
Sayaka Murata adalah salah satu penulis kontemporer asal Jepang yang dikenal karena keberaniannya dalam mengangkat tema-tema tabu dan mengeksplorasi sisi gelap kehidupan manusia.
Setelah sukses besar dengan novel "Convenience Store Woman", ia kembali mengejutkan dunia sastra dengan karya berikutnya yang berjudul "Makhluk Bumi" yang dikenal secara internasional dengan judul "Earthlings."
Novel ini pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 2018, dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 2020.
Dengan gaya penulisan yang khas dan nuansa surealis yang kuat, Murata kembali mempertanyakan normalitas dalam masyarakat modern lewat kisah yang gelap dan tak biasa.
Buat yang penasaran dengan karya sastra yang tak sekadar menghibur tapi juga menggugah pikiran, Earthlings bisa jadi pilihan menarik. Tapi jangan berharap cerita manis ala novel remaja.
Sebaliknya, novel ini justru menawarkan pengalaman membaca yang menantang, penuh simbolisme, dan bisa memantik diskusi panjang soal nilai-nilai sosial yang selama ini dianggap mutlak.
Secara garis besar, "Makhluk Bumi" menceritakan tokoh utama bernama Natsuki, seorang gadis yang merasa tidak cocok dengan dunia sekitarnya.
Sejak kecil, ia percaya bahwa dirinya adalah alien dari planet lain, dan bahwa boneka landak bernama Piyyut adalah penghubungnya dengan dunia asalnya.
Kepercayaan ini menjadi pelarian dari realitas hidup yang kelam, termasuk pelecehan yang dialaminya dan kurangnya dukungan dari keluarga.
Cerita berlanjut hingga masa dewasa, ketika Natsuki menikah dengan seorang pria aseksual. Mereka menjalani pernikahan bukan karena cinta, tapi untuk terlihat “normal” di mata masyarakat.
Namun tekanan untuk mengikuti jalur hidup konvensional, seperti memiliki anak dan berperan sesuai gender, membuat mereka merasa tercekik.
Ketika Natsuki akhirnya kembali ke desa pegunungan tempat ia menghabiskan masa kecilnya, kisah berubah drastis menjadi semakin kelam dan tak terduga.
Hal yang menjadikan "Makhluk Bumi" begitu kuat adalah bagaimana novel ini memetakan perasaan keterasingan yang banyak dirasakan orang-orang di dunia nyata.
Lewat karakter Natsuki, pembaca dibawa menyelami pengalaman hidup seseorang yang tidak pernah merasa menjadi bagian dari sistem sosial.
Dalam masyarakat yang menstandarkan kebahagiaan dengan pernikahan, anak, dan karier, "Makhluk Bumi" mempertanyakan: apakah hidup yang “normal” benar-benar cocok untuk semua orang?
Relevansi sosial dalam novel ini juga terasa saat menyentuh isu kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, hingga tekanan keluarga terhadap individu.
Sayaka Murata tidak menyajikannya secara gamblang atau dramatis, melainkan dengan pendekatan yang dingin, absurdis, dan terkadang mengejutkan.
Justru dari absurditas inilah, pembaca bisa merenungkan realitas yang kerap disembunyikan di balik norma.
Namun, perlu diingat bahwa "Makhluk Bumi" bukan novel yang cocok untuk semua orang. Ceritanya mengandung unsur kekerasan, kanibalisme, hingga kritik tajam terhadap institusi keluarga dan masyarakat.
Untuk sebagian pembaca, ini bisa terasa mengganggu. Tapi bagi mereka yang terbuka dengan eksplorasi sastra yang lebih gelap dan reflektif, novel ini bisa menjadi pengalaman membaca yang tak terlupakan.
Sebagai kesimpulan, "Makhluk Bumi" merupakan potret tajam tentang alienasi dan pemberontakan terhadap konstruksi sosial.
Melalui gaya penulisan yang intens dan jalan cerita yang tidak biasa, Sayaka Murata kembali mengajak pembacanya untuk mempertanyakan apa arti menjadi “normal” dalam masyarakat modern.
Novel ini mungkin tidak memberi kenyamanan, tapi justru dalam ketidaknyamanan itulah, pembaca bisa menemukan cermin dari realitas yang selama ini enggan diakui.
Lebih dari sekadar kisah fiksi, novel satu ini juga memberikan kritik sosial yang dikemas dalam balutan cerita yang tak terlupakan dan menampar kesadaran.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ketika Pekerjaan Sulit Dicari, tapi Janji Politik Mudah Diberi
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
Artikel Terkait
-
Novel Larung: Kelanjutan Konflik dan Perjuangan Saman yang Kian Menegangkan
-
Menyelami Isu Gender, Kemanusiaan, dan Sosial Politik dalam Novel Saman
-
Ulasan Novel Death by Dumpling: Misteri Pembunuhan Pelanggan Setia Restoran
-
Tragedi di Pesta Pernikahan dalam Novel Something Read, Something Dead
-
Review Novel 'Kokokan Mencari Arumbawangi': Nilai Tradisi di Dunia Modern
Ulasan
-
Komedi Kriminal Penuh Tawa Ada di Sini! Film Deep Cover dari Prime Video
-
Ulasan Novel Celebrity Wedding: Pernikahan Palsu Akuntan dan Artis Terkenal
-
Review Film Fear Street: Prom Queen, Misteri Teror Pembunuhan di Malam Prom
-
Review Film Junk Head: Memukaunya Petualangan Stop-Motion di Dunia Distopia
-
Memaknai Kesederhanaan Hidup Lewat Drama When Life Gives You Tangerines
Terkini
-
5 Pemain Muda Persib Dipanggil Timnas U-23, Bukti Keberhasilan Akademi?
-
Panggil 30 Nama untuk TC Timnas Indonesia U-23, Hanya Ada 1 Pemain Naturalisasi!
-
Menjelang Tamat, The Beginning After the End Umumkan Season 2 Tayang 2026
-
Mengubah Budaya, Menyalakan Semangat Kerja
-
Tampil GIrly Seharian dengan 5 Inspirasi Outfit Stylish ala Syifa Hadju