Perusahaan bahan bakar fosil jadi salah satu pembelanja iklan Google terbesar. Lewat mesin pencarian Google, The Guardian dan InfluenceMap bekerja sama menelusuri 78 istilah atau keyword terkait iklim. Hasilnya dari 1600 iklan, seperlimanya ditempati perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap bahan bakar fosil.
Disadur dari The Guardian, “Fossil fuel firms among biggest spenders on Google ads that look like search results“, menariknya, 58,1% pengguna Google enggak bisa membedakan antara iklan dan konten “asli” yang berceceran di Google. Shell, ExxonMobil, Aramco, McKinsey, dan Goldman Sachs ada di daftar teratas pengiklan. Sekitar 153 iklan Shell muncul di 86% pencarian dengan kata kunci “net zero”.
Banyak iklan mempromosikan janji Shell untuk jadi perusahaan nol karbon pada 2050. Sementara iklan Goldman Sachs muncul di hampir 6 dari 10 pencarian untuk “energi terbarukan”. Kemudian McKinsey, perusahaan yang 43 dari 100 kliennya adalah perusahaan paling berpolusi di dunia, muncul dalam 8 dari 10 pencarian untuk kata kunci “transisi energi”.
Sementara Aramco, perusahaan minyak Saudi punya 114 iklan dengan kata kunci “penyimpanan karbon”, “penangkapan karbon” dan “transisi energi”. Sebagian iklan bahkan mengklaim Aramco mempromosikan keanekaragaman hayati dan melindungi planet ini. Merespons temuan ini, Google menyatakan baru saja meluncurkan kebijakan baru yang akan melarang iklan yang menolak atau tidak mendukung perubahan iklim.
Larangan itu berlaku untuk seluruh pengiklan, termasuk perusahaan energi. Disadur dari The Guardian pada 5 Januari 2020, Juru bicara Google mengatakan bahwa kebijakan ini berlaku untuk semua pengiklan, termasuk perusahaan energi dan lembaga keuangan, dan mereka akan memblokir atau menghapus iklan berisi konten yang melanggar.
Masalahnya, kampanye “go green” ini sudah sering dilakukan perusahaan-perusahaan paling berpolusi sejak 1980-an. Sambil menjalankan bisnis seperti biasa, mereka bekerja sama dengan agen-agen hubungan masyarakat di Amerika Serikat. Berkat kampanye greenwashing itu publik jadi kesulitan menyortir fakta dan fiksi.
Pengacara di Badan Amal Hukum Lingkungan ClientEarth, Jonathan White mengatakan bahwa yang merusak telah menjadi endemik. Untuk memberantasnya, kita perlu membuat undang-undang larangan semua iklan bahan bakar fosil, seperti yang terjadi dengan tembakau.
Baca Juga
-
3 Film dan Drama Korea yang Diperankan Jeon Do-Yeon, Ada Kill Boksoon
-
3 Rekomendasi Anime yang Berlatar pada Abad ke-20, Kisahkan tentang Sejarah
-
3 Rekomendasi Anime Bertema Mafia, Salah Satunya Spy x Family
-
3 Rekomendasi Anime Gore Tayang di Netflix, Mana yang Paling Sadis?
-
3 Rekomendasi Film Bertema Bom Atom, Gambarkan Dampak Buruk Perang Nuklir
Artikel Terkait
-
Jendela Krisis Iklim Lewat Musik, Album Sonic/Panic Vol. 2 Resmi Dirilis di Ubud, Bali
-
Google Diawasi Ketat! Regulator AS Incar Akses Data Internal Raksasa Teknologi
-
Google Rilis Aplikasi Gemini Khusus iPhone
-
Google Maps Punya Fitur Baru, Bisa Laporkan Keterlambatan
-
Google: Tiga Wilayah Ini Terapkan Teknologi AI Tertinggi, Percepat Transformasi Digital
News
-
Sukses Digelar, JAMHESIC FKIK UNJA Tingkatkan Kolaborasi Internasional
-
Imabsi Gelar Kelas Karya Batrasia ke-6, Bahas Repetisi dalam Puisi
-
Jalin Kerjasama Internasional, Psikologi UNJA MoA dengan Kampus Malaysia
-
Bicara tentang Bahaya Kekerasan Seksual, dr. Fikri Jelaskan Hal Ini
-
Komunitas GERKATIN DIY: Perjuangan Inklusi dan Kesehatan Mental Teman Tuli
Terkini
-
Marselino Ferdinan Dipanggil Timnas Indonesia untuk AFF Cup 2024, Akankan Klub Beri Izin?
-
3 Film Sydney Sweeney yang Tak Boleh Kamu Lewatkan, Terbaru Ada Eden!
-
Sinopsis Drama Korea The Tale of Lady Ok, Dibintangi Lim Ji Yeon dan Choo Young Woo
-
Review Film Hotel Pula, Ketika Trauma Perang Memengaruhi Kehidupan Seseorang
-
3 Red Peeling Serum yang Bikin Wajah Mulus dan Cerah, Harga Rp50 Ribuan