Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | quthbi naufaldi aziz f
Menteri Keuangan Sri Mulyani

Dampak Covid-19 kepada kehidupan sosial dan perekonomian Indonesia sangat terasa sejak telah diterapkannya pengaturan physical distancing dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di berbagai wilayah di Indonesia.

Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan jumlah pengangguran akibat dampak wabah Covid-19 telah mencapai 2 hingga 3,7 juta orang. Angka ini lebih besar dari data Kementerian Ketenagakerjaan yang menghitung jumlah pengangguran akibat pandemi sebesar 1,7 juta orang.

Merespons dampak ekonomi yang masif akibat wabah Covid-19, pemerintah mengajukan Perpu No. 1 Tahun 2020 mengenai kebijakan keuangan negara dalam merespons dampak wabah Covid-19. Perpu yang diajukan pemerintah telah disetujui oleh DPR melalui sidang paripurna pada hari Selasa tanggal 12 Mei 2020.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati mewakili Pemerintah menyatakan bahwa pengambilan kebijakan dan pelaksanaan langkah-langkah extraordinary oleh Pemerintah dan lembaga terkait, perlu diwadahi dengan produk hukum yang memadai untuk kondisi kegentingan yang memaksa.

Kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat, sudah seyogianya dibarengi dengan pelaksanaan yang sinergi dengan kebijakan di daerah. Tekanan fiskal yang dirasakan pemerintah pusat juga pasti akan dirasakan oleh pemerintah daerah.

Maka melalui penetapan Perpu No. 1 Tahun 2020 ini pemerintah daerah diberi kewenangan untuk melakukan refocusing anggaran dalam rangka penanganan wabah Covid-19 di daerah. Lalu apa saja yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk menghadapi tantangan dikala mewabahnya virus Corona?

Penggeseran anggaran

Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur otonomi keuangannya sendiri. Dalam menghadapi tekanan fiskal di daerah, pemerintah daerah harus mampu mengatur keuangannya agar lebih optimal dalam menghadapi Covid-19.

Kementerian Keuangan menetapkan kebijakan pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) untuk menangani wabah Covid-19 dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 35 Tahun 2020, memberikan kelonggaran kepada pemerintah daerah untuk menggunakan TKDD terutama dalam penanganan virus Corona.

Pemerintah pusat memberikan dukungan melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan nomor 119/2813/SJ dan 177/KMK.07/2020, agar pemerintah daerah segera melakukan percepatan penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam rangka penanganan wabah Covid-19.

Pemerintah daerah dapat menyesuaikan belanja daerah melalui rasionalisasi belanja pegawai bagi ASN di daerah. Seperti kita diketahui, komponen belanja pegawai merupakan komponen yang cukup besar.

Melihat data APBD pada situs djpk.kemenkeu.go.id pada tahun 2018 dan 2019 porsi belanja pegawai berturut-turut berkisar antara 10 persen - 56 persen dan 14 persen - 60 persen dari belanja daerah dengan rata-rata untuk seluruh pemerintah daerah pada tahun 2018 dan 2019 sebesar 36 persen dan 37 persen dari APBD.

Penyesuaian belanja barang dan jasa juga perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam memfokuskan anggaran untuk penanganan wabah Covid-19. Pengurangan anggaran untuk kegiatan perjalanan dinas, rasionalisasi belanja bahan habis pakai untuk keperluan kantor dan berbagai penyesuaian belanja barang tidak sulit untuk diwujudkan oleh pemerintah melihat hampir seluruh jajaran pemerintahan menerapkan konsep work from home (WFH).

Dengan dilaksanakannya pekerjaan secara telecommuting, kebutuhan pendanaan bagi operasional kegiatan administratif dapat ditekan dan hanya dialokasikan untuk area yang paling dibutuhkan saat ini.

Melalui PMK No. 35 Tahun 2020, pemerintah daerah diberikan kelonggaran menggunakan mandatory spending infrastruktur untuk penanganan wabah Covid-19 dan social safety net dalam bentuk logistik. Sebagaimana diketahui kebijakan mandatory spending infrastruktur ditetapkan sejak tahun 2017 bagi daerah sebesar 25 persen dari dana transfer umum (DTU) yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Penggunaannya yang sebelumnya diarahkan untuk infrastruktur sekarang diberikan fleksibilitas bagi daerah untuk menggunakannya dalam penanganan dampak wabah Covid-19.

Untuk itu kiranya pemerintah daerah dapat lebih bijak mengarahkan anggarannya untuk menjaga stabilitas ekonomi dan penanganan kesehatan dalam menghadapi pandemi ini.

Menghadirkan peran terbaik

Selain dari sisi anggaran di perencanaan, pemerintah daerah harus melaksanakan fungsi pelayanan publik bagi masyarakat di wilayahnya. Memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19 menjadi prioritas, menjaga keamanan dan stabilitas ekonomi bagi masyarakat kecil menjadi tantangan bagi setiap daerah.

Pemerintah daerah perlu bertindak cepat dalam mengayomi daerahnya agar kondisi kesehatan dan ekonomi daerahnya tidak semakin tertekan. Pengawasan di tiap wilayah ada di tangan pemerintah daerah karena karakter tiap wilayah berbeda. Untuk itu koordinasi setiap jajaran pemerintah daerah harus terjalin baik, kerja sama antar daerah sekitar juga perlu dibina agar kinerja semakin efektif.

Masa sulit seperti ini menjadi masa uji kepemimpinan kepala daerah untuk membuktikan bahwa mereka adalah sebaik-baiknya pemimpin bagi daerahnya. Kepala daerah yang dapat berpikir extraordinary akan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang efektif dalam menangani wabah ini. Strategi terbaik dalam menghadapi lawan yang tak terlihat akan membutuhkan cara berpikir di luar kebiasaan. Namun, inilah saatnya pemimpin dibutuhkan untuk membawa jajarannya mengayomi rakyatnya.

Oleh: Quthbi Naufaldi Aziz F / Pegawai Kementerian Keuangan, mahasiswa tugas belajar Politeknik Keuangan Negara STAN

Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak terkait dengan institusi di mana penulis berada.

quthbi naufaldi aziz f

Baca Juga