Bimo Aria Fundrika | Esa Fathaku
Penanaman Mangrove di Pantai Baros bersama Suara Hijau
Esa Fathaku

Pantai Baros, Bantul, Yogyakarta, terus menghadapi ancaman abrasi yang menggerus daratan dari tahun ke tahun. Sabtu (20/12/2025), upaya melawan ancaman itu kembali dilakukan lewat kegiatan lingkungan Suara Hijau Sketch and Write yang digelar Suara.com.

Ratusan peserta, mulai dari komunitas lokal, aktivis lingkungan, hingga relawan, turun langsung ke pesisir untuk menanam ratusan bibit mangrove.

Aksi ini memadukan kreativitas seni dengan kerja nyata di lapangan, sekaligus menjadi ruang edukasi tentang pentingnya ekosistem mangrove bagi wilayah pesisir.

Kegiatan dimulai sejak pagi dengan sesi sketch and write, tempat peserta menuangkan kegelisahan dan harapan tentang lingkungan lewat gambar dan tulisan.

Setelah itu, rombongan bergerak ke bibir pantai Baros yang rawan abrasi. Di lokasi ini, mangrove jenis Rhizophora dan Avicennia ditanam secara bertahap dengan pendampingan relawan dan warga setempat.

“Ini bukan sekadar tanam pohon, tapi investasi jangka panjang,” ujar salah satu panitia.

Ketua Karang Taruna Desa Baros, Riko, menyebut abrasi di wilayahnya kian mengkhawatirkan. Dalam beberapa tahun terakhir, garis pantai menyusut hingga puluhan meter.

“Mangrove adalah benteng alami pertama kami. Tanpa itu, daratan terus terkikis,” katanya.

Menurut Riko, akar mangrove yang rapat mampu meredam ombak dan menahan sedimen. “Seperti jaring raksasa di bawah air. Ombak membawa pasir, mangrove menahannya.

Di area yang ditanami dua tahun lalu, abrasi turun drastis,” ujarnya.

Ia menyebut data Dinas Lingkungan Hidup Bantul memperkirakan penanaman mangrove secara masif bisa menekan laju abrasi hingga 70 persen dalam lima tahun.

Manfaatnya tak berhenti di situ. Mangrove juga melindungi lahan pertanian warga dari intrusi air laut. “Sawah di sini dekat pantai. Dulu air asin sering merusak padi. Mangrove membantu menyaring garam, air jadi lebih aman untuk irigasi,” jelas Riko.

Selain itu, mangrove berfungsi sebagai penahan sampah kiriman dari muara Sungai Opak. “Saat musim hujan, sampah dari hulu menumpuk di pantai. Mangrove menahannya, jadi lebih mudah dibersihkan sebelum merusak daratan,” tambahnya. Keberadaan mangrove juga mulai menarik burung dan ikan kecil, membuka peluang ekowisata berbasis lingkungan.

Meski begitu, tantangan masih besar. Bibit mangrove membutuhkan perawatan intensif, terutama enam bulan pertama.

“Kami patroli rutin. Banjir rob, kepiting, dan sampah bisa merusak tanaman,” kata Riko.

Karena itu, ia menilai kegiatan seperti Suara Hijau penting untuk membangun kesadaran publik.

Riko berharap pemerintah daerah memberi dukungan lebih serius. “Kalau setiap desa pesisir tanam seribu mangrove per tahun, Yogyakarta bisa jadi contoh adaptasi perubahan iklim,” tegasnya.

Suara Hijau Sketch and Write tak hanya menanam mangrove, tapi juga menanam kesadaran. Di Pantai Baros, mangrove bukan sekadar pohon—ia adalah penyangga hidup warga pesisir.

Baca Juga