Pemerintah berencana untuk menaikkan iuran BPJS kesehatan mulai awal tahun 2020. Langkah itu diambil karena dianggap tepat untuk mengatasi masalah keuangan BPJS kesehatan.
Sebab keuangan BPJS kesehatan selama dua tahun belakangan terus berdarah-darah, dikarenakan banyak regulasi dan sistem kebijakan BPJS kesehatan yang tidak tepat dan sudah jauh dari filosofi UU SJSN dan UU badan penyelenggara jaminan sosial.
Kebijakan BPJS kesehatan sudah tidak rasional , diperparah karena menimbulkan dampak dengan manajemen yang selalu merugi, termasuk minimnya kesejahteraan bagi tenaga kerja kesehatan serta utang BPJS kesehatan pada rumah sakit menunjukkan BPJS kesehatan gagal total.
Manajemen dan kebijakan BPJS kesehatan berdampak pada reputasi dan memukul wajah pemerintah. Bagaimana tidak, gagalnya BPJS kesehatan dapat dianggap “peras rakyat” hal yang mendasar dan urgent tidak dapat diatasi, ibarat kapal BPJS kesehatan semakin oleng. Apalagi solusi kekinian BPJS kesehatan dengan rencana kenaikkan tarif iuran peserta menunjukkan cara instant dan cenderung pola pikir ala pembisnis semata , sementara ironisnya disisi lain manajemen BPJS masih hanya memikirkan peningkatan sarana untuk internal mereka saja kata Azmi.
Pada tahun 2018 presiden Jokowi mengatakan seharusnya kegaduhan dan tema tunggakan utang BPJS kesehatan tidak sampai ke presiden cukup dilevel Menteri saja.
Kenaikkan iuran BPJS kesehatan saat ini untuk sekadar menjaga kredibilitas negara, seolah sebagai konsekuensi UU SJSN. Namun disisi lain, keputusan ini membuktikan penyelenggaraan BPJS kesehatan gagal paham karena belum mengoreksi sumber masalah. Seperti yang dikatakan oleh direktur utama BPJS kesehatan , yaitu Fahmi Idris ,yang menilai tak ada cara lain untuk mnyelamatkan program jaminan kesehatan nasional {JKN} selain menaikkan iurannya.
Ia juga meyakini kenaikkan iuran ini nashi terjangkau bagi masyarakat. Sebab jika dihitung perharinya, biaya yang dikeluarkan masyarakat relatif terjangkau. Menurutnya faktor utama yang mnyebabkan keuangan BPJS yang terus menipis karena iuran yang dibayarkan masyarakat tak sesuai.
Sementara itu , wakil Menteri keuangan Mardiasmo mengaku telah ratusan kali menggelar rapat soal defisit keuangan BPJS kesehatan. Dalam rapat tersebut pemerintah mencari cara agar keuangan BPJS kesehatan tidak tekor. Salah satu cara yang dipertimbangkan pemerintah, yakni menaikkan iuran BPJS kesehatan.
Adapun cara pertama yang coba dilakukan pemerintah, yakni memperbaiki sistem dan manajemen JKN, termasuk didalamnya melakukan pendataan peserta. Cara kedua, lanjut Masdiarso yakni penguatan peran pemerintah daerah dalam rangka penguatan BPJS kesehatan. Ketiga, barulah kenaikan iuran peserta.
Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan defisit badan penyelenggara jaminan sosial {BPJS} kesehatan terjadi setiap tahun sejak awal berdirinya tahun 2014. Suntikan dana dari pemerintah dan naiknya iuran BPJS tidak mampu menuntaskan masalah defisit ini. Bahkan pelayanan pun buruk. Kenaikkan iuran BPJS semakin membebani rakyat , tujuan adanya BPJS pun dalam menjamin agar peserta memperoleh kesehatan dan perlindungan tidak tercapai.
Menaikkan iuran BPJS kesehatan tidak akan bias mengatasi defisit dari BPJS ungkap netty, yang menolak adanya kenaikkan iuran BPJS kesehatan. Fraksi PKS tegas dan konsisten dalam argumennya yang menolak keras adanya kenaikkan iuran BPJS. Masyarakat kita menjerit tidak bisa membayar, walau mereka diperas, imbuhnya. Sekali lagi itu adalah kedzaliman dan penidasan. Apalagi dalam 1 KK ada 5 orang, harus bayar semua, sudah tak punya uang harus bayar lagi.
