Masalah ketenagakerjaan tidak hanya berkisar pada kelayakan upah, pemenuhan hak dan kewajiban, atau perlindungan serta status kontrak pekerja.
Lebih dari itu, sektor ketenagakerjaan seharusnya berlandaskan pada prinsip keadilan, inklusivitas, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Pekerja seharusnya tidak hanya dianggap sebagai komponen dalam proses produksi, melainkan sebagai individu yang memiliki martabat dan hak-hak yang perlu dilindungi.
Mereka berhak mendapatkan pekerjaan yang layak dengan upah yang sesuai, sebagaimana diatur dalam regulasi ketenagakerjaan, tanpa mengalami diskriminasi dalam bentuk apa pun.
Namun, harapan dan cita-cita yang tertera dalam berbagai produk hukum semakin memudar ketika kita melihat masalah ketenagakerjaan yang aktual saat ini.
Baru-baru ini, platform media sosial seperti Twitter (X) dan TikTok ramai dengan perdebatan dan keluhan dari pencari kerja, yang sering kali menghadapi batasan usia dalam lowongan pekerjaan.
Banyak informasi lowongan kerja, baik yang disebarkan melalui brosur, platform penyedia lowongan, maupun website resmi perusahaan, mencantumkan batasan usia untuk pelamar.
Frasa seperti “khusus fresh graduate” atau “usia maksimal 25 tahun” menunjukkan bahwa lowongan tersebut ditujukan kepada kelompok usia tertentu, bukan berdasarkan kemampuan.
Akibatnya, pencari kerja yang melebihi batasan usia yang ditentukan semakin kesulitan menemukan pekerjaan, sehingga potensi tenaga kerja tidak dapat terserap secara maksimal.
Di tengah kontroversi tentang batasan usia tersebut, banyak pekerja juga menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. Menteri Ketenagakerjaan baru-baru ini mengonfirmasi peningkatan jumlah PHK, dengan total kasus mencapai 46.240 hingga akhir Agustus.
Kenaikan ini berimplikasi pada tingginya angka pengangguran, yang menurut laporan International Monetary Fund (IMF), berada pada tingkat tertinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Temuan ini disampaikan dalam laporan World Economic Outlook yang diterbitkan pada April 2024, yang mencakup data tentang perkembangan ekonomi global di 196 negara anggota IMF, termasuk analisis tenaga kerja.
Di era modern ini, perusahaan sering menetapkan tuntutan tinggi terhadap calon pekerja. Selain itu, batasan usia yang kini menjadi sorotan publik semakin mempengaruhi pencarian kerja, membuat banyak orang merasa terbebani oleh persyaratan tersebut.
Sebagai masalah kompleks, kerentanan terhadap PHK, keterbatasan lapangan kerja, dan batasan usia dalam lowongan pekerjaan adalah beberapa faktor yang berkontribusi pada meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.
Di tengah gelombang PHK dan tingginya angka pengangguran, batasan usia dalam perekrutan semakin memperburuk permasalahan ketenagakerjaan yang seakan tiada akhir.
Pemerintah belum dapat memastikan keadilan atau mengatasi tantangan yang dihadapi pencari kerja. Pengabaian hak calon pekerja untuk dilindungi dari segala bentuk diskriminasi, termasuk ageisme, mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi tenaga kerja.
Kewajiban konstitusional yang tidak terpenuhi akibat kekosongan hukum berkontribusi pada masalah sosial dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, legislasi yang mengatur diskriminasi usia menjadi sangat mendesak.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Delman di Tengah Asap Kota: Romantisme yang Menyembunyikan Penderitaan
-
Satu Tahun Prabowo Gibran: Antara Kepuasan Publik dan Kegelisahan Kolektif
-
Menelusuri Jaringan Pasar Gelap Satwa Liar dan Lengahnya Negara
-
Antara Rantai dan Tawa: Potret Luka di Balik Topeng Monyet yang Tak Merdeka
-
Kemenangan Akademisi IPB, Napas Baru Perlindungan Pembela Lingkungan
Artikel Terkait
-
Detik-detik Menegangkan Penangkapan Lansia Penyandera Bocah di Pejaten
-
Review Capybara Go!: Petualangan Roguelike Gratis Tanpa Iklan, Cocok untuk Semua Usia
-
Jamsostek Mobile (JMO) Wujud Transformasi Digital BPJS Ketenagakerjaan Menuju Indonesia Emas 2045
-
Bikin Minoritas Kian Terpojok! 5 Kebijakan Pemerintah yang Dicap Diskriminasi Gender: Dari Atur Busana sampai Agama
-
Ironis! Ratusan Aturan Pemerintah Ternyata Diskriminatif Gender, Mayoritas Tertuang di Perda
Kolom
-
Hope Theory: Rumus Psikologi di Balik Orang yang Tidak Mudah Menyerah
-
Jika Hukum adalah Panggung, Mengapa Rakyat yang Selalu Jadi Korban Cerita?
-
Saat Ragu Mulai Menjerat, Lepaskan dengan Keyakinan Aku Pasti Bisa
-
Krisis Empati: Mengapa Anak-Anak Tidak Lagi Tahu Caranya Berbelas Kasih?
-
Saat Hidup Tidak Sesuai Ekspektasi, Kenapa Kita Selalu Menyalahkan Diri?
Terkini
-
Raditya Dika dan Die with Zero: Cara Baru Melihat Uang, Kerja, dan Pensiun
-
Ulasan Novel Larung, Perlawanan Anak Muda Mencari Arti Kebebasan Sejati
-
Style Hangout ala Kang Hye Won: 4 Inspo OOTD Cozy yang Eye-Catching!
-
Demam? Jangan Buru-Buru Minum Obat, Ini Penjelasan Dokter Soal Penyebabnya!
-
Suka Mitologi Asia? Ini 4 Rekomendasi Novel Fantasi Terjemahan Paling Seru!