Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Desmon Silitonga
Ilustrasi petani Indonesia di sawah (Pexels/hartono subagio)

Indonesia memiliki potensi menjadi negara maju pada tahun 2030-2045. Hal ini berdasarkan laporan sejumlah lembaga dunia, seperti Bank Dunia (2020), McKisey & Company (2012), PricewaterhouseCoopers (2017), dan Standard Chartered (2019). Potensi Indonesia menjadi negara maju dan makmur, karena memiliki dua modal besar, yaitu Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dan beragam serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat besar.

Meski begitu, realitasnya, sampai saat Indonesia belum menjadi negara maju dan makmur. Masih banyak persoalan yang mendera yang membuat Indonesia tertatih untuk menjadi negara maju. Kemiskinan, kebodohan, dan ketimpangan di berbagai lini masih menjadi persoalan yang belum bisa dituntaskan. Kemakmuran untuk semua lapisan masih perlu diperjuangkan.

Anak-anak muda harus bergulat untuk mencari pekerjaan dengan upah yang lebih baik. Tenaga kerja terdidik dengan produktivitas tinggi masih sulit dihadirkan, karena lemahnya koneksi antara visi sektor pendidikan dengan pasar tenaga kerja.Berdasarkan data dari BPS (Februari, 2024), dari total angkatan kerja Indonesia yang berjumlah 149 juta orang, sebanyak 51.95 juta orang (36.5%) merupakan lulusan SD ke bawah.

Bukan itu saja, strategi pembangunan sektoral pun masih perlu mendapat banyak perhatian. Sejak tahun 2010, Indonesia mengalami fenomena de-industrialisasi dini. Kondisi ini merujuk pada makin susutnya kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian. Turunnya peran manufaktur ini memberikan dampak bukan saja pada makin melemahnya penciptaan lapangan kerja, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas. Perlu dicatat bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2014-2024 hanya di level 5% per tahun. 

Jika dikonversi pada penciptaan lapangan kerja, maka pertumbuhan ekonomi sebesar itu hanya mampu menciptakan sekitar 1.5 juta-2 juta kerja baru. Padahal, setiap tahun setidaknya terdapat lulusan SMA, SMK, kampus sebanyak 4 juta orang. Dengan kata lain, hanya separuh dari total lulusan ini yang bisa diserap di pasar tenaga formal. Sisanya, harus bertempur di sektor-sektor informal yang berupah rendah serta perlindungan yang relatif minim.

Tentu saja, kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Sebab, jika sektor informal makin membesar, maka makin sulit menciptakan masyarakat kelas menengah baru. Salah satu ciri negara maju ialah makin membesarnya jumlah kelas menengah baru. Bukan sebaliknya, seperti yang dialami oleh Indonesia saat ini, makin menciutnya jumlah kelas menengah baru.

Membangun fondasi

Hal-hal di atas merupakan gambaran besar perekonomian Indonesia dalam satu dasawara pemerintah Joko Widodo yang bisa menjadi sebuah refleksi dan catatan bagi pemerintahan Prabowo Subianto dalam lima tahun ke depan.

Sejumlah catatan positif juga patut diberikan kepada pemerintahan Jokowi dalam satu dasawarsa pemerintahannya (2014-2024). Salah satunya masifnya pembangunan jaringan infrastruktur di berbagai wilayah, mulai dari bendungan dan irigasi, Jalan dan Jembatan, Jalan Tol, Air minum dan Sanitasi, Pos Lintas Batas, dan pemukiman, dan sebagainya. Jaringan digital juga dibangun untuk mendukung ekonomi digital yang jadi salah satu pilar ekonomi masa depan. Seluruh jaringan infrastruktur ini akan menjadi fondasi penting dalam mendorong pertumbuhan daya saing perekonomian yang lebih berkualitas.

Selain itu, pemerintahan Joko Widodo juga berusaha untuk mendorong daya saing perekonomian melalui hilirisasi, khususnya di sektor tambang dan mineral. Meski banyak catatan kritis yang harus diberikan dalam implemtasinya di lapangan, khususnya masalah kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan ekologi.Bukan itu saja, pemerintahan Joko Widodo juga mampu menangani Pandemi Covid-19 dengan cukup baik. Memulihkan keadaan yang begitu menakutkan. Memperbaiki kinerja perekonomian dari menavigasinya hingga pertumbuhan ekonomi dapat dikembalikan ke level 5%.  

