Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | yunita tri andina
Ilustrasi makan di restoran saat new normal. (Shutterstock)

Dampak Covid-19 sangat terasa bagi berbagai sektor dan lapisan masyarakat, salah satunya sektor bisnis kuliner. Karena, masyarakat yang memiliki bisnis rumah makan dan kafe harus menutup sementara di masa PSBB yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Bapak Anies Baswedan pada bulan Maret lalu.

Pada Bulan Juni ini, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan masa transisi new normal pada tanggal 8 Juni 2020 yang lalu. Di mana,  kegiatan perekonomian boleh dilakukan dengan syarat harus tetap menjaga protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti pembatasan jumlah pengunjung/pelanggan, memberi jarak antar meja makan kurang lebih 1 meter, dan menyediakan hand sanitizer atau tempat pencuci tangan.

Di masa transisi new normal ini, sudah banyak rumah makan dan kafe yang membuka tempat usahanya dengan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Mereka bersiap untuk membangun kembali bisnis restoran dan kafe setelah kurang lebih 2 sampai 3 bulan tutup karena PSBB untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19.

Lewat video conference yang ditayangkan secara live di Instagram @unileverfoodsolutionsID pada Senin (20/4) seperti yang dilansir Kompas.com dengan judul “Berbisnis Kuliner di Masa Penuh Tantangan”, Chef Gun Gun Handayana & Chef Ragil Imam Wibowo menjelaskan bahwasanya terdapat banyak perubahan dalam bisnis kuliner, utamanya sejak virus Covid-19 muncul di Indonesia. Perlu adanya inovasi, terobosan baru, dan strategi yang tepat agar bisnis kuliner bisa terus berjalan di masa pandemi seperti ini.

"Data menunjukkan, pendapatan restoran di seluruh dunia turun hingga 70 persen. Bahkan di beberapa tempat, angka penurunan mencapai 80 persen," kata Chef Gun Gun dalam video conference di Instagram, Senin (20/4).

Masyarakat lebih memilih untuk membeli bahan makanan dan mengolahnya sendiri dibandingkan dengan membeli makanan di restoran ataupun tempat makan karena ke khawatiran mereka terhadap virus yang sedang menyebar seperti ini.

Menurut Chef Ragil Imam Wibowo bahwasanya msyarakat lebih banyak membeli makanan ringan dan makanan instan untuk persiapan jika persediaan bahan makanan mereka habis dan mereka tidak bisa berpergian keluar rumah.

“Kebetulan saya pernah ke pasar swalayan, di mana banyak orang membeli makanan ringan dan makanan instan. Mereka melakukan stock up karena takut PSBB membuat mereka tidak bisa pergi berbelanja," ujar Chef Ragil Imam Wibowo dalam video conference live Instagram tersebut.

Tantangan Bagi Rumah Makan di Masa Transisi New Normal

Ibu Reni, Pemilik Rumah Makan Masakan Padang Minangkapau di daerah Kemayoran telah menutup tempat makannya tersebut kurang lebih 1 bulan karena PSBB. Kini dalam masa transisi new normal, ia telah membuka kembali tempat makannya sesuai dengan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Awalnya saya hanya membuat keputusan di masa transisi new normal untuk rumah makan saya yaitu take away (tidak makan di tempat), namun seiringnya berjalannya waktu, saya mengambil keputusan untuk pelanggan boleh makan di tempat tetapi hanya 50% jumlah pelanggan dan itu juga duduknya harus diberi jarak kurang lebih 1 meter dan selalu menyiapkan tempat cuci tangan atau hand sanitizer“ ungkap Ibu Reni, Rabu (26/6).

Melansir dari Kompas.com, Keputusan itu sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 563 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan, Tahapan dan Pelaksanaan Kegiatan atau Aktivitas PSBB Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.

Menurutnya, bukan hanya mengikuti keputusan dari pemerintah ia juga harus memikirkan para pelanggannya harus tetap aman dan sehat ketika makan di rumah makannya.  Oleh karena itu, ia memikirkan baik-baik keputusan yang ia ambil agar rumah makannya tetap terjaga kebersihannya dari virus dan tetap membuka walaupun di masa transisi new normal ini.

Tantangan terbesar Ibu Reni ini untuk bisnis rumah makannya ialah bagaimana menarik pelanggan atau pembeli untuk tetap membeli produk usahanya, serta memberikan kepercayaan bahwasanya rumah makannya tetap menjaga kebersihan dari bahayanya virus sesuai dengan protokol kesehatan agar pelanggan tidak takut untuk membeli produk usahanya.

