Phobia, merupakan sebuah wujud dari kekhawatiran atau ketakutan akan suatu hal, di mana seseorang akan merasa takut dan tidak nyaman jika berada di sekitar wujud tersebut. Banyak phobia yang ada namun di sini akan lebih dikhususkan pada Islamophobia. Islamophobia merupakan sebuah ketakutan yang dirancang oleh para penggerak politik semenjak tahun 1990-an. Menurut Putri Raisa Islamy and Lusi Andriyani dalam jurnalnya yang berjudul Islamophobia di Jerman dan Perancis, ini dilakukan dalam menarik atensi pada retorika serta aksi ini ditujukan kepada penganut agama Islam yang berada di negara barat yang cenderung bebas.
Federal Office for Migration and Refugees (BAMF) menjelaskan bahwa saat sekarang, populasi Muslim berada direntang 5,3 dan 5,6 juta, yang mana ini sesuai dengan proporsi populasi antara 6,4 dan 6,7 persen. Muslim yang berasal dari negara Turki masih menjadi penduduk yang mendominasi dan menjadi kelompok besar disana.
Melihat populasi muslim yang besar menjadikan banyak pada akhirnya identitas agama Islam mulai dibangun dan diperlihatkan, seperti tempat ibadah, membuka berbagai aktivitas dakwah, baik kepada sesame muslim maupun non-muslim, mendirikan organisasi islam, dan berbagai kegiatan lainnya. Disisi inilah mereka dicurigai dan mereka merasa terancam atas berbagai tindakan yang mereka lakukan, serta kegiatan ini dicurigai serta dikaitkan selalu dengan terrorisme yang pernah terjadi sebelumnya.
Dilansir dari Open Mind BBVA, Islamophobia pun muncul sebagai bentuk dari berbagai kejadian yang mengarah kepada kejahatan yang disumberkan kepada islam. Bias yang terjadi secara cepat telah memunculkan berbagai bentrokan yang dimana pada akhirnya ini menjadi langkah awal dalam memperbaiki sebuah ikatan yang telah rusak sebelumnya.
Islamophobia bagi negara Jerman merupakan sebuah kultur yang tidak bisa diterima dan hal ini bisa dibilang sebagai bukan “rumah” bagi penduduk muslim. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana upah yang didapat sangat minim dan rendah bagi mereka para pekerja yang dibayar oleh pemerintah Jerman.
Secara historis, orang-orang muslim pertama kali menginjakkan kaki di Jerman semenjak era Turki Usmani berdiri. Disini Turki menyerang daerah Wina pada tahun 1683, dan banyak Angkatan Turki yang ditahan oleh Kerajaan Prussia yang dimana sekarang bisa kita sebut sebagai Jerman. Semenjak inilah komunitas Muslim terus berkembang di Jerman.
Penduduk muslim pun semakin bertambah ketika pada era selanjutnya, Raja Prussia Friedrich Willem I membentuk sebuah ikatan baru dengan Bangsa Turki Usmani dalam aspek militer. Kerjasama pun dimulai dengan mengadakan pelatihan militer Turki oleh Prussia yang dimana pada tahun 1732, Raja Friedrich membuat sebuah langgar di Postdam untuk wilayah ibadah militer Turki.
Pada saat sekarang, konstitusi agama yang diterapkan oleh Jerman diatur dalam Grundgesetz yang dibentuk pada tahun 1949. Dalam Grundgesetz, ada 2 aturan, yaitu pada satu bagian dijelaskan bahwa kedudukan setiap agama itu sama dan setiap agama harus saling menghormati antar pemeluknya selaku masyarakat negeri, yaitu menjamin hak asasi setiap orang dan tidak boleh adanya pembedaan yang didasarkan pada sebuah agama.
Di bagian lain juga dijelaskan bahwa keyakinan tersebut disangkutkan pula dengan independensi orang biat tidak ada ikatan pada sebuah agama maupun tidak bertuhan. Maksud dari hal ini berupa di Jerman juga menjamin setiap hidup masyarakat yang tidak beragama maupun yang tidak memiliki keyakinan.
