M. Reza Sulaiman
Dedi Mulyadi jadi sorotan karena hormat ke kereta kencana. (Dok. Instagram)

Lagi-lagi, politisi Dedi Mulyadi bikin jagat maya geger. Bukan karena kebijakan atau manuver politik, tapi gara-gara sebuah gestur yang dianggap kelewat batas oleh sebagian orang. Dalam sebuah perayaan HUT RI, Dedi Mulyadi terekam kamera sedang berlutut penuh hormat di hadapan kereta kencana Nyi Roro Kidul.

Seketika, video itu meledak di media sosial. Aksi yang mungkin dimaksudkan sebagai bentuk pelestarian budaya ini malah memicu perdebatan sengit dan tuduhan serius: penistaan agama dan perbuatan syirik.

Momen yang Memicu Badai di Medsos

Semua berawal dari sebuah video yang diunggah akun X (dulu Twitter) @ukhty_onya. Dalam video itu, Dedi Mulyadi yang memakai pakaian dinas putih terlihat berlutut di atas karpet merah. Posisinya persis di depan kereta kencana megah yang sudah dihias bunga-bunga.

Sambil menunduk, ia menyatukan kedua tangan di depan dada, mirip gestur menyembah. Momen yang terlihat sakral ini langsung jadi santapan empuk netizen. Nggak butuh waktu lama, kolom komentar pun berubah jadi medan perang digital.

Gelombang Protes dan Tuduhan Syirik Akbar

Mayoritas reaksi yang muncul bernada negatif. Banyak yang menganggap tindakan Dedi Mulyadi sudah melanggar akidah Islam. Salah satu video balasan bahkan secara gamblang menyebut aksi itu sebagai dosa terbesar.

"Dalam konteks agama kita Islam ritual-ritual yang dilakukan oleh kang Dedi Mulyadi adalah ritual yang dangan dilarang di dalam agama kita Islam," ucap seorang pria dalam video tersebut.

Ia nggak berhenti di situ. Dengan tegas, ia melabeli gestur hormat itu sebagai syirik akbar.

"Apalagi acara penyembahan kepada kereta kencananya Nyi Roro Kidul, apalagi menyembah Nyi Roro Kidul ini adalah kesyirikan, syirik akbar," tegasnya.

Argumen bahwa ini adalah bagian dari budaya pun dimentahkan. Menurutnya, tidak semua warisan leluhur harus dilestarikan jika jelas-jelas bertentangan dengan ajaran agama.

Komentar dari warganet lain pun nggak kalah pedas. Mereka seolah berlomba-lomba menghakimi aksi Dedi Mulyadi.

"Bisa kita bayangkan perjuangan para wali 9 dalam meluruskan aqidah, agar agama dan budaya tidak berbenturan, mana kebiasaan budaya yg boleh dilanjutkan mana yg tidak," tulis akun @RE***AN.

"Silahkan melestarikan budaya tapi jika bertentangan dengan tauhid wajib kita tolak," imbuh @ca***OB.

Bahkan ada yang langsung menyerukan ajakan politik yang tajam. "Tinggalkan pemimpin yg suka dg perbuatan syirik..," timpal @ar***_r.

Antara Budaya dan Agama: Debat yang Nggak Ada Habisnya

Di sisi lain, Dedi Mulyadi memang dikenal sebagai politisi yang sangat kental dengan budaya Sunda. Baginya, gestur semacam itu bisa jadi murni bentuk penghormatan terhadap warisan sejarah dan seni, bukan penyembahan.

Dalam tradisi Jawa dan Sunda, kereta kencana sering dianggap benda pusaka yang sarat nilai filosofis, bukan objek untuk disembah.

Namun, di era media sosial yang serba cepat ini, konteks sering kali hilang. Apa yang terlihat di layar adalah seorang pejabat publik berlutut di depan benda yang diasosiasikan dengan sosok gaib.

Kontroversi ini sekali lagi menunjukkan betapa sensitifnya persinggungan antara praktik budaya lokal dengan tafsir agama di Indonesia. Jadi, menurut lo, sob, aksi Dedi Mulyadi ini murni upaya melestarikan budaya atau udah kelewat batas?