Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Dyah Pratiwi
Ilustrasi topeng - (Pixabay/LeandroDeCarvalho)

Festival Film Indonesia 2021 berhasil digelar di Jakarta Convention Center, Rabu (10/11/2021), bertepatan dengan Hari Pahlawan. FFI 2021 dihadiri langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim.

Malam Penghargaan tersebut membuahkan 21 nama pemenang dari 21 kategori. Drama Indonesia mengalami kemajuan yang signifikan. Penghargaan ini menjadi bukti keproduktifan penggerak seni drama. Hal ini sama seperti yang dilakukkan oleh sastrawan Indonesia di tengah situasi tidak kondusif pada tahun 1966-1998.

Untuk itu kita perlu mengapresiasi dengan mengetahui 4 daftar nama di balik drama Indonesia tahun 1966-1998.

1. Arifin C. Noer

Arifin C. Noer merupakan salah satu sosok sastrawan yang berkarya di era orde baru. Beliau pernah menjadi sutradara film G 30 S dan penulis naskah drama Mega-Mega. Naskah ini menceritakan kehidupan gelandangan dengan keadaaan ekonomi yang tidak pasti.

Naskah ditulis saat Indonesia sedang berusaha menguatkan segala sektor untuk membangun perekonomian Indonesia yang lebih baik. Isi cerita naskah menggambarkan tentang Indonesia yang masih dalam proses mengelola negara, untuk segala kemungkinan bisa terjadi di masa mendatang, baik positif maupun negatif.

Kecintaan pada dunia drama tidak hanya sampai situ saja. Arifin C.Noer juga mendirikan Teater Kecil. Ia ingin menjadikan tempat itu sebagai wadah untuk mengembangkan teater di Indonesia. Ia juga dianggap sebagai pelopor drama modern Indonesia. Tuntunan banget, ya untuk kita.

2. W.S. Rendra

Rendra memiliki bakat sastra yang mulai terlihat saat ia duduk di bangku SMP. Saat itu, ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerpen, dan drama, untuk berbagai kegiatan sekolahnya.

“Kaki Palsu” merupakan drama pertama W.S. Rendra, yang dipentaskan ketika ia di SMP. “Orang-Orang di Tikungan Jalan” menjadi drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu, ia sudah duduk di bangku SMA.

Karya W.S Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di mancanegara. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, dan India. Kecintaan akan Drama W.S Renda sudah tidak diragukan.

3. Putu Wijaya

Putu Wijaya ialah sosok sastrawan kelahiran Tabanan, Bali, 11 April 1944. Ia memiliki karya-karya apik yang membuatnya disebut sebagai dramawan dan penulis cerita pendek paling produktif di Indonesia. Ia bahkan pernah mendapat undangan Fulbright mengajar di Amerika Serikat antara 1985-89. Adapun karya-karya Putu Wijaya antara lain:

  • Telegram (1972; novel yang memenangkan hadiah Sayembara Mengarang Roman DKJ 1971)
  • Stasiun (1977; novel pemenang hadiah Sayembara Mengarang Roman DKJ 1971)
  • Dar-Der-Dor (1996)
  • Aus (1996)
  • Zigzag (1996).

Sejumlah karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Rusia, Perancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand. Pada 1991, atas prestasi dan pencapaiannya dalam bidang kebudayaan, ia menerima Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Luar biasa!

4. Nano Riantiarno

Nano Riantiarno salah satu alumni Akademi Teater Nasional Indonesia. Ketertarikan Nano sudah mulai dunia perdramaan teater sejak 1965, di Cirebon. Tamat SMA, 1967, Nano Riantiarno menyemplungkan diri tidak hanya sebagai penulis, tetapi juga pendiri TEATER KOMA, 1 Maret 1977.

Jika dihitung, teater di bawah naungannya sudah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi. Menulis sebagian besar karya panggungnya, antara lain,

  • Rumah Kertas
  • J.J Atawa Jian Juhro
  • Maaf.Maaf.Maaf
  • Kontes 1980
  • Trilogi OPERA KECOA (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini),
  • Konglomerat Burisrawa
  • Pialang Segitiga Emas
  • Suksesi
  • Opera Primadona
  • Sampek Engtay
  • Banci Gugat
  • Opera Ular Putih
  • RSJ atau Rumah Sakit Jiwa
  • Cinta Yang Serakah
  • Semar Gugat
  • Opera Sembelit
  • Presiden Burung-Burung
  • Republik Bagong
  • Tanda Cinta.

Nah, sekarang kamu sudah tahu kan siapa saja satrawan yang berkecimpung dalam drama modern Indonesia.  Kalau kamu, siapa lagi wajah sastrawan drama yang patut diberi apresiasi totalitas dalam berkarya?

Dyah Pratiwi

Baca Juga