Namun, islamophobia cukup mengakar kuat dibidang politik di Jerman. Pada saat sekarang, pemerintah Jerman masih belum memberikan hak yang adil kepada masyarakat. Ini bisa dilihat pada contoh pemberian ijin agama Islam dalam bergabung kedalam tubuh korporasi walaupun telah banyak muslim yang mencoba untuk mengajukan diri. Sebagian kelompok agama lain seperti Kristen, Protestan, serta kelompok lain sudah bisa menikmati bagaimana menjadi bagian dari korporasi dan mendapatkan hak istimewa dan mendapatkan dorongan dari penguasa.
Alexander Gauland, kandidiat utama partai AfD (Alternative für Deutschland) atau partai ultrakonservatif kanan Jerman dalam kampanye anti-imigran, anti-muslim, dan anti-eropa, dalam wawancaranya dengan media DW, menjelaskan bahwa Islam sebagai entitas kebudayaan dan agama tidak punya tempat di Jerman. Gauland menjelaskan bahwa banyak hukum Syariah yang diterapkan dalam islam tidak kompatibel dengan konstitusi Jerman.
Konstitusi Jerman memang melindungi seluruh agama seorang individu, namun menurutnya, tidak boleh ada penyusupan nilai islam melalui “pintu belakang.” Pernyataan ini pun bisa menjadi bukti bahwa korporasi Jerman masih “pilih-pilih” dalam memilih siapa individu yang dianggap cocok dalam menduduki dan mendapatkan status sebagai seorang korporat Jerman.
Islamophobia di Jerman pun juga tidak hanya pada korporasi saja, melainkan juga pada lingkungan sosial. Pada Januari 2022 lalu, dilansir dari Republika, telah terjadi perusakan 30 makan Muslim di Iserlohn, Jerman. Perusakan yang terjadi berbentuk pada pegotoran serta perusakana nisan yang ada disana. Di sini bisa dilihat bahwa Islamophobia memiliki pengaruhnya sendiri dalam negara Jerman, dan terlepas dari banyaknya stigma-stigma negatif, Muslim telah bertransformasi menjadi salah satu entitas besar yang berada di Jerman, dengan terus bertambahnya penduduk, Islam menjadi salah satu entitas yang dipertimbangkan terlepas dari Islamophobia yang terjadi di Jerman.
Sumber:
Islamy, Putri Raisa, and Lusi Andriyani. “Islamophobia Di Jerman Dan Prancis.” Independen 2, no. 2 (2021): 62–71. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/Independen/article/view/10588.
“″Islam Tidak Punya Tempat Di Jerman″ | DUNIA: Informasi Terkini Dari Berbagai Penjuru Dunia | DW | 29.08.2017.” Accessed May 18, 2022. https://www.dw.com/id/islam-tidak-punya-tempat-di-jerman/a-40282410.
“Islamofobia Melonjak, 30 Makam Muslim Di Jerman Dirusak | Republika Online.” Accessed May 18, 2022. https://www.republika.co.id/berita/r59wof430/islamofobia-melonjak-30-makam-muslim-di-jerman-dirusak.
“Muslims in Europe: The Construction of a ‘Problem’ | OpenMind.” Accessed May 18, 2022. https://www.bbvaopenmind.com/en/articles/muslims-in-europe-the-construction-of-a-problem/.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Cek Fakta: Ahmad Luthfi Sebut Jumlah Penduduk Muslim di Jawa Tengah Capai 97 Juta Jiwa, Benarkah?
-
ICC Terbitkan Surat Penangkapan Benjamin Netanyahu dan Gallant, Ini Reaksi Beragam dari Eropa
-
Pabrikan Mobil Eropa BMW Sampai Volkswagen Diprediksi Alami Kerugian di AS, Pasca Donald Trump Dilantik
-
Lebih Murah dari PCX, Ini Dia Skutik Berdesain Premium dengan Fitur Mewah
-
Dari Rp 3 Juta Hingga Puluhan Juta, Segini Tarif Manggung Sabyan Gambus Saat Panen Job
Ulasan
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Mama yang Berubah Jadi Peri di Mummy Fairy and Me 4: Keajaiban Putri Duyung
-
Jambi Paradise, Destinasi Wisata Pilihan Keluarga
-
Melancong ke Jembatan Terindah di Jambi, Gentala Arasy
-
Review Film Role Play, Menjelajahi Dunia Karakter dan Narasi
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans
-
3 Rekomendasi Oil Serum Lokal Ampuh Meredakan Jerawat, Tertarik Mencoba?