“Tantangan terbesar di masa transisi new normal ini adalah menarik pelanggan dengan inovasi menu-menu baru dan memberikan kepercayaan kepada pelanggan bahwasanya rumah makan saya menjaga kebersihan sesuai dengan protokol kesehatan yang di anjurkan pemerintah. Karena, masyarakat di masa transisi sekarang takut untuk membeli makan di luar rumah dan mereka lebih memilih untuk membuatnya sendiri karena takut virus tersebut”, imbuhnya.

“Saya berharap bahwasanya Covid-19 ini agar cepat berakhir agar semua perekonomian bisa berjalan dengan sedia kala dan perekonomian di Indonesia bisa berjalan dengan baik “, ujar Ibu reni saat mengakhiri percakapan, Rabu (24/06/2020).

Tantangan Bagi Kafe di Masa Transisi New Normal

Di masa transisi new normal bukan hanya rumah makan saja yang sudah banyak buka, tetapi sudah banyak kafe pula di Jakarta yang membuka tempat usahanya, salah satunya ialah Café Kago yang terletak di Jakarta Pusat. Mulyadi namanya, pengusaha muda yang memiliki Café Kago tersebut. Ia merintis usahanya sejak 2018 silam.

Sebelumnya, Mulyadi menutup kafenya kurag lebih 1 bulan karena virus Covid-19 dan peraturan PSBB. Ia memilih tutup karena virus yang menyebar semakin banyak dan kafenya tersebut banyak sekali anak muda yang berkumpul untuk sekedar berbincang-bincang.

“Di awal virus ini menyebar sampai di Indonesia dan pemerintah menerapkan PSBB, saya menutup kafe ini kurang lebih 1 bulan, karena virus semakin menyebar dan banyak sekali anak muda yang masih berkumpul di kafe saya. Saya khawatir akan menyebarnya virus tersebut secara cepat jadi saya putuskan untuk tutup sementara”, ucap Mulyadi, Rabu (24/06).

Selain itu, di masa transisi new normal ini ia harus memikirkan bagaimana pelanggan untuk tetap menikmati suasana kafenya tetapi tetap menjaga kebersihan dan menaati protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kafenya juga membuat inovasi dan terobosan baru seperti membuat menu baru yang unik dan mendaftarkan kafenya di Gofood atau Grabfood. Karena menurutnya, cara ini paling efektif untuk pelanggan yang takut keluar rumah tetapi masih dapat menikmati menu yang ada di kafenya tersebut sehingga kafenya akan terus berjalan di masa pandemi seperti ini.

“Di masa transisi new normal ini saya membuat terobosan baru dengan mendaftarkan kafe saya di aplikasi online seperti GoFood dan Grabfood, karena menurut saya ini cara yang paling efektif agar masyarakat yang takut keluar rumah tapi tetap dapat menikmati produk saya secara online”, ujarnya.

Tantangan yang dihadapi oleh Mulyadi dalam masa transisi new normal ini untuk kafenya ialah bagaimana ia harus mengatur kedisplinan pelanggannya yang rata-rata ada anak muda yang suka berkumpul. Ia mengatakan bahwasanya masih ada anak-anak muda yang berkumpul tetapi tidak mentaati protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah seperti tidak menjaga jarak, tidak memakai masker, dan sebagainya.

“Tantangan yang saya hadapi di masa transisi new normal ini dengan membuka kafenya ialah masih ada anak-anak muda yang berkumpul tetapi tidak mentaati protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, saya membuat kebijakan untuk kafe saya dengan memberikan jarak kurang lebih 1 meter di setiap meja dan kursi dan tidak menerima pelanggan apabila pelanggan tersebut tidak memakai masker. Saya juga menyiapkan tempat cuci tangan dan hand sanitizer”, ucap Mulyadi.

Kebijakan yang Mulyadi buat semata-mata agar para pelanggannya menaati protokol kesehatan dan menjaga kebersihan agar penyebaran virus dapat segera berakhir. Dengan adanya kebijakan tersebut, ia berharap pelanggannya merasa aman dan sehat jika berada kafenya dan tetap asik berbincang-bincang walaupun harus tetap menjaga jarak dan memakai masker.

Oleh: Yunita Tri Andina / Mahasiswi Universitas Negeri Jakarta

yunita tri andina