Berdasarkan survey Kadata tahun 2020, dari 103 bisnis perhutanan sosial, 94% dari mereka berasal dari kelompok yang dikelola oleh dominan laki-laki. 5% berasal dari kelompok yang dikelola oleh dominan perempuan, dan sisa 1%-nya dari kelompok yang dikelola oleh jumlah perempuan dan laki-laki secara seimbang.
Dalam penugasannya pun, pekerja perempuan tidak diberikan bagian tugas yang strategis maupun kesempatan yang sama. Lebih dari sekadar itu, perhutanan sosial ini menempatkan laki-laki di kelas elit yang menguntungkan, memungkinkan mereka untuk membangun dominasi dalam pengelolaan hutan.
BACA JUGA: Stop Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan!
Dari berita ini ada banyak hal mengenai maraknya ketidaksetaraan gender di negara kita. Ketidaksetaraan gender ini masih sering terjadi dan hampir mustahil untuk disaring atau bahkan dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena sudah melekat dan menjadi bagian dari pola pikir setiap individu bahwasanya posisi wanita adalah di bawah laki-laki.
Kesetaraan gender memang sudah disuarakan di mana-mana, bahkan diperjuangkan oleh pahlawan hebat kita, R.A. Kartini. Perjuangan ini harus diakui membawa dampak yang besar tapi kurang mendalam. Perjuangan R.A. Kartini sekadar sampai pada pintu gerbang di mana para perempuan dapat bersekolah. Perjuangan untuk menyadarkan para masyarakat mengenai praktik kesetaraan gender yang sebenarnya merupakan bagian dari perjuangan kita yang meneruskan perjuangan Ibu Kartini.
"Tugas perempuan hanya sebatas dalam rumah tangga".
"Perempuan berposisi lebih rendah dari lelaki."
Itulah apa yang ada di dalam pikiran dan lubuk hati masyarakat sejak dahulu. Namun, ada kutipan oleh Matthew Henry yang muncul di dalam novel berjudul 5 Cm karya Donny Dhirgantoro yang berbunyi, "Woman was created from the ribs of a man, not from his head to be above him, nor from his feet to be walked upon him, but from his side to be equal, near to his arm to be protected and close to his heart to be loved."
BACA JUGA: Wanita: Antara Hak dan Kewajiban
Kutipan tersebut menegaskan kembali bahwa perempuan adalah makhluk yang setara dengan lelaki, bukan di atas atau bahkan di bawahnya. Mereka pantas mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban yang sama.
Saat ini, mari kita merefleksikan kembali tentang diri kita sendiri. Sebagai laki-laki, apakah kita dan sekitar kita sudah menganggap sesama perempuan ini adalah setara dari kita, atau masih di bawah kita? Sebagai perempuan, apakah kita dan sekitar kita sudah mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban yang sama dengan sesama kita laki-laki?
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Stop Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan!
-
Bikin Heboh! Seorang Perempuan di Bandung Berlumuran Darah, Disebut Dianiaya Mantannya Berprofesi Polisi
-
Sekarang Pacaran dengan Pria Tampan, Millen Cyrus Masih Ada Keinginan Menikahi Perempuan
-
Ini Kata-Kata Menyentuh dari Perempuan Cantik yang Melamar Pria India Asib Ali
-
Asib Ali Pria India Dilamar Perempuan Lain, Netizen: Semoga berjodoh
Kolom
-
Menembus Batas Budaya, Strategi Psikologis Mahasiswa Rantau
-
Antara Keringat dan Ketakutan: Saat Catcalling Membayangi Langkah Perempuan
-
Anggaran Perpustakaan dan Literasi Menyusut: Ketika Buku Bukan Lagi Prioritas
-
Detak di Pergelangan! Bagaimana Smartwatch Merawat Jiwa Kita?
-
Citra Gender dalam Makanan: Dekonstruksi Stereotip antara Seblak dan Kopi
Terkini
-
Ulasan Buku Abundance: Mengulik Politik Pembangunan di Amerika
-
Indonesia Open 2025: Hanya Lima Wakil Indonesia yang Lolos ke Perempat Final
-
Indonesia vs China: Saat Tim Haus Kemenangan Menjamu Tim Paling Mengenaskan
-
Review Film Ballerina: Spin-off John Wick yang Kurang Nampol?
-
Vivo X Fold 5 Rilis Juli Mendatang, Diyakini Bakal Jadi HP Lipat Paling Ringan di Dunia