Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | julita
Ilustrasi handphone. (Unsplash/freestocks.org)

Dua kali berturut-turut perayaan hari jadi Republik Indonesia tidak berhiaskan pesta rakyat. Perayaan Kemerdekaan RI ke-76 tahun kali ini berjalan tanpa aneka perlombaan seperti balap karung, makan kerupuk, hingga lari kelereng. Sayang sekali, karena gegap gempita pesta rakyat melalui aneka lomba khas “tujuhbelasan” merupakan potret yang selalu dinanti-nanti.

Pandemi Covid-19 memaksa Kita untuk merayakan Kemerdekaan Indonesia dengan cara-cara baru. Kita dipaksa bersuka cita walau terhalang jarak, merayakan lahirnya Ibu pertiwi dari rumah masing-masing, dan menyaksikan pengibaran sang saka merah putih dalam balutan ruang virtual.

Sedih ya? Namun, apapun kondisinya semarak perayaan kemerdekaan Indonesia tak boleh padam. Bung Karno pernah berujar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawan. Maka dalam rangka membangkitkan semangat kemerdekaan, Kita perlu diam sejenak untuk  mengenang kembali jasa para pahlawan terdahulu yang telah mewujudkan kemerdekaan bagi generasi penerus.

Berbicara sosok pahlawan, terlebih di tengah gempuran pandemi saat ini, tidak luput dari segenap tenaga kesehatan (nakes) yang berada di garda terdepan memerangi virus. Usut punya usut, pandemi yang tengah kita hadapi bukanlah yang pertama, jauh-jauh hari kita sudah pernah berperang melawan virus serupa. Misalnya wabah pes yang terjadi di tahun 1910. Kala itu, Dokter Cipto Mangunkusumo merupakan sosok pahlawan yang berjasa dalam mengobati para warga miskin yang terdampak.

Ada pula Dokter Moewardi, seorang dokter THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) yang tidak pernah lelah membantu rakyat miskin. Komitmennya memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan melampui apapun dan membantu sesama membawanya dikenal sebagai “dokter gembel”. Yang jelas, baik Dokter Mawardi dan Dokter Cipto Mangunkusumo merupakan teladan bagi anak-anak Indonesia.

Berkat Teknologi Digital, Siapa Saja Bisa Jadi Pahlawan

Arundhati Roy mengatakan, pandemi ini adalah sebuah portal, pintu gerbang antara satu dunia ke dunia yang lain, dunia lama dan dunia baru.

“Belajar tatap muka, kerja dari kantor, berjualan ‘door to door’, boleh dikatakan gambaran dunia lama. Dunia kini punya wajah baru, belajar dari rumah, kerja dari layar, dan berjamurnya digital marketing.”

Kehadiran pandemi ditambah berkembangnya teknologi digital mendisrupsi kehidupan manusia dan menghadirkan perubahan secara besar-besaran.

Sejalan dengan itu, Saya kemudian menyadari definisi pahlawan juga turut berkembang. Makna Pahlawan meluas, kini pahlawan tidak hanya diasosiasikan dengan profesi tertentu seperti dokter ataupun guru. Di era digital saat ini, muncul gagasan baru nan modern bahwa “siapa saja bisa jadi pahlawan”.

Berbagai kisah telah membuktikan, seseorang dengan gawainya bisa menjelma menjadi pahlawan bagi sekitar. Pahlawan yang hadir mewujudkan mimpi dan mengukir senyum bahagia untuk orang lain.

Sebuah kisah heroik viral pada awal tahun 2020 lalu. Potret hijaber, Elsya Sandria mencuri perhatian lewat aksinya yang menolong seorang pengemudi ojek online Bapak Sri, di Kota Bogor. Lewat cuitan di akun twitternya (@elsyandria2) pada 18 Januari 2020, Elsya mampu mengumpulkan donasi hingga ratusan juta rupiah untuk Bapak Sri.

