Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Sherly Azizah
ilustrasi mengajari ibu cara mengoprasikan ponsel [pexels/Andrea Piacquadio]

Teknologi memang seharusnya mempermudah hidup kita, tetapi jika memiliki orang tua yang kurang akrab dengan teknologi, justru bisa menjadi tantangan tersendiri. Ibu saya, misalnya, masih menggunakan HP lama yang hanya bisa untuk menelepon dan sms. Jika diberikan HP layar sentuh, beliau seringkali bingung bagaimana cara mengangkat teleponnya.

Saya sudah beberapa kali mengajarkan cara menggunakan ponsel yang lebih modern, namun ibu mudah merasa kesulitan dan cepat menyerah. "Angel, Dek. Kesuen, Mamah gak telaten dolanan Hp ngeneki," ujar beliau. Artinya "Susah, Dek. Kelamaan, Mamah gak terbiasa mainan Hp seperti ini." Saya pun memaklumi kekurangan beliau karena umur Ibu sudah menginjak kepala enam.

Akibatnya, jika ada informasi mendesak, cara paling aman tetap bertemu langsung. Untungnya, kampus dan tempat ibu bekerja masih berada dalam satu kota, jadi saya bisa langsung mendatangi beliau. Namun, jika berbeda kota, tentu situasinya akan jauh lebih merepotkan.

Keterbatasan ibu dalam menggunakan teknologi membuat komunikasi jarak jauh sering kali terkendala. Pernah suatu ketika, ada kabar penting yang harus saya sampaikan saat ibu sedang bekerja, sedangkan saya sedang berada di kampus. Meskipun saya sudah mencoba menelepon, ibu tidak bisa mengangkat telepon karena tidak terbiasa dengan ponsel yang lebih canggih. Akhirnya, saya terpaksa langsung menuju tempat kerja beliau untuk menyampaikan informasi secara langsung. Kondisi seperti ini membuat saya berpikir, mengapa teknologi yang semestinya memudahkan justru menjadi sumber kesulitan? Tetapi inilah kenyataan ketika orang tua masih belum akrab dengan perkembangan teknologi.

Bukan hanya saya yang mengalami hal ini, banyak teman-teman lain yang juga menghadapi kesulitan serupa. Orang tua mereka juga sering bingung dalam menggunakan HP atau membuka aplikasi perpesanan. Namun, beberapa dari mereka masih bisa meminta orang tua untuk belajar atau mencoba sendiri. Dalam kasus ibu saya, beliau tidak hanya kurang paham teknologi, tetapi juga tidak bisa naik motor. Alhasil, saya yang harus bertugas mengantar dan menjemput ibu ke mana pun, termasuk ke tempat kerja. Rasanya seperti memikul dua tanggung jawab sekaligus: sebagai "guru teknologi" dan juga "supir pribadi" ibu.

Kadang-kadang, saya berpikir, mengapa ibu tidak mencoba sedikit lebih sabar untuk belajar? Bukan berarti saya tidak ingin membantu, tetapi jika setiap kali ada kendala teknologi harus saya yang mengatasi, tentu lama-lama terasa melelahkan juga. Di zaman sekarang, informasi bergerak dengan sangat cepat dan harus segera disampaikan. Jika komunikasi tetap harus dilakukan secara tatap muka untuk hal-hal mendesak, seakan-akan keberadaan ponsel menjadi kurang bermakna.

Namun, di balik itu semua, saya menyadari bahwa generasi orang tua memiliki pandangan yang berbeda mengenai teknologi. Mungkin bagi mereka, ponsel atau kendaraan bukanlah kebutuhan utama, karena sudah terbiasa menjalani kehidupan tanpa itu. Ibu saya, contohnya, merasa lebih nyaman menggunakan HP lama karena bagi beliau yang terpenting adalah bisa menelepon.

Jadi, meskipun ketidakterampilan ibu dalam menggunakan teknologi sering menjadi kendala, saya tetap berusaha memahami bahwa ini bukan soal ibu yang enggan belajar, melainkan soal kenyamanan dan kebiasaan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun.

Meski komunikasi dengan ibu sering kali menantang karena keterbatasan teknologi, saya tidak akan berhenti untuk terus membantu beliau. Bagi saya, ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga cara menjaga agar hubungan dengan ibu tetap erat dan lancar, meskipun terkadang ada hambatan yang harus dihadapi. Siapa tahu, suatu hari nanti ibu akan terbiasa dengan ponsel layar sentuh atau bahkan tertarik untuk belajar mengendarai motor.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Sherly Azizah