk mengisi waktu luang dan melepas penat.  Seiring berjalannya waktu, komunitas ini berkembang menjadi wadah yang lebih besar.

Kebanyakan anggota adalah mahasiswa dan pekerja muda dari luar daerah, yang datang ke Jogja dengan harapan menemukan tempat nyaman di tengah kesibukan dan keramaian kota.

“Awalnya cuma ikut karena diajak teman, tapi lama-lama merasa nyaman. Rasanya seperti pulang ke rumah, tapi versi teman-teman sebaya,” ujar salah satu anggota di Komunitas Bermain Yogyakarta.

Ucapan tersebut menggambarkan kondisi banyak perantau yang merindukan suasana kekeluargaan. Komunitas ini mengisi kekosongan itu melalui kegiatan sederhana bermain tradisional, diskusi santai, membuat proyek kreatif bersama, hingga hanya duduk berbagi cerita.

Ciri khas Komunitas Bermain Yogyakarta adalah suasananya yang cair dan fleksibel. Tidak ada senioritas, tidak ada tekanan untuk menjadi seseorang, dan tidak ada keharusan untuk tampil sempurna. Anak rantau sering datang dengan berbagai cerita seperti lelah kuliah, rindu rumah, atau ingin sekedar rehat dari rutinitas. Melalui rutinitas berkumpul mingguan dan aktivitas spontan, komunitas ini menjadi tempat bagi anggota untuk merasa dilihat dan didengar. 

Perasaan diterima inilah yang kemudian menciptakan ikatan seperti keluarga. Anggota saling menyemangati ketika menghadapi ujian, membantu satu sama lain saat mengalami kesulitan, dan merayakan keberhasilan kecil maupun besar bersama-sama.

Beberapa anggota bahkan menyebut komunitas ini sebagai “rumah kedua” bukan karena fasilitasnya, tetapi karena kehangatan manusia di dalamnya.

Selain memberi rasa nyaman, Komunitas Bermain Yogyakarta juga membuka peluang untuk membangun relasi baru. Yogyakarta adalah kota yang penuh keberagaman mahasiswa dari berbagai provinsi, pekerja, dan komunitas hobi.

Dengan latar belakang yang beragam, setiap pertemuan komunitas menghadirkan pertukaran perspektif yang menarik. Banyak anggota yang awalnya datang sendirian akhirnya menemukan koneksi baru baik dalam konteks pertemanan.

Kegiatan komunitas pun variatif, seperti 

  1. Permainan tradisional, untuk mencairkan suasana dan mengenal karakter satu sama lain serta melestarikan permainan tradisional dan membuat nostalgia.
  2. Diskusi ringan, tempat berbagai topik kreatif hingga isu keseharian diulas secara santai.
  3. Karya bersama, seperti membuat konten, proyek sosial, atau kegiatan berbagi.
  4. Gathering lintas kampus, yang sering mempertemukan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta.

Dengan sifatnya yang terbuka, siapapun bisa masuk tanpa merasa canggung. Ketika ada anggota baru, mereka langsung disambut dalam lingkaran obrolan sebuah bentuk keramahtamahan khas Jogja yang tercermin dalam komunitas ini.

Komunitas Bermain Yogyakarta bukan hanya wadah untuk bermain. Ia berkembang menjadi ruang aman untuk bertumbuh secara sosial dan emosional. Anak rantau sering menghadapi tekanan seperti tuntutan akademik, adaptasi budaya, hingga kesulitan finansial atau pertemanan. Melalui komunitas ini, mereka menemukan cara sehat untuk menjaga keseimbangan diri.

Para anggota terkadang menghabiskan waktu bersama di luar jadwal pertemuan seperti belajar bareng, olahraga, mengeksplorasi cafe baru, hingga merencanakan perjalanan. Hubungan yang terbangun tidak semata-mata karena kegiatan, tetapi karena pengalaman bersama sebagai perantau. Di sinilah komunitas memainkan peran penting menjadi jembatan agar setiap anggotanya tidak merasa berjalan sendirian.

Nama “Komunitas Bermain Yogyakarta” mungkin sederhana, tetapi filosofi di baliknya jauh lebih dalam. Bermain menjadi pintu masuk untuk menciptakan relasi, kegiatan sederhana menjadi sumber kehangatan, dan kebersamaan menjadi inti dari semuanya.

Di kota yang menjadi saksi banyak perantau tumbuh dewasa, komunitas ini adalah pengingat bahwa keluarga bisa ditemukan di mana saja, sepanjang ada ruang yang membuat orang merasa aman, diterima, dan dihargai.

Sebagai kota pelajar, Yogyakarta tidak hanya membentuk akademik, tetapi juga membentuk karakter dan hubungan manusia. Komunitas Bermain Yogyakarta adalah salah satu ruang yang membuktikan bahwa pertemanan dan kebersamaan tetap menjadi kebutuhan penting bagi anak muda hari ini.

Baca Juga