Pertemuan keduanya seolah telah digariskan oleh sang maha kuasa. Elsya yang saat itu pulang dari bekerja sebagai pemandu sebuah acara di Jakarta, tiba-tiba didatangi seorang bapak tua yang menawarkan jasa untuk mengantarnya pulang. Bapak tua tersebut adalah Bapak Sri, beliau memperkenalkan diri sebagai ojek online namun gawainya tengah rusak. Awalnya, Elsya ragu mengingat waktu sudah larut malam, namun entah mengapa setelah berkenalan dengan Bapak tersebut hatinya kemudian yakin.

Potret Elsya Sandria Bersama Bapak Sri (Sumber : Instagram Elsya Sandria @elsyandria)

Kondisi motor yang digunakan Bapak Sri nampak memprihatinkan, motor beliau dapat dikatakan sudah tidak layak dan hanya mampu melaju dengan kecepatan maksimal 20 km per jam. Selama di perjalanan Bapak Sri banyak bercerita mengenai kehidupannya. Di usianya yang tak lagi muda (76 tahun), Bapak Sri harus tetap bekerja sebagai ojek online demi menopang hidup anaknya yang kini duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kegigihan Bapak Sri dalam mencari nafkah mengetuk hati Elsya, ia kemudian membagikan kisah Bapak Sri lewat media sosial. Tanpa disangka-sangka, sosok Bapak Sri yang masih mau berjuang di usia senja demi keluarga mencuri perhatian warganet. Ratusan juta donasi terkumpul, uang tersebut merupakan bukti bahwa masih banyak sekali orang baik dan mau membantu sesama di luar sana. Donasi tersebut kemudian dimanfaatkan untuk membeli gawai, motor baru, dan renovasi rumah Bapak Sri yang memang dalam kondisi yang sudah tak layak huni.

Pahlawan Kekinian, Menjaring Kebaikan lewat Sosial Media

Aksi Elsya dalam membantu Bapak Sri melalui sosial media adalah kisah yang dapat Kita teladani bersama. Setelahnya, aksi serupa menyebar secara masif di berbagai penjuru negeri dengan cara-cara unik nan kreatif. Ada yang menghimpun dana bagi tetangganya yang prasejahtera, beberapa lainnya membagikan potret pedagang makanan yang sepi pembeli, pun juga ada yang membantu menyalurkan modal usaha bagi mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi.

Ahh...terlalu banyak rupa-rupa donasi lewat sosial media yang dapat Kita temui.

Banyak masyarakat yang telah terbantu, gawai bagi yang membutuhkan untuk pembelajaran daring, sepeda motor untuk mencari nafkah bagi pengendara ojek online, paket sembako untuk mengisi perut mereka yang terdampak pandemi, dan masih banyak lagi.

Maka jika ditanya siapakah sosok pahlawan kekinian, bagiku adalah mereka yang mau menjaring kebaikan bagi orang lain melalui gawainya. Alih-alih menggunakan gawai pribadi sebagai sarana untuk eksis atau tempat berkeluh kesah atas masalah yang dihadapi, sosok Elsya dan pahlawan kekinian lainnya memilih untuk menghimpun kebaikan bagi mereka yang membutuhkan.

Siapa saja bisa seperti Elsya, siapa saja bisa jadi pahlawan kekinian bersama gawainya. Kebaikan Elsya tak boleh berhenti, Kita khususnya anak muda dapat melakukan hal yang sama. Bermodalkan gawai pribadi, Kita bisa turut serta menghimpun kebaikan kepada yang membutuhkan. Misalnya ketika bertemu pedagang kecil yang sepi pembeli, bantu mereka dengan promosi cuma-cuma di laman sosial media pribadi atau ikut membagikan informasi donasi melalu grup whatsapp, bahkan kita juga dapat inisiatif menggalang donasi bagi orang-orang sekitar yang benar-benar membutuhkan bantuan melalui cuitan di salah satu platform sosial media.

Teknologi digital nyatanya telah membawa kita ke dunia baru, dimana Kita dapat dengan mudahnya menjaring kebaikan bagi sesama, murah lagi tanpa biaya. Ambil gawaimu, mari ambil bagian jadi pahlawan kekinian.

Satukan kekuatan dan bantu sekitar, demi Indonesia yang lebih baik.  

julita

Baca Juga