Tentu saja, pemerintahan Joko Widodo tidaklah sempurna. Dan ini, bisa jadi catatan penting bagi perbaikan di pemerintahan Prabowo Subianto. Beberapa catatan kritis dalam pemerintahan Joko Widodo, seperti rendahnya penciptaan lapangan kerja formal, menurunnya jumlah kelas menengah, tingginya beban dan pembayaran bunga utang, rendahnya capaian rasio pajak, lemahnya penegakan hukum, dan meningkatnya kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan ekologi, di mana variabel lingkungan sudah menjadi variabel penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Menghadirkan Kemakmuran Bersama

Kebijakan-kebijakan positif yang diletakkan oleh pemerintahan Joko Widodo harus dilanjutkan, seperti infrastruktur. Namun, berbagai kebijakan yang kurang baik harus dievaluasi dan dikoreksi. Presiden Prabowo Subianto sudah resmi dilantik sebagai Presiden dan kabinet merah putih pun telah dibentuk. Prabowo Subianto memiliki target tinggi, yaitu mengejar pertumbuhan ekonomi di level 8% per tahun yang dicapai dalam 2-3 tahun ke depan.

Pertumbuhan ekonomi tinggi memang dibutuhkan Indonesia agar lepas dari jebakan kelas menengah. Bahkan, berdasarkan berbagai studi, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun masih cukup reasonable untuk dicapai. Meski begitu butuh kepemimpinan yang kuat dan stategi yang baik.

Salah satu yang ingin diperbaiki oleh Presiden Prabowo Subianto ialah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Ini jadi salah modal besar yang dimiliki oleh negara-negara maju. Korea Selatan dan Singapura merupakan dua negara yang tidak memiliki kelimpahan SDA. Namun, karena memiliki kualitas SDM yang tinggi, dua negara ini mampu menjadi negara maju dan makmur.

Program kerja untuk mengejar kualitas SDM ini alah melalui makan bergizi untuk anak-anak sekolah dan mendorong peningkatan kualitas pendidikan tinggi. Tentu saja, efektivitas dan efisiensi program ini harus dimonitor dan dievaluasi. Sebab, kerap antara rencana dan realitas memiliki gap yang cukup lebar.

Kebijakan hilirasasi akan dilanjutkan, bukan hanya di sektor tambang dan mineral, tetapi juga harus diperluas, khususnya di sektor pertanian dan kelautan. Apalagi, sekitar 30 juta rakyat Indonesia bekerja di sektor pertanian dan sekitar 2.5 juta bekerja sebagai nelayan. Mereka yang bekerja di sektor ini butuh pendampingan, keberpihakan, dan pemberdayaan untuk memutus lingkaran setan yang menahun, yaitu kemiskinan dan kebodohan.

Pembangunan ekonomi membutuhkan biaya yang sangat besar. Untuk itu, pemberantasan korupsi harus jadi fokus. Ada niat baik dari Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas korupsi. Hal ini bisa dicermati dari pidato perdananya saat pelantikan di Gedung MPR/DPR.  

Indonesia tidak kekurangan biaya untuk secara mandiri membangun ekonominya. Namun, karena begitu masifnya kebocoran anggaran akibat korupsi, maka biaya ekonomi kerap ditutup dengan utang dan pajak yang semua itu kembali dibebankan kepada masyarakat. Sebagai contoh, kerugian negara akibat korupsi selama tahun 2023 berdasaran temuan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mencapai Rp 56 triliun.

Oleh sebab itu, Presiden Prabowo harus tegas untuk menghentikan korupsi ini. Penegakan hukum yang tegas harus dilakukan. Aparat hukum yang bersih dan berintegritas harus dihadirkan. Supaya sinisme masyarakat tidak makin menahun dan mengatakan bahwa hukum selalu tajam ke bawah (masyarakat), tetapi selalu tumpul ke atas (pejabat dan kroninya).

Semoga Presiden Prabowo bisa menciptakan kemakmuran bagi semua lapisan masyarakat, bukan hanya bagi kalangan tertentu (oligarki) yang memiliki akses pada kekuasaannya. Sehingga, jika kemakmuran bersama ini bisa diwujudkan, maka Presiden Prabowo Subianto mampu menunaikan janjinya dan ide-idenya yang pernah ia tuliskan dalam buku Paradoks Indonesia dan Solusinya (2022).

Seluruh kekayaan alam Indonesia harus dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Selamat bekerja Presiden Prabowo Subianto dan kabinet Merah Putih. Tantangan tidak mudah, karena situasi ekonomi dunia berubah begitu cepat dan cenderung tumbuh melambat. Namun, dengan bekerja kerja keras dan kebersamaan, tantangan sesulit apa pun bisa dihadapi. Bekerjalah untuk rakyat, seperti Presiden Prabowo Subianto selalu katakan. Masyarakat menaruh harapan besar dan menantikan karya-karya patriotik dari Presiden Prabowo Subianto dan kabinet merah putih untuk membawa kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakat. 

Desmon Silitonga

Baca Juga