Hayuning Ratri Hapsari | A Ratna Sofia S
Nessie Judge (YouTube/Nessie Judge)
A Ratna Sofia S

YouTuber populer Nessie Judge akhirnya angkat bicara setelah menuai kritik keras akibat konten Halloween miliknya yang menampilkan foto mendiang Junko Furuta, korban penyiksaan dan pembunuhan brutal asal Jepang.

Video tersebut dianggap tidak etis dan menyinggung banyak pihak, terutama masyarakat Jepang. Setelah menuai kecaman, Nessie mengunggah video berjudul “My Sincere Apology | Permohonan Maaf” di kanal YouTube-nya sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahan yang terjadi.

Dalam video berdurasi lebih dari sepuluh menit itu, Nessie menyampaikan penyesalan mendalam atas kelalaiannya. Dengan suara bergetar, ia mengaku gagal menunjukkan empati serta rasa hormat terhadap korban dan keluarganya.

Ia juga menegaskan bahwa insiden ini menjadi pelajaran besar dalam perjalanan kariernya sebagai kreator konten.

“Saya ingin menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang muncul di video saya baru-baru ini, dan juga atas tanggapan saya setelahnya,” ucap Nessie dengan nada penuh emosi.

Permintaan maaf tersebut langsung menarik perhatian publik, baik dari warganet Indonesia maupun Jepang. Banyak yang menilai langkah Nessie sebagai bentuk tanggung jawab moral yang tulus.

Ia pun berjanji akan memperkuat pengawasan dalam proses produksi konten agar hal serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Kontroversi Konten Junko Furuta

Kontroversi bermula dari video Spooktober 2025, sebuah konten bertema Halloween yang dibuat Nessie Judge bersama grup K-Pop NCT Dream.

Dalam salah satu adegan, tampak foto Junko Furuta terpajang di dinding studio dengan bagian mata ditutup garis hitam. Penggunaan foto korban kejahatan nyata itu sontak memicu kemarahan publik.

Banyak warganet, terutama dari Jepang, menilai tindakan tersebut tidak etis dan melecehkan martabat korban. Penggunaan gambar seseorang yang menjadi korban tragedi untuk kepentingan hiburan dianggap tidak menghormati nilai kemanusiaan.

Kritik deras pun datang di media sosial, terutama di platform X (Twitter), yang membuat nama Nessie menjadi trending topik selama beberapa hari.

Menanggapi reaksi tersebut, Nessie awalnya memberikan klarifikasi di media sosial. Ia menyebut segmen #NERROR yang sudah berjalan selama delapan tahun menggunakan berbagai referensi untuk menambah nuansa misteri, namun kali ini tanpa sadar melanggar batas etika.

Ia kemudian menghapus seluruh video dan promosi terkait konten tersebut. Langkah ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab dan penghormatan terhadap korban.

Permintaan Maaf dan Sikap Tanggung Jawab Nessie Judge

Dalam video permintaan maaf resminya, Nessie dengan rendah hati membungkukkan badan sebagai tanda permohonan maaf dalam budaya Jepang.

Ia menjelaskan bahwa kesalahan tersebut terjadi akibat kelalaiannya dalam pengawasan proses produksi dan tidak adanya evaluasi mendalam terhadap materi yang digunakan.

“Tidak ada alasan yang bisa membenarkan kesalahan ini,” ujar Nessie tegas.

Ia menegaskan komitmennya untuk melakukan evaluasi besar-besaran bersama timnya agar lebih berhati-hati dalam memilih referensi untuk konten mendatang.

Selain itu, Nessie berjanji untuk memperdalam pemahaman mengenai isu-isu sensitif, terutama yang berkaitan dengan tragedi kemanusiaan.

Langkah Nessie tersebut disambut positif oleh publik. Banyak penonton, baik dari Indonesia maupun Jepang, yang menghargai ketulusan dan tanggung jawabnya.

Mereka menilai sikap terbuka dan permintaan maaf yang disampaikan dengan tulus adalah langkah penting untuk memperbaiki kesalahan. Meski demikian, peristiwa ini menjadi pengingat bagi para kreator konten agar selalu mempertimbangkan sensitivitas budaya dan etika sebelum mempublikasikan karya.

Kasus ini menjadi refleksi penting bagi para kreator digital di seluruh dunia. Kreativitas dalam membuat konten memang diperlukan, namun harus diimbangi dengan empati dan rasa hormat terhadap nilai kemanusiaan.

Nessie Judge, melalui sikapnya yang berani meminta maaf secara terbuka, menunjukkan bahwa tanggung jawab moral tetap menjadi hal utama dalam dunia digital. Ia kini berkomitmen untuk terus belajar dan menghasilkan karya yang lebih beretika, sensitif, serta menghormati korban dan keluarganya.