Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Retno Pratiwi
Ilustrasi ekspor-impor. [ANTARA]

Keterbatasan alat-alat medis, pengobatan, dan tenaga medis serta tingginya kebutuhan vaksin melanda Indonesia di tengah penyebaran Covid-19 yang kian masif. Hal tersebut berimplikasi pada terhentinya sektor perekonomian, baik formal maupun informal, dan berimbas pula pada pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi.

Dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19 maka Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan insentif, salah satunya adalah insentif kepabeanan sebagai pemulihan ekonomi nasional dan disertai penguatan kerja sama internasional, baik multilateral maupun regional. Kepabeanan menjadi langkah antisipatif yang menyentuh dimensi strategis, substantif, dan esensial di era perdagangan internasional. 

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan Untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona menjadi langkah pemerintah guna menjaga serapan lapangan kerja dan mendorong ekspor. Seperti, pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan Untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona menjelaskan bahwa “Pengeluaran hasil produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean tidak mengurangi kuota penjualan hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean tahun berjalan”.

Menindaklanjuti adanya perubahan regulasi, di mana beleid sebelum adanya Covid-19 pemerintah membatasi kuota penjualan hasil produksi perusahaan di Kawasan Berikat dengan ketentuan maksimal perusahaan Kawasan Berikat ke pasar lokal maksimal 50% dari nilai ekspor. Namun, dengan adanya regulasi terbaru maka batasan tersebut dikecualikan selama tidak mengurangi kuota penjualan tahun berjalan. Dengan regulasi tersebut, maka dapat mengatasi masalah kelebihan stok akibat pasar yang menyusut di tengah pandemi Covid-19, memenuhi kebutuhan penyediaan logistik dalam negeri, dan penyerapan tenaga kerja untuk menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

Selain itu, guna mempermudah penanganan Covid-19 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai trade facilitator dan industrial assistance melakukan perubahan pada sistem administrasi. Hal tersebut termasuk kedalam fasilitator prosedural, yakni kemudahan administratif dan penyederhanaan birokrasi guna mengurangi waktu dan biaya yang timbul akibat suatu kegiatan perekonomian.

Dengan begitu, perubahan terhadap sistem administrasi diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan Untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa untuk pemeriksaan fisik dilakukan secara selektif dan dapat melalui teknologi informasi serta Tempat Penimbunan Berikat dapat menjadi Kawasan Berikat Mandiri selama berada di daerah PSBB. 

Sebelum diterbitkan peraturan terbaru, maka pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh otoritas kepabeanan, yakni secara acak sesuai dengan manajemen risiko dan pelayanan mandiri secara khusus hanya dilakukan oleh perusahaan yang telah memenuhi kualifikasi sebagai penyelenggara Kawasan Berikat Mandiri.

Akan tetapi, saat ini dengan peraturan terbaru mengatur pemeriksaan fisik secara selektif dengan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi serta Kawasan Berikat yang berada di daerah PSBB maka dapat diberikan persetujuan melakukan pelayanan mandiri. Mekanisme dari pelayanan mandiri, yakni Pengusaha Kawasan Berikat (PDKB) menjalankan kegiatan operasional tanpa perlu kehadiran secara fisik untuk melakukan persetujuan atau pengawasan dari otoritas kepabeanan.

Akan tetapi, fungsi pengawasan tetap diterapkan melalui pelayanan mandiri yang dapat diakses pada sistem komputer pelayanan Customs Excise Information Sistem Automation (CEISA) TPB DJBC. Pelayanan mandiri yang dapat dilakukan dalam kegiatan operasional, yakni pelekatan dan/atau pelepasan segel DJBC, kegiatan pemasukan barang, pembongkaran barang (stripping), penimbunan barang, pemuatan (stuffing), pengeluaran barang, dan kegiatan lainnya. 

Seperti halnya, persentase pemeriksaan fisik secara acak ditetapkan seminimal mungkin serta mengutamakan terhadap targeting dan TPB kategori layanan merah tidak harus 100% dilakukan pemeriksaan fisik. Namun, bisa menggunakan teknologi informasi.

Fasilitas prosedural mempercepat pemasukkan atau pengeluaran bahan baku, sehingga dapat menghemat biaya operasional perusahaan. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi di tengah pandemi Covid-19 pun mendukung program pemerintah memutus rantai penyebaran Covid-19, sehingga PDKB tetap bisa mengajukan perizinan maupun pengawasan pemeriksaan,

tanpa dilanda ketidakpastian atas siklus produksi. Akibat adanya fasilitas prosedural dapat mempercepat kinerja operasional perusahaan, seperti proses distribusi barang kepada pembeli lebih cepat, sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Di samping itu, metode pelayanan mandiri tidak bergantung pada petugas hanggar dalam pengeluaran barang sehingga produksi akan cepat berlangsung dan dapat mengoptimalkan jadwal produksi, mempercepat pengiriman hasil produksi, serta ketersediaan bahan baku tetap terjaga.

Dengan mekanisme pelayanan mandiri, dapat mewujudkan kelayakan administrasi, tetapi terdapat potensi pelanggaran oleh PDKB. Salah satu potensi pelanggaran yang dapat menimbulkan kerugian adalah praktik penimbunan terhadap barang yang seharusnya diekspor. Praktik penyalahgunaan fasilitas Kawasan Berikat ini kerap kali dilakukan dengan menimbun barang yang seharusnya diekspor dan melakukan penjualan di daerah pabean tanpa memperhatikan kuota penjualan.

Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diharapkan dapat terus mengawasi jalannya implementasi insentif tambahan ini agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan mengurangi celah terjadinya pelanggaran. Bea Cukai melakukan evaluasi secara berkala terkait pemenuhan persyaratan, lokasi, dan ketentuan administrasi guna mengukur tingkat efektivitas, efisiensi, dan dampak dari adanya fasilitas insentif terbaru yang diterima oleh PDKB.

Selain itu, di era pandemi Covid-19 pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi perlu ditingkatkan guna mengoptimalkan kualitas pelayanan serta PDKB pun dapat meningkatkan kinerja operasional perusahaan. Sosialisasi secara intensif dan masif guna PDKB mengetahui jenis insentif tambahan dalam penanganan Covid-19 yang dikeluarkan oleh pemerintah. 

Retno Pratiwi

Baca Juga