Terang Ansory siregar dari fraksi PKS. PKS juga meminta pemerintah memikirkan kembali dan menarik keputusan yang sudah tertuang dalam perpes no.75 tahun 2019 perubahan atas peraturan presiden no. 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan. Wakil ketua komisi IX DPR RI, Nihayatul wafiroh sebelumnya juga meminta pemerintah terutama pada kementiran kesehatan {MENKES}, badan penyelenggara jaminan sosial {BPJS} kesehatan dan dewan jaminan sosial nasional{DJSN} agar mengkaji ulang kenaikan iuran BPJS kesehatan tingkat III serta mencari solusi untuk mengatasi defisit BPJS kesehatan.
Jelas pada tanggal 2 septemebr rapat gabungan DPR RI dengan beberapa kementerian memutuskan untuk tidak menaikkan BPJS kesehatan mandiri kelas III , tapi ternyata tetap dinaikkan degan keluarnya perpes, tegas Ninik. Saya merasa rapat di komisi IX DPR RI ini tidak ada harganya sama sekali. Karena seluruh keputusn-keputusan itu sudah tidak dijalankan oleh pemerintah, terutama kemenkes dan BPJS kesehatan, tambahnya lagi yang dilansir dari situs resmi DPR.
Ketika kita mengingat kembali, BPJS kesehatan memang selalu menjadi bahan pembicaraan ditengah-tengah masyarakat kita . Jika ditelusuri faktor mendasar terjadinya kenaikkan iuran tersebut adalah untuk melindungi keuangan BPJS kesehatan yang terus mengalami kenaikkan defisit setiap tahunnya.
Salah satu penyebab kenaikkan Defisit BPJS kesehatan menurut Mardiasmo selaku Wakil Menteri Keuangan, adalah Peserta Golongan Mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah yang terus meningkat.
Maka dari itu kenaikkan iuran BPJS menjadi jalan keluar atas persoalan tersebut. Ditengah kondisi problematika masyarakat yang semakin memprihatinkan, mulai dari kurangnya lapangan kerja yang berdampak meningkatkan pengangguran, kondisi ekonomi yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan masyarakat pas-pasan, pajak yang makin mencekik, maka hadirnya berita terkait disahkannya kenaikkan iuran BPJS kesehatan menjadi mimpi buruk berkali-kali bagi rakyat yang selama ini mendamba kesejahteraan hidup.
Fakta ini semakin menunjukkan akan kegagalan penguasa dalam melaksanakan kewajibannya untuk menyanggupi ataupun menjamin keperluan dasar bagi rakyatnya. Kejadian ini juga merupakan bukti dari lepas tangannya penguasa dalam menyediakan layanan kesehatan bagi rakyat. Alhasil, kini rakyat semakin menjerit karena cekikan tagihan dari layanan kesehatan ini.
Oleh karena itu melalui tulisan pendek ini saya mohon kepada pemerintah untuk mempertimbangkan lagi atas keputusannya, yang mana keputusan ini akan memberatkan rakyat. Serta jika dilihat dari realita yang ada para pengguna BPJS di rumah sakit manapun selalu menjadi pasien no.2 setelah pasien yang mendaftar lewat jalur umum.
Yang mana pelayanan untuk peserta BPJS kesehatan kurang memadai, jadikan ini sebagai pelajaran untuk dimasa yang akan datang apabila benar-benar adanya kenaikkan iuran maka pelayanan untuk peserta BJPS serta fasilitasnya diperbaiki agar masyarakatpun dengan senang hati menerima kenaikkan ini. Namun sekali lagi kenaikkan iuran bukan solusi yang tepat untuk masalah ini.
Artikel Terkait
-
PPN Naik 12%, Ekonom Core: It's Not a Good Timing
-
BPJS Kesehatan Jadi Syarat Buat SIM, Kapan Aturannya Mulai Berlaku?
-
Jangan Sampai Terlewat! Cara Cek Bansos KIS BPJS Anda Sekarang Juga
-
Kepesertaan BPJS Kesehatan Sebagai Syarat Permohonan SIM Mulai Diuji Coba Secara Nasional
-
Prabowo dan BPJS Kesehatan: Tantangan dan Harapan Atas Kesetaraan Pelayanan
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?