Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan suku, agama, ras, dan adat. Perbedaan tersebut disatukan dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Dengan adanya perbedaan itu, kita diharapkan dapat menghargai satu sama lain dan saling bertoleransi. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi adanya perpecahan antar bangsa Indonesia.
Persentase toleransi di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan oleh Wahid Institude adalah sebesar 70% dan 0,4% orang bertindak intoleran. Salah satu penyebab adanya intoleran tersebut yaitu kesesatan berpikir di beberapa kalangan masyarakat hanya karena sebagian dari salah satu suku melakukan kesalahan.
Kesesatan berpikir merupakan suatu paradigma yang tidak logis dan tidak semua orang dapat memahaminya. Kesesatan berpikir terjadi akibat pelanggaran term (istilah), berlawanan dengan kaidah logis, serta penggunaan preposisi yang tidak lengkap, sehingga kesimpulan yang dihasilkan tidak logis. Asnanto Surajiyo, dkk (2006) mengatakan bahwa kesesatan berpikir disebabkan oleh pemaksaan prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Kesesatan berpikir memiliki banyak macam bentuk, baik secara sadar maupun tidak sadar. Beberapa bentuk dari kesesatan berpikir yaitu ad hominem; strawman fallacy; ad ignorantum; Argumentum ad populum atau bandwagon fallacy; hasty generalization; false cause; red herring; false dilemma atau dikotomi palsu; dan lain sebagainya. Kesesatan berpikir seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam lingkup masyarakat Indonesia.
Kesesatan berpikir yang sering terjadi dalam lingkup masyarakat yaitu mereka sering menyimpulkan sesuatu yang preposisinya tidak lengkap. Misal, seseorang melihat si A berasal dari suku madura suka mencuri dan si B yang berasal dari suku yang sama, suka merampok. Kemudian orang tersebut menyimpulkan bahwa semua orang yang berasal dari madura merupakan orang jahat. Kesimpulan ini tentunya tidak logis dan mengakibatkan diskriminasi terhadap suku madura.
Kesesatan berpikir dapat menyebabkan lunturnya toleransi di beberapa kalangan masyarakat. Oleh karena itu, hal tersebut harus diminimalisir agar tidak terjadi perpecahan dalam lingkup sosial masyarakat. Cara yang dapat kita lakukan yaitu dengan meninjau beberapa relevansi suatu prinsip logika sebelum memberi kesimpulan.
Baca Juga
Artikel Terkait
Kolom
-
Filosofi Menanam Bunga Matahari untuk Tumbuh di Tengah Quarter Life Crisis
-
Meraba Realita Musisi Independen yang Hidup dari Gigs Berbayar Seadanya
-
Mahasiswa Melek Literasi: Gerakan Kecil yang Bikin Dampak Besar
-
Revisi KUHAP: Jurang Baru Antara Kewenangan Aparat dan Hak Warga Negara
-
Partisipasi Publik Palsu: Strategi Komunikasi di Balik Pengesahan Revisi KUHAP
Terkini
-
IDID Melawan Batasan dan Tetap Jadi Diri Sendiri di Lagu Terbaru, Push Back
-
Bikin Wangi Seharian! 3 Parfum Pria Cocok Banget Buat Kado Pacar
-
Segera Diumumkan, Pelatih Baru Skuat Garuda Harus Rela Dirundung Standar Tinggi Warisan STY
-
Sinopsis Bison: Kaalamaadan, Film India Terbaru Dhruv Vikram di Netflix
-
Menkeu Purbaya Tanggapi Tragedi Terbakarnya Mobil Milik Bank BUMN yang Bawa Rp4,6 Miliar