Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | wahyu prihartanto
Ilustrasi seseorang mengakses sosial media (pexels.com) / mikoto.raw Photographer

Jejaring media sosial seperti facebook, twitter, path, BBM, line, whatsapp, instagram, dan sejenisnya sudah menjadi kebutuhan sosial masyarakat Indonesia. Instagram menempati peringkat kedua paling sering dikunjungi di jejaring sosial setelah facebook. Sebuah penelitian menyebutkan penggunaan instagram di jejaring sosial dapat meningkatkan personal branding dalam berbagai bentuk.

Saya pernah berdiskusi dengan seseorang dan kami menemukan fakta bahwa Instagram itu memikat sampai mengikat diri kami. Awalnya pengin lihat Instagram lima menit saja. Eh, kebablasan hingga berjam-jam. Daya tariknya mampu mencuri waktu produktif kita bahkan waktu istirahat kita.

Instagram memang punya banyak manfaat, tapi ingat, Instagram juga banyak bermudarat. Kalau kita tidak pandai membagi waktu, Instagram bisa jadi seperti "narkoba" jenis baru. Ia memikat kita sampai akhirnya kita terikat. Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Darurat Mudarat Bagi Para Pengguna Instagram"

Instagram, sebagai jejaring sosial populer banyak dimanfaatkan oleh anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Beragam layanan yang ditawarkan di Instagram, mulai berbagi foto aktivitas sehari-hari, video, InstaStory, Instagram Live, komentar, sampai chatting menggunakan fitur direct message. Ada pula fasilitas editing foto yang diunggah dan mencari teman.

Berbagai macam cara dilakukan oleh para pengguna untuk meningkatkan penampilan dalam setiap unggahan mereka. Mulai dari menambahkan filter pada foto, angle serta gaya yang menarik merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan penampilan seseorang pada unggahan foto Instagram mereka. Beberapa hal tersebut meningkatkan jumlah unggahan selfie atau swafoto para pengguna Instagram.

Bagi kaum muda yang tumbuh dengan platform seperti ini membuat mereka memiliki pandangan bahwa berpose lalu mengunggahnya ke Instagram merupakan sesuatu yang “normal.” Sebab Instagram sangat mengedepankan visual, maka para penggunanya bisa memilih variasi dalam mempresentasikan dirinya di jejaring sosial. Target presentasi diri yang dilakukan oleh individu kebanyakan adalah orang yang dikenal dan mengenali dirinya.

Individu mengharapkan respons yang positif sehingga dapat meningkatkan harga dirinya.

Banyaknya unggahan yang dibagikan seseorang di Instagram terkait dengan narsisme dan harga diri. Harga diri bergantung pada persahabatan merupakan faktor penting bagaimana seseorang mengaktualisasikan diri dalam hubungan personal. Jika harga diri seseorang tergantung pada seberapa baik hubungan seseorang tersebut dengan orang lain, mereka akan lebih termotivasi untuk meluangkan waktu dan tenaga untuk presentasi dirinya dan menjaga pandangan positif orang lain terhadap mereka.

Motif utama untuk menghadirkan diri pada situs internet ditujukan untuk menyampaikan gambar atau citra diri yang diinginkan. Selain itu, ada banyak individu yang semakin meningkat harga dirinya ketika temannya di Instagram semakin banyak. Banyaknya jumlah teman yang dimiliki dalam jejaring sosial dipersepsikan sebagai salah satu bentuk dukungan sosial yang dimiliki individu.

Individu cenderung akan berusaha terus menampilkan aktualisasi diri secara online yang sifatnya positif untuk mempertahankan dan menambah temannya di jejaring sosial. Kemudian, individu dapat merasa berharga karena adanya dukungan teman. Seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung meningkatkan diri, sedangkan seseorang yang memiliki harga diri yang rendah cenderung memproteksi dirinya sendiri dalam perilaku jati diri.

Mereka akan menurunkan harga diri mereka di depan umum atau di saat situasi yang mengancam persahabatannya. Jika sumber harga diri sangat bergantung pada relasi persahabatan, maka akan berkembang kecenderungan yang kurang baik. Individu tidak dapat memandang dirinya sebagai figur yang berharga tanpa keberadaan dan pengaruh dari teman yang dianggap penting.

Jejaring sosial menjadi wadah yang menjembatani hubungan pertemanan beda waktu dan lokasi serta ketersediaan dukungan sosial kepada masing-masing individu. Kondisi seperti ini mendorong individu untuk mengalami kecemasan ketinggalan informasi di jejaring sosial yang lebih tinggi karena besarnya ketergantungan dengan individu lain yang dianggap penting di dalam jejaring sosial. Fenomena kecemasan ketinggalan informasi di jejaring sosial dapat dipahami sebagai situasi yang timbul akibat kurang atau buruknya pengendalian diri atas dampak psikologis seseorang.

Selain itu, fenomena ini diduga dapat membantu menjelaskan penggunaan jejaring sosial yang bersifat eksesif oleh masyarakat. Ini artinya pengalaman yang berharga terkait hubungan dengan orang lain, atau persepsi bahwa relasi sosial yang dibangun bersifat menguntungkan dan memuaskan akan dipertahankan oleh individu tersebut. Individu yang bermasalah dalam relasi dengan orang lain menjadi agak berlebihan saat menggunakan jejaring sosial untuk berinteraksi dengan orang lain.

Individu memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih cemas, mudah marah, merasa lebih memadai dan memiliki perasaan rendah diri yang bersifat sementara setelah melihat jejaring sosial. Dengan hubungan secara terus-menerus ke teman-teman mereka yang update jejaring media sosial, hampir tidak mungkin mereka tidak mengetahui apa yang orang lain lakukan setiap saat.

Lalu, apakah Anda termasuk orang yang takut ketinggalan informasi ketika telepon seluler Anda mati?

wahyu prihartanto