Saya membaca penelitian Prof Ratni Prima Lita, guru besar manajemen pemasaran Unand yang berkisah tentang social media marketing. Strategi pemasaran yang satu ini, kata Prof Ratni, memanfaatkan komunikasi yang dibangun lewat media berbasis online. Baik itu jejaring sosial, promosi blog, dan lain-lain untuk meyakinkan pembeli mau memanfaatkan barang atau layanan yang telah disajikan oleh suatu organisasi.
Subjek penelitian itu melibatkan 210 responden. Hasilnya, mencerminkan korelasi hubungan antara pemasaran media sosial dengan meningkatnya kepercayaan konsumen pada produk kuliner yang dijual secara online. Kepercayaan yang telah meningkat itu kemudian menjembatani timbulnya niat beli.
Penasaran dengan riset tersebut, saya lalu menghubungi sang guru besar. Saya ajukan pertanyaan ringkas. Apakah social media marketing dapat pula diimplementasikan oleh KPU dan Bawaslu sebagai strategi kekinian untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia jelang Pemilu 2024?
Jika kepercayaan itu meningkat, akankah berpotensi menambah minat masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam semua tahapan Pemilu? Kata Prof Ratni, bisa. Lantas, beliau pun berjanji akan meminta mahasiswa untuk serius melakukan penelitian terkait pertanyaan saya itu.
Sejurus kemudian, saya pun teringat perdebatan dengan rekan sejawat, sesama jurnalis pada awal bulan lalu. Ia baru saja menyandang kompetensi wartawan utama. Ia memulai topik diskusi dengan menyorot pemanfaatan media sosial penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten dan kota. Dengan sangat meyakinkan, ia berharap media sosial itu dapat tergarap optimal.
Rekan saya itu bahkan berujar telah menyarankan salah satu kepala sekretariat penyelenggara pemilu untuk mengoptimalisasi medsos mereka. Ia yakin, dengan pengalamannya di bidang IT, ia mampu menambah pengikut media sosial penyelenggara pemilu minimal seribu orang perhari. Saya pun terkesima dengan paparan dan strategi yang ia miliki.
Saya lalu menjajaki informasi permulaan. Caranya, mengunjungi laman akun resmi Bawaslu dan KPU satu persatu. Hipotesa sementara, akun media sosial penyelenggara pemilu mulai dari tingkat pusat sampai daerah, memang belum tergarap sepenuhnya. Alkisah, per tanggal 1 Oktober 2022, Bawaslu RI tercatat punya 121 ribu pengikut di Instagram, 58 ribu pengikut di Facebook, 157,3 ribu pengikut di Twitter, dan pelanggan YouTube sebanyak 36,3 ribu. Kemudian, KPU RI punya 267 ribu pengikut di Instagram, 149 ribu pengikut di Facebook, 212 ribu pengikut di Twitter, dan 53,9 ribu pelanggan YouTube. Tingkat keterbacaan, kesukaan, dan jumlah penonton di media sosial itu, juga masih menyentuh angka ribuan.
Senin pagi, 3 Oktober 2022, dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, secara resmi KPU telah memaparkan rancangan peraturan tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, beserta tiga rancangan PKPU lainnya. Agenda rapat ini pun ditayangkan secara live di akun YouTube Komisi II. Berapa orang yang menonton? Berkisar 200 pemirsa saja.
Ketentuan mengenai partisipasi masyarakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum khususnya BAB XVII mulai dari Pasal 448 sampai pasal 450. Yang pada pokoknya, kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat. Isu strategis dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat tidak akan terlepas dari sosialisasi pemilu, pendidikan politik, survei atau jajak pendapat, dan penghitungan cepat hasil pemilu.
Dua dari empat bentuk pastisipasi masyarakat ini yaitu sosialisasi pemilu dan pendidikan politik bagi pemilih, sudah sepatutnya mengadopsi sistem pemasaran media sosial. Apabila ini dilakukan dengan efektif, minimal tentu calon pemilih tidak lagi kebingungan untuk mengadu ketika namanya dicatut dalam keanggotan partai politik. Pun generasi milenial tidak lagi ketinggalan informasi tentang apa tahapan yang sedang dilakoni oleh KPU dan Bawaslu saat ini.
Lantas bagaimana setiap pengelola akun maupun admin penyelenggara pemilu mengadopsi sistem pemasaran media sosial yang optimal? The International Foundation for Electoral System (IFES) pada Agustus 2021 mengeluarkan sebuah buku panduan yang ditulis Gabriel Morris berjudul Social Media Strategies for Election Management Bodies, A Tactical Guide to Expanding Voter Outreach. Buku ini membagikan strategi luas untuk penyelenggara pemilu berkampanye program melalui media sosial. Gabriel menyebutnya kata operasinya dengan istilah "taktik", sebagai lawan dari "trik".
Kata Gabriel, tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan di media sosial. Sosial media bukanlah media ajaib. Fokus dulu untuk menciptakan konten berkualitas. Platform media sosial, dipersenjatai dengan kecerdasan buatan yang canggih. Namun sampai hari ini, tidak ada tombol yang dapat mengotomatiskan pekerjaan semisal menanggapi dengan serius komentar dan pertanyaan dari pengikut. Upaya kecil ini memang melelahkan, namun sangat berharga bagi komunitas netizen.
Untuk itu disarankan, jika ukuran dan keterlibatan audiens pemilih tidak meningkat setelah melakukan upaya terbaik dalam membangun konten dan komunitas, ada baiknya penyelenggara pemilu mempertimbangkan untuk keluar menemui audiens di tempat mereka berada. Atau bisa pula dengan bermitra pihak ketiga, atau pemilik akun dengan pengikut khusus dan substansial dari kalangan Selebgram, Tiktokers, YouTuber, Facebooker, maupun influencer lainnya.
Artinya, peluang bagi penyelenggara pemilu untuk berkolaborasi dengan konten kreator tanah air masih sangat terbuka lebar. Dengan lobi-lobi ekstra, sangat bijak untuk datang ke pemilik acara-acara podcast, menjadi bintang tamu di acara talkshow, atau sekedar wara-wiri di akun medsos selebriti. Inilah kesempatan emas untuk menyampaikan mengapa pemungutan suara penting bagi masyarakat Indonesia. Sekaligus tantangan untuk menutup rapat sinisme, disinformasi, nihilisme dan negativitas yang terus beresonansi dan menyebar di ruang publik.(*)
Artikel Terkait
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Akui Politik Uang di Pemilu Merata dari Sabang sampai Merauke, Eks Pimpinan KPK: Mahasiswa Harusnya Malu
-
Guru Besar UI Sebut UU Pemilu Perlu Selalu Dievaluasi dan Diubah, Kenapa?
-
Bawaslu Umumkan Hasil Investigasi Sore Ini, Prabowo Bakal Kena Sanksi Video Dukung Ahmad Luthfi?
-
Sudah 5 Tahun Gak Naik-naik, Bawaslu Minta Pemerintah Naikkan Gaji Panwascam hingga 100 Persen
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
Byeon Woo Seok Nyanyikan Sudden Shower di MAMA 2024, Ryu Sun Jae Jadi Nyata
-
Pep Guardiola Bertahan di Etihad, Pelatih Anyar Man United Merasa Terancam?
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Lim Ji Yeon di Netflix, Terbaru Ada The Tale of Lady Ok
-
Review Ticket to Paradise: Film Hollywood yang Syuting di Bali
-
Ulasan Novel Under the Influence Karya Kimberly Brown, Kisah Cinta dan Kesempatan Kedua