Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Reginald
Ilustrasi peluit (pixabay)

Pemerintah dewasa ini mulai mencoba mewujudkan nilai-nilai good governance ke dalam tata kelola organisasi. Salah satunya nilai efektivitas dan efisiensi melalui penerapan sistem whistleblowing (United Nations, 2000).

Berdasarkan pada penelitian dari Association of Certified Fraud Examiner dan Global Economic Crime Survey menyatakan bahwa sistem whistleblowing efektif dalam mencegah praktik pelanggaran di dalam organisasi, baik dalam bentuk tindak pidana maupun penyimpangan kode etik. Efektivitasnya terlihat dari pendeteksian yang efektif serta didukung oleh penindakan yang sigap (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2008).

Meskipun sejauh ini sistem whistleblowing hanya digunakan untuk mencegah kejahatan kerah putih, tetapi menilik kesuksesan penerapan sistem whistleblowing di negara lain, kinerja sistem ini patut dipertimbangkan sebagai instrumen pengawasan.

Adapun definisi whistleblowing Komite Nasional Kebijakan Governance adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral, atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2008).

Sistem whistleblowing akan hadir sebagai wadah yang aman bagi para whistleblower untuk mengungkapkan kejanggalan yang mungkin sedang atau telah terjadi di dalam suatu organisasi.

Berdasarkan survei oleh Institute of Business Ethics pada 2007 menemukan 1 di antara 4 pegawai mengetahui indikasi adanya pelanggaran namun kecenderungan pegawai untuk tidak melaporkan pelanggaran atau penyelewengan yang terjadi oleh rekan kerja sebesar 52%. Keengganan ini dapat diatasi dengan sistem whistleblowing yang efektif, efisien dan bertanggung jawab.

Manfaat Sistem Whistleblowing

Beberapa manfaat dari sistem whistleblowing di antara lain (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2008):

a.  Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi perusahaan kepada pihak yang harus segera menanganinya secara aman;

b.  Timbulnya kesadaran untuk menaati kode etik atau peraturan organisasi;

c.   Tersedianya mekanisme pendeteksi dini;

d.   Tersedianya kesempatan untuk menyelesaikan masalah secara internal terlebih dahulu yang dapat menghemat biaya dan reputasi dari organisasi yang bersangkutan;

e.  Memberikan gambaran kepada jajaran atas organisasi mengenai area yang perlu dibenahi kedepannya.

Lazimnya, sistem whistleblowing terintegrasi dengan sistem informasi dalam membentuk jalur pelaporan yang aman. Jadi, seorang whistleblower dapat menyampaikan potensi pelanggaran melalui suatu laman atau aplikasi yang disediakan oleh lembaga yang terkait. Adapun hal yang perlu dilengkapi dalam proses pengaduan adalah informasi waktu dan tempat, lampiran dokumen/foto bukti, dan identitas pengirim.

Dalam suatu sistem yang terintegrasi, maka laporan ini seharusnya masuk ke dalam database yang dikelola secara seksama supaya tidak terjadinya suatu kebocoran informasi atau penyelewengan lainnya. Lalu, pihak penerima biasanya lah yang melakukan tindak lanjut dengan bekerja sama dengan pihak berwenang jika memang kasus yang dilaporkan tersebut memiliki bukti yang kuat.

Demi terselenggaranya sistem whistleblowing yang efektif maka terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Menurut Albrecht et.al, terdapat empat kriteria utama untuk administrator atau pihak yang membentuk sistem whistleblowing perhatikan yang meliputi anonimitas, independensi, aksesibilitas, dan tindak lanjut.

Kriteria yang pertama sangatlah penting bagi keberlangsungan sistem whistleblowing mengingat terdapat stigma yang buruk melekat pada para whistleblower (Steve Albrecht et al., 2009). Meskipun demikian, menurut Peterson dalam Nurhidayat dan Kusumasari, tindakan whistleblower merupakan tindakan yang didasarkan oleh moralitas tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan pengaman yang jelas dan efektif guna mendorong tindakan pelaporan pelanggaran (Nurhidayat & Kusumasari, 2017).

Kriteria kedua adalah independensi lembaga yang menyediakan pelayanan sistem whistleblowing. Para pelapor cenderung merasa lebih yakin dan percaya jika lembaga yang berwenang menampung laporan mereka tidak berafiliasi dengan organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini berlandaskan pada minimnya pengaruh yang dapat timbul dari keterikatan lembaga penerima laporan dengan organisasi yang dilaporkan. Jadi dapat meningkatkan profesionalisme dalam menindaklanjuti laporan tersebut.

Kemudian, aksesibilitas menjadi fitur penting yang perlu diperhatikan dalam membentuk sistem whistleblowing tersebut. Para pelapor harus dengan mudah dan jelas mengetahui tata cara serta jalur pelaporan supaya melanggengkan sikap jujur tersebut. Selain jalur dan tata cara yang jelas, harus disediakan pula berbagai jalur alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh para calon pelapor guna mendorong perilaku pelaporan yang sesuai. Terakhir adalah kriteria tindak lanjut.

Setelah dipastikannya kerahasiaan data pelapor, lembaga penerima laporan bersifat independen, dan tersedianya jalur laporan yang beragam dan jelas maka dipastikan pula adanya tindak lanjut. Lembaga yang menerima laporan tersebut dapat memiliki kewenangan untuk secara langsung melakukan penyelidikan lebih dalam dan kemudian memberikan punishment yang sesuai. Atau lembaga tersebut dapat memberikan semacam rekomendasi kepada pihak lain seperti kepolisian untuk bekerja sama menyelidiki kasus tersebut (Steve Albrecht et al., 2009).

Sebagai contoh lembaga yang sudah menerapkan sistem whistleblowing adalah Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN. Lapor KASN merupakan nama fitur pengaduan yang tersedia di laman KASN sebagai perwujudan dari penerapan sistem whistleblowing. Pada hakikatnya, sistem ini bertujuan untuk menampung laporan mengenai tiga hal utama yaitu norma dasar dan etika, sistem merit, dan netralitas ASN.

Adapun cara kerja Lapor KASN pertama calon pelapor dapat mencari laman Lapor KASN itu sendiri yang tersedia di https://lapor.kasn.go.id/.  Kemudian, terdapat form box yang harus diisi dengan baik dan benar. Setelah terisi semua, KASN sebagai lembaga penyedia jalur pengaduan berkewenangan untuk memberikan rekomendasi sanksi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk kemudian ditindaklanjuti (Administrator KASN, 2020).

Referensi: 

  • Komite Nasional Kebijakan Governance. (2008). Pedoman 2008. 3. https://www.knkg-indonesia.org/dokumen/Pedoman-Pelaporan-Pelanggaran-Whistleblowing-System-WBS.pdf
  • Nurhidayat, I., & Kusumasari, B. (2017). Revisiting Understanding of The Whistleblowing Concept In The Context of Indonesia. Policy & Governance Review, 1(3), 165. https://doi.org/10.30589/pgr.v1i3.54
  • Steve Albrecht, W., Albrecht, C. O., Albrecht, C. C., & Zimbelman, M. F. (2009). Fraud Examination (Fourth Edi). Cengage Learning. https://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf
  • United Nations. (2000). No. 30676. United Nations (Economic and Social Commission for Asia and the Pacific) and India. 69–70. https://doi.org/10.18356/d4072237-en-fr

Reginald

Baca Juga