PMK 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman akhirnya ditetapkan dan akan mulai diberlakukan mulai tanggal 30 Januari 2020. Aturan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan melalui Diretorat Bea dan Cukai ini dilakukan sebagai salah satu strategi pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri khususnya industri kerajinan menengah.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, R. Syarif Hidayat, pada wawancaranya dalam Profit, CNBC Indonesia (30/01/2020) menyatakan bahwa consignment note (dokumen pengiriman barang) meningkat tajam pada tahun 2019 menjadi sekitar 49,7 juta dari tahun sebelumnya sekitar 20 juta dokumen. Sebesar 90 persen dari barang-barang kiriman tersebut adalah barang konsumsi dibawah 75 dolar Amerika yang tidak dikenakan tarif bea masuk sedangkan para produsen dalam negeri untuk barang-barang sejenis tetap membayar pajak.
Dalam wawancaranya R. Syarif Hidayat menyatakan bahwa peraturan ini akan membawa persaingan yang fair untuk produsen dalam negeri. Potensi penerimaan Negara atas diberlakukannya peraturan ini juga diperkirakan akan naik hingga mencapai 12T.
Pada peraturan ini, ambang batas pembebasan bea masuk atas barang kiriman disesuaikan kembali dari peraturan terdahulu, PMK No 112 tahun 2018, yang sebelumnya menetapkan de minimis value sebesar 75 dolar Amerika menjadi 3 dolar Amerika per-kiriman. Selain itu, pemerintah juga merasionalisasi tarif dari semula berkisar 27,5 persen−37,5 persen yang terdiri dari bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP, dan PPh 20 persen tanpa NPWP menjadi kurang lebih 17,5 persen yang didapat dari bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, dan PPh 0 persen.
Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, R. Syarif Hidayat juga mengungkapkan bahwa meskipun bea masuk terhadap barang kiriman hanya dikenakan tarif tunggal, ini adalah salah satu perhatian khusus pemerintah terhadap pengrajin dan produsen dari komoditi yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri.
“Hal ini mengakibatkan produk tas, sepatu, dan garmen dalam negeri tidak laku. Seperti yang diketahui beberapa sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk-produk China,” ungkapnya.
Menjamurnya produk-produk konsumsi berharga murah dari luar negeri tersebut, pemerintah menetapkan tarif bea masuk normal sebesar 15 persen20 persen untuk komoditi tas, 25 persen−30 persen untuk sepatu, dan 15 persen−25 persen untuk garmen, dengan tetap dipungut PPN sebesar 10 persen dan PPh sebesar 7,5 persen hingga 10 persen.
“Penetapan tarif normal ini demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari Industri Kecil Menengah (IKM) dan dikenakan pajak dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum,” ujar Syarif.
Kedepannya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan melakukan komunikasi dan kerja sama dengan para Perusahaan Jasa Titipan dan para marketplace dengan membuat sebuah sistem untuk pertukaran data transaksi. R. Syarif Hidayat menyatakan dalam jangka waktu dekat sosialisasi lebih lanjut akan segera dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Baca Juga
Artikel Terkait
News
-
7 Rekomendasi Cushion Minim Oksidasi, Ringan dan Awet Sepanjang Hari
-
Bahas Evaluasi Formatif, Dr. Elfis Isi Kuliah Umum di UIN Bukittinggi
-
Tiga Pilar Kedamaian: Solusi Atasi Emosi di Lapas Narkotika Muara Sabak
-
Balap Liar Bukan Tren Keren: Psikologi UNJA Ajak Siswa Buka Mata dan Hati
-
MIMPI di Belantara Jambi: Mahasiswa Ubah Harapan Masyarakat Suku Anak Dalam
Terkini
-
Sinopsis Film How to Train Your Dragon (2025), Kisah Pertemanan Manusia dan Naga
-
Review Series The King of Pigs, Kisah Balas Dendam dari Luka yang Terpendam
-
Review Film The Winter Lake: Ketika Rahasia Mengapung ke Permukaan
-
ATEEZ Maknai Cinta sebagai Proses Saling Menerima dalam Lagu Time of Love
-
Film Roman Dendam: Balas Dendam Luka Lama yang Menyingkap Konspirasi Besar