Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito | Zachwa Rizanni
Ilustrasi guru. (Shutterstock)

Jasa Pendidikan sebelumnya diatur di dalam Pasal 4a ayat (3) UU No.42 Tahun 2009 huruf g, yang mana dalam pasal tersebut mengatur tentang jenis pajak yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada awalnya jasa pendidikan bukanlah salah satu dari Objek PPN, akan tetapi dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) jasa pendidikan akan akan dipungut PPN. Dalam Naskah Akademik RUU KUP, jasa pendidikan akan dikenakan PPN dengan tarif lower rate sebesar 7%.

"Perluasan objek dilakukan sebab tarif standar PPN di 127 negara yaitu sekitar 15,4% dan juga banyak negara yang kemudian meninjau ulang tarif PPN dalam rangka menjaga prinsip netralitas. Sehingga jika dari sisi efisiensi, penerimaan PPN Indonesia baru 0,6% atau sebesar 60% dari total PPN yang seharusnya dipungut. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam" Ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor 

Rencana dikenakannya PPN untuk Jasa Pendidikan di Indonesia menuai pro kontra. Sebab Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu negara sebagai bagian dari arah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu membangun SDM yang memiliki karakter pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri, serta bertalenta global. Bidang ini juga menjadi salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs), tepatnya tujuan ke-4 yaitu menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.

Pengenaan PPN kepada beberapa jenis jasa pendidikan dinilai akan berpotensi mempersempit akses masyarakat terhadap jasa pendidikan yang berkualitas sehingga dapat semakin mengurangi daya saing bangsa. Sebab PPN merupakan pungutan yang bersifat objektif, sehingga tidak memperhitungkan kondisi subjek.Pendapat serupa juga disampaikan Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim yang menilai bahwa wacana pemerintah untuk mengenakan Pajak PPN atas jasa pendidikan akan membuka komersialisasi bidang pendidikan. Sehingga nantinya biaya pendidikan akan semakin menjadi mahal.Dalam Undang-Undang Pajak terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP), dalam Pasal 4a ayat (3) huruf g terkait jasa pendidikan dihapuskan dari Jenis jasa yang tidak dikenai PPN. 

Namun, Jasa Pendidikan mendapatkan pembebasan atau pajak terutang tidak dipungut. Hal tersebut diatur dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf f UU No.7 Tahun 2021. Pasal tersebut terkait dengan jasa pendidikan mendapatkan pembebasan atau pajak terutang tidak dipungut untuk mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.Berikut ini, penjelasan Pasal 16B ayat (1a) huruf f UU HPP No.7 Tahun 2021, jelaskan jasa pendidikan yang dimaksud meliputi:a) jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; danb) jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.

Zachwa Rizanni

Baca Juga