Profesi freelance sudah semakin menjamur di Indonesia. Mulai dari siswa hingga lulusan sarjana memilih untuk menekuni profesi ini karena kerjanya yang terbilang mudah dan fleksibel, alias bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja.
Selain itu, pekerja freelance tidak memerlukan banyak skill dalam bekerja. Dengan menekuni dan menguasai satu skill yang paling dibutuhkan oleh marketnya, dia bisa menjual jasanya dengan mudah dan menentukan harga sendiri untuk kemampuannya.
Namun, profesi sebagai freelance ini masih cukup asing di kalangan para orang tua. Karena yang tertanam dalam pikiran orang tua adalah suatu pekerjaan itu hanya dapat dilakukan ketika seseorang berangkat ke tempat kerja, bertemu dengan rekan, bawahan atau atasan kerja. Sementara, pekerja freelance cenderung menghabiskan seluruh waktunya di rumah saja.
Hal tersebut membuat orang tua yang tidak memahami teknologi menganggap bahwa anak mereka hanya pengangguran yang seharian hanya berdiam diri saja di depan layar handphone ataupun komputer tanpa melakukan apapun. Padahal, anak tersebut sebenarnya sedang mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan klien padanya agar tepat dengan deadline.
Parahnya lagi, bagi pekerja freelance yang tinggal di kampung atau desa, akan ada banyak mulut menggunjing pekerja freelance yang terlihat tidak pernah keluar rumah untuk bekerja, namun tetap memiliki uang untuk membeli ini itu ataupun kebutuhannya. Minimnya pengetahuan tentang profesi freelance di kalangan orang tua terkadang dapat membuat anak yang bekerja freelance menjadi tertekan.
Padahal jika mereka mau lebih terbuka pemikirannya, mereka akan memahami bahwa profesi freelance sama saja dengan profesi yang dilakukan di tempat kerja. Bedanya pekerja freelance tidak memiliki kantor seperti para karyawan lainnya. Selain itu, pekerja freelance tidak memiliki hari libur dan jam kerja serupa karyawan yang bekerja di kantor. Dia adalah bos dari dirinya sendiri yang bebas menentukan hari libur, jam kerja serta gajinya sendiri sesuai dengan kemauannya.
Jadi, mari berikan pemahaman kepada orang tua atau mereka yang belum memahami makna dari pekerja freelance agar mereka tidak memandang sebelah mata pekerjaan tersebut dan menganggap orang yang berprofesi sebagai freelance adalah pengangguran.
Baca Juga
-
5 Rekomendasi Kafe Dekat ISI Jogja, Harga Terjangkau Nyaman Buat Nongkrong!
-
5 Rekomendasi Tempat Camping di Purwokerto, Viewnya Memesona!
-
5 Rekomendasi Wisata Keluarga di Klaten, Seru dan Menyenangkan!
-
4 Kafe di Temanggung dengan View Gunung Sumbing dan Sindoro
-
5 Kafe di Boyolali dengan View Gunung Merapi yang Memesona, Auto Bikin Betah
Artikel Terkait
Kolom
-
Grup 'Fantasi Sedarah', Alarm Bahaya Penyimpangan Seksual di Dunia Digital
-
Memperkuat Fondasi Bangsa: Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia
-
Menakar Ulang Peran Militer dalam Demokrasi Pascareformasi
-
Perjuangan Buruh Perempuan di Tengah Ruang Kerja Tak Setara
-
Fenomena Unpopular Opinion: Ajang Ujaran Kebencian di Balik Akun Anonim
Terkini
-
Venezia Terpeleset, Jay Idzes dan Kolega Harus Padukan Kekuatan, Doa dan Keajaiban
-
Ponsel Honor 400 Bakal Rilis Akhir Mei 2025, Usung Kamera 200 MP dan Teknologi AI
-
Gua Batu Hapu, Wisata Anti-Mainstream di Tapin
-
Jadi Kiper Tertua di Timnas, Emil Audero Masih Bisa Jadi Amunisi Jangka Panjang Indonesia
-
Realme Neo 7 Turbo Siap Meluncur Bulan Ini, Tampilan Lebih Fresh dan Bawa Chipset Dimensity 9400e