Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sugi Siswiyanti
Marissa Haque & Ikang Fawzi berfoto di depan salah satu apartemen di Belgia (instagram/marissa_nederland_study)

Saya memang tidak mengenal Marissa Haque secara personal. Kalau bertemu langsung memang pernah tahun 2006 silam di Ternate, Maluku Utara. Waktu itu Marissa datang ke event yang saya menjadi panitianya.

Saya lupa apakah ia humble pada semua orang atau tidak. Yang saya ingat dengan tegas ia meminta waktu untuk bersih-bersih dulu, ganti pakaian, baru bisa mengisi acara sebagai narasumber. Ia tidak mau langsung hadir di ruangan tanpa berganti pakaian meskipun kedatangannya sudah terlambat sekira 2-3 jam dari jadwal akibat pesawatnya delay dari Jakarta. 

Pada hari kelima meninggalnya, saya masih terpaku menonton semua podcast dan berita tentang dirinya. Saya pun menyimak postingan adik-adiknya, anak-anaknya, bahkan mengecek artis senior mana lagi yang menyampaikan bela sungkawa atas kepergiannya yang sangat mendadak. Hingga hari kelima ini, saya merasa masih sedih, bahkan sangat sedih.

Memang tak perlu mengenal secara personal untuk turut berduka sangat dalam. Menyimak semua kabar tentang almarhumah kala masih hidup, pernyataan-pernyataan keluarga dekat, kerabat, dan handai taulannya bisa menciptakan gambaran seperti apa sosok almarhumah.

Marissa Haque, Kematian yang Indah

Meninggal tanpa sakit; meninggal tanpa merepotkan orang lain, kemudahan yang menjadi impian banyak orang, terutama orang Islam. Meninggal selepas membaca Al Quran. Ungkapan duka cita dan kenangan kebaikan yang mengalir diungkapkan para pelayat menjadi penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Melihat itu, saya kembali berefleksi bagaimana saya apabila meninggal? Apakah banyak yang datang melayat, apakah banyak yang menghadiri pemakaman saya? Apakah banyak yang bercerita kebaikan-kebaikan saya semasa hidup? Atau hanya segelintir yang datang, segelintir yang berduka, segelintir yang hadir di pemakaman, dan tak ada penghiburan bagi keluarga saya tentang kebaikan saya semasa hidup.

Membayangkan gambaran kondisi ketika saya meninggal membuat saya mengingat apakah ada kebaikan saya selama ini? Apakah saya punya banyak teman yang menyadari saya teman baik mereka sehingga mereka pasti akan berusaha hadir melayat ketika saya meninggal?

Alasan itu pula yang membuat saya kini mulai aktif lagi membangun jejaring secara offline. Saya mulai merintis kembali ikut komunitas. Yang terbaru ini saya ikut komunitas hiking. Kenapa hiking? karena minat saya berkelana di alam bebas. Selain komunitas itu, saya masih belum tahu akan membangun jejaring offline ke mana lagi.

Saya punya banyak teman, saya punya banyak teman dekat juga, tapi saya tidak tahu apakah akan banyak orang yang hadir di pemakaman saya? Saya tidak tahu apakah akan banyak orang yang bercerita pada suami atau anak-anak saya -apabila qadarullah saya dipanggil duluan- bahwa saya orang baik di mata mereka.

Dengan kondisi saya saat ini yang masih bergelut dengan beragam problematika ekonomi dan finansial, juga manajemen waktu yang masih sulit banget tertibnya,  apakah saya sudah menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain seperti almarhumah Marissa Haque? Wallahu A'lam Bishawab. 

Sugi Siswiyanti

Baca Juga