Memiliki adik kecil atau bayi tentu sudah hal lumrah bagi seorang kakak untuk dibebankan kepadanya dalam menjaga si bayi. Berbagai upaya inisiatif yang dapat dilakukan untuk bermain bersama si bayi agar ia tidak menangis, bahkan bertindak seperti bayi pun mesti dikuasai juga seorang kakak apabila ingin menjaga si bayi atau anak kecil.
Namun, menjaga seorang bayi tentu bukanlah pekerjaan yang mudah dan tentu perlu keahlian khusus. Apalagi kakak anak laki-laki yang mungkin saja akan canggung saat menjaga sang bayi. Kondisinya dapat terjadi ketika Ibu sedang ada kegiatan di luar yang memungkinkan kakak laki-laki harus ia yang menjaganya, kalau memang tidak ada kakak perempuan.
Dalam pengalaman saya menjaga anak kecil, bagi saya amatlah rumit dan kadang membosankan kalau sudan berjalan lama. Saya sering menjaga adik sepupu saya yang kira-kira masih berumuran satu tahunan.
Mengingat saya tinggal di rumah kakak atau rumah sepupu saya yang bayi itu, maka sudah tentu saya sering ditugaskan untuk menjaga si bayi apabila kakak saya itu ada kegiatan. Bukan berarti tidak mau menjaga atau mengeluh untuk menjaga bayi itu ya, jangan sampai salah paham.
Dahulu saya berpikir kalau menjaga anak bayi itu adalah pekerjaan rumah yang mudah. Ya mengingat tinggal di rumah saja dan hanya sekedar menjaga anak bayi. Nah, beda halnya untuk seorang laki-laki atau suami yang memang bertanggungjawab untuk bekerja di luar rumah demi menafkahi anak dan seorang istri.
Sehingga anggapan saya itu pun seakan membenarkan dengan konsep sistem patriarki liar, di mana suami hanya bekerja mencari nafkah, sedangkan untuk istri cukup bekerja di rumah saja termasuk menjaga anak dan pekerjaan rumah lainnya.
Bodohnya pikiran saya itu, justru membandingkan kalau pekerjaan suami lebih berat ketimbang dengan pekerjaan istri. Ternyata keliru, seharusnya itu tidak bisa dibandingkan, namun tidaklah bisa dipisahkan juga.
Ketika saya menjaga bayi (sepupu saya), saya baru sadar bahwa memang pekerjaan tersebut bukanlah perkara gampang dan memang rumit. Suatu pekerjaan yang harus butuh kesabaran, karena nantinya akan muncul kebosanan.
Kalau bagi saya pribadi, menjaga bayi mesti dapat kreatif, sabar bermain bersama bayi, dan tetap menjaga agar bayi tidak menangis. Suatu keuntungan jika bayinya tidak doyan menangis, karena jelas suatu kerepotan tertentu jika si bayi terus menangis tanpa kita bisa menenangkannya.
Nah, kalau bayi terus-terusan menangis tanpa diketahui apa yang ia mau, maka lama kelamaan rasa kesabaran itu dapat merubah menjadi rasa sebal. Walaupun bayi memang pada dasarnya sering menangis sih.
Masalah lain juga yang kadang menyebalkan, ketika si bayi ke sana-sini memberantakin barang-barang berharga, memakan apa saja yang ia pegang, maupun perilaku aneh bayi lainnya. Dan apabila kita melarang si bayi melakukan itu, justru si bayi menangis tanpa ampun, dan lagi-lagi siapkan mental agar tetap sabar dalam menjaga bayi agar tetap aman.
Hal yang sulit bagi saya saat bermain dengan si bayi. Bukan karena tidak bisa ya, melainkan merasa malas aja saat bersikap seperti bayi. Artinya memang saya tidak punya keahlian melucu agar bayi tetap bisa tertawa atau setidaknya tidak menangislah, hehehe. Kondisi itu membuat saya berpikir kalau menjaga bayi memang pekerjaan rumit dan harus sabar.
Selain karena memang saya malas bertingkah seperti bayi saat bermain dengannya, dan juga bukan tipe saya yang bisa tahan di rumah saja seharian menjaga bayi, bikin pusing saja. Apalagi sebagai anak laki-laki ya tentulah butuh waktu dan tempat yang dapat bergerak bebas, termasuk ingin selalu ke luar rumah.
Akan tetapi perlu saya ingat juga bahwa pekerjaan menjaga bayi adalah pekerjaan yang baik dan juga mulia, karena kita tentu tidaklah dapat besar seperti sekarang tanpa ada orang yang dengan sabar dan tabah menjaga kita. Termasuk sosok Ibu yang jasanya tidak dapat tergantikan, merawat dan sabar sampai kita dapat tumbuh sampai sekarang ini, jelas jasa Ibu tidak dapat dibayar dengan uang.
Makanya pekerjaan seorang Ibu sangat tidak boleh diremehkan. Selain itu, Ibu juga mesti dapat mengurus segala pekerjaan rumah, maka pekerjaan seorang Ibu tidaklah boleh dientengkan dan diremehkan.
Sangat disayangkan jika kita tidak mengapresiasi pekerjaan Ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, apalagi jika Ibu ikut juga bekerja membantu perekonomian rumah tangga.
Kalau dalam budaya Mandar dikenal dengan istilah 'sibaliparriq' (seorang istri juga ikut membantu suami menambah perekonomian). Maka patutlah bagi kita sebagai laki-laki untuk memberikan penghormatan kepada seorang Ibu.
Baca Juga
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
-
Menelisik Sosok Ki Hajar Dewantara, Pendidikan sebagai Senjata Perlawanan
Artikel Terkait
-
Ingatkan PDIP Soal Kesabaran Ada Batasnya, Jokowi Disebut Sedang Buktikan Bukan Lagi 'Boneka Partai'
-
Oki Setiana Dewi Terus Diterpa Isu Dipoligami, Sikap Bijaknya Jadi Teladan
-
4 Ciri-ciri Hamil Bayi Laki-laki atau Perempuan yang Kerap Dipercaya, Intip Perbedaannya
-
Tali Pusar Masih Menggantung, Bayi Laki-laki Ditemukan Tewas Mengambang di Aliran Kali Utan Kayu
-
Gak Mental Tempe! 6 Zodiak Ini Dikenal Tabah dan Sabar Hadapi Tantangan Hidup
Kolom
-
Lebaran Lebih Berwarna dengan Arisan Keluarga, Ada yang Setuju?
-
Menghadapi Mental Down setelah Lebaran, Mengapa Itu Bisa Terjadi?
-
Menyusun Kembali Peta Kehidup setelah Lebaran sebagai Refleksi Diri
-
Apa yang Ditinggalkan Pemudik di Kampung Halaman?
-
Viral Beli Emas usai Lebaran: Kecemasan Kolektif Tanpa Solusi?
Terkini
-
Piala Asia U-17: Pasukan Garuda Muda Harus Paksakan Kemenangan saat Hadapi Yaman!
-
Piala Asia U-17: Hadapi Yaman, Pasukan Garuda Muda Harus Waspadai Overconfidence
-
Kalahkan LE SSERAFIM dan Jennie, KiiiKiii Menang di Music Core Lewat I DO ME
-
Imbas Capaian Snow White, Produksi Live-Action Tangled Resmi Ditunda
-
Mark NCT Kisahkan Perjalanan Hidup dan Ambisi di Lagu Debut Solo '1999'