Berbicara tentang pahlawan berarti membicarakan seseorang, berbicara mengenai rasa kagum. Setiap orang sudah memilih untuk mengagumi pahlawannya. Sebagian mengheningkan cipta untuk yang gugur sebagian lagi bersorak gembira menyambut yang menang. Di era milenial ini pahlawan bukan lagi tentang seseorang yang melawan penjajah, tetapi bisa siapa saja. Pernahkah kalian menganggap diri sendiri sebagai pahlawan? Bukan untuk dikagumi banyak orang melainkan sebuah apresiasi untuk mencintai diri sendiri. Aku sering kali membenci diri sendiri. Menyadari kenyataan bahwa aku tidak punya kelebihan untuk dibanggakan seperti kebanyakan orang.
Berbagai masalah kerap kali datang tanpa jeda dikehidupanku, jika tidak bisa kuatasi, maka aku akan membenci diriku. Kadang luka yang paling perih bukan dari orang lain, melainkan datang dari orang terdekatku. Misalnya ibuku, ada kata-kata yang sering diucapkan ibu kepadaku yang tidak bisa ditolerir oleh hatiku sehingga menorehkan luka. Aku ingat ketika tajamnya kata-kata menusuk hatiku dan yang bisa kulakukan hanyalah menangis diam-diam. Aku ingat ketika pertama kali masuk kerja, karena aku anak baru ditempat kerja, maka orang-orang sering memandangku rendah dan hal yang seperti itu membuatku terpuruk. Aku sering berkata dalam hati “ya Tuhan, jika diciptakan memiliki banyak kekurangan, mengapa aku harus dilahirkan?".
Dalam menjalani kehidupan, manusia hanya memiliki dua hal besar, satu menerima dan yang ke dua mengikhlaskan. Kita harus mengikhlaskan apa yang bukan milik kita dan harus siap menerima apa yang ditakdirkan Tuhan untuk kita. Dua hal ini terlambat kusadari, namun Tuhan maha penyayang. Siapapun yang datang kepadanya dalam keadaan gundah akan kembali dengan keadaan cerah. Pertanyaan gundah yang ku ajukan kepada Tuhan sudah menemukan titik cerahnya. Tuhan menjawab doaku lewat hal-hal yang kualami.
Di media sosial banyak sekali kulihat berita yang tidak menyenangkan dalam sepekan, perceraian artis, bunuh diri, kebakaran rumah, orang tua memperkosa anak kandung, kasus bullying dan masih banyak lagi. Semua kejadian itu seakan memberi pelajaran “bahwa sesempurna apapun kehidupan orang lain pasti memiliki kekurangan yang tidak kita lihat, hanya karena dia tertawa bukan berarti tidak ada luka dihatinya”.
Masalah yang selama ini kuhadapi membuatku semakin menyadari banyak hal. Tidak ada masalah yang diberikan Tuhan secara cuma-cuma semuanya punya makna. Setelah mengalami banyak kejadian pikiranku semakin terbuka, ternyata selama ini seberat apapun masalah yang menimpaku bisa kuhadapi. Tidak pernah tersirat dalam benakku akan mengakhiri hidup ketika aku terpuruk.
Perlahan aku membangun prinsipku, bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan ketika kita masih punya doa dan cinta. Perlahan aku mengubah paradigmaku “hidup ini punya tujuan yang pasti, maka dunia bukanlah segalanya”. Perlahan kuberi apresiasi untuk diriku “untuk diri sendiri, terimakasih sudah mampu bertahan, terimakasih sudah berusaha bangkit dari rasa sakit, mari perbanyak syukur.
Sejatinya pahlawanku adalah diriku sendiri, teman terbaik saat aku terjatuh adalah diriku sendiri. Aku sempat kehilangan jati diri dan sering tidak percaya diri, tetapi ketika aku terbentur oleh satu masalah maka aku mengajak diriku untuk membenahi bukan membenci.
Kolom
-
Tolak PPN 12% Viral di X, Apakah Seruan Praktik Frugal Living Efektif?
-
Refleksi kasus 'Sadbor': Mengapa Influencer Rentan Promosikan Judi Online?
-
Harap Bijak! Stop Menormalisasi Fenomena Pemerasan di Balik Mental Gratisan
-
Bahasa Gaul di Era Digital: Perubahan atau Kerusakan?
-
Paylater dan Cicilan: Solusi atau Jalan Pintas Menuju Krisis?
Terkini
-
Cha Hak Yeon Menerima Tantangan Berperan di Drama BL 'My Neighbor Killer'
-
Sudah Dapat Juara Dunia Keempat, Max Verstappen Masih Belum Puas?
-
Penasaran! 5 Misteri yang Muncul di Episode Awal Drama When The Phone Rings
-
Menang Piala Citra 2024, Ini 4 Rekomendasi Film Terbaik Nirina Zubir
-
Ulasan Novel 'Beautiful World, Where Are You': Menggali Makna Hidup dan Cinta