Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | e. kusuma .n
Moh. Zaki Ubaidillah (instagram.com/m.zaki.ubaidillah)

Taipei Open 2025 yang berlangsung di Taipei Arena, Taipei, Taiwan pada 6-11 Mei 2025 telah rampung digelar. Sederet juara baru pun lahir di lima sektor dan memberi warna baru pada podium turnamen Super 300 tersebut. 

Indonesia juga berhasil bawa pulang satu gelar dan runner up dari nomor ganda campuran. Hal ini tidak lepas dari kesuksesan Jafar Hidayatullah/Felisha Pasaribu dan Dejan Ferdinansyah/Siti Fadia Silva Ramadhanti yang tampil impresif di semifinal hingga mampu ciptakan all Indonesia final.

Kebanggaan dan sejarah baru sekaligus tercipta di mana dua pasangan wakil ganda campuran Indonesia bisa berbagi podium tertinggi di Taipei Open sejak resmi berstatus BWF Super Series. Terlebih bagi Jafar/Felisha tentunya kemenangan ini menjadi langkah awal yang memotivasi raihan prestasi lanjutan yang lebih baik lagi.

Terlepas dari pencapaian positif dari sektor ganda campuran ini, wakil Indonesia lainnya juga tidak kalah tampil membanggakan. Salah satunya, Moh. Zaki Ubaidillah yang menjadi tulang punggung sektor tunggal putra di Taipei Open 2025 ini.

Ubed, panggilan akrab atlet Pelatnas yang baru berusia 17 tahun ini sukses curi perhatian badminton lovers. Menempati peringkat 67 dunia saat mengikuti turnamen di Taipei ini, perjuangan Ubed tidak bisa dikatakan mudah.

Di awal turnamen saja, Ubed mulai merangkak dari babak kualifikasi yang mana harus bertanding beberapa kali dalam satu hari demi masuk main draw. Meski berat, tetapi Ubed membuktikan potensinya layak diapresiasi dengan menembus babak utama.

Tampil impresif dari babak ke babak, Ubed akhirnya sampai di perempat final pertamanya pada level Super 300. Kali ini Ubed bahkan harus menantang unggulan tuan rumah yang merupakan tunggal putra nomor 7 dunia, Chou Tien Chen.

Menghadapi atlet unggulan sekaligus pemain senior dengan gap peringkat yang jauh tentu tidak mudah bagi Ubed. Namun, tampaknya Chou Tien Chen sendiri dibuat kesulitan menghadapi pola permainan Ubed. Sayangnya, keberuntungan belum berpihak pada Ubed hingga harus menyerah usai drama rubber game dengan skor sengit 21-16, 18-21, dan 19-21 di hadapan Chou Tien Chen.

Usai pertandingan, Chou Tien Chen pun mengungkapkan kondisi saat melawan Ubed.

"Ia sangat ingin menang dan mempersiapkan diri dengan matang, mencerminkan mentalitas penantang. Saya juga tak kalah gigih. Dengan kerendahan hati, saya harus menyingkirkan ego untuk menjawab tantangan ini. Jika hanya pasif menerima tantangan orang lain, pada akhirnya kewalahan", ungkap Chou Tien Chen.

Lebih lanjut atlet 35 tahun tersebut menjelaskan kondisi mentalnya yang selalu menanamkan mindset underdog pada setiap turnamen yang dihadapi.

"Kami menghadapi tantangan setiap harinya. Saya berharap dapat belajar dari pola pikir mereka (pola pikir penantang) sembari mempertahanlan posisi saya", tambahnya.

Saat sampai pada pertanyaan terkait performa lawan, Chou Tien Chen menyebut jika dirinya sempat merasa heran dan kagum.

"Dia 17 tahun. Gaya bermainnya memiliki ciri khas Indonesia - tenaga solid, serangan balik cepat, dan transisi gesit. Anda tidak boleh sembrono dalam melakukan pukulan saat menghadapinya. Setiap pukulan menuntut fokus tinggi, baik secara teknik maupun mental. Kategori tunggal putra saat ini sangat kompetitif dengan jarak kemampuan yang tipis antar pemain" pungkas atlet 35 tahun tersebut.

Selepas kalah, Ubed sempat menangis hingga Chou menghampiri ke sisi lapangannya. Bahkan di backstage, Chou mengajak Ubed bertukar jersey sebagai bentuk penghiburan dan apresiasi.

Chou Tien Chen kemumudian juga menyoroti keuntungan yang didapat pemain muda di zaman yang sudah semakin maju ini usai menghadapi pemain senior.

"Seperti pemain berbakat lainnya, mereka dapat mengambil keuntungan dari perkembangan sport science, analisa video, dan beragam latihan taktik. Potensi generasi sekarang dalat berkembang lebih cepat dibandingkan masa lalu", jelas Chou Tien Chen.

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

e. kusuma .n