Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Sherly Azizah
ilustrasi mahasiswa (pexels/Ivan Samkov)

Di dunia kampus, organisasi mahasiswa sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ada berbagai jenis organisasi di setiap kampus, mulai dari yang bersifat formal seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) hingga organisasi yang lebih kecil dan informal seperti komunitas minat dan bakat. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah bergabung dalam organisasi mahasiswa itu wajib atau hanya pilihan semata? Beberapa mahasiswa merasa bahwa organisasi adalah bagian penting dari pengalaman kuliah, sementara yang lain merasa itu hanya membuang-buang waktu. Lalu, apakah organisasi itu benar-benar membawa manfaat jangka panjang bagi pelajar?

Bergabung dengan organisasi mahasiswa cukup banyak, salah satu keuntungannya adalah berkesempatan untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan organisasi yang tidak bisa diperoleh di ruang kuliah. Dalam berorganisasi, mahasiswa belajar bagaimana mengatur waktu, bekerja sama dalam tim, serta menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan pemecahan masalah. Mereka juga sering kali diberi kesempatan untuk mengambil keputusan penting, berkomunikasi dengan berbagai pihak, hingga menghadapi tekanan. Semua ini adalah keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja, dan sering kali menjadi nilai tambah saat melamar pekerjaan.

Namun, tidak semua mahasiswa setuju bahwa bergabung dalam organisasi adalah hal yang wajib. Beberapa berpendapat bahwa organisasi sering kali menyita waktu mereka yang seharusnya bisa digunakan untuk fokus pada kuliah atau kegiatan lain yang lebih produktif. Terlebih lagi, bagi pelajar yang sudah memiliki pekerjaan paruh waktu atau tanggung jawab keluarga, bergabung dalam organisasi bisa menjadi beban tambahan yang menyulitkan. Organisasi kampus yang terkadang terlalu menuntut dan penuh dengan kegiatan yang tidak selalu relevan dengan jurusan mereka, bisa mengalihkan perhatian dari tujuan utama perkuliahan—mendalami ilmu di bidang studi mereka.

Namun, tak dapat dipungkiri bahwa banyak organisasi mahasiswa yang memang memberikan pengaruh signifikan terhadap pengembangan keterampilan, terutama dalam hal kepemimpinan. Seorang mahasiswa yang aktif dalam organisasi seringkali lebih percaya diri dalam berkomunikasi dan memimpin, dan keterampilan ini terbukti sangat berharga di dunia kerja. Dalam dunia profesional, kemampuan untuk bekerja sama dalam tim dan memiliki kepemimpinan yang baik adalah salah satu kualifikasi yang paling dicari oleh perusahaan. Organisasi kampus memberi kesempatan untuk mengasah kemampuan tersebut di luar batasan teori yang dipelajari di ruang kelas.

Tak hanya itu, pengalaman di organisasi juga memberikan nilai tambah bagi mahasiswa sebagai CV saat melamar pekerjaan. Bagi banyak perusahaan, melihat calon karyawan yang aktif dalam organisasi menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan manajerial, kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, dan keterampilan interpersonal yang baik. Melalui peran yang diambil dalam organisasi, seperti ketua divisi, anggota BEM, atau pengurus komunitas, mahasiswa dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki pengalaman yang relevan dengan dunia kerja. Hal ini tentu memberi keunggulan kompetitif dibandingkan kandidat lain yang hanya fokus pada akademis.

Namun, bagi sebagian mahasiswa, organisasi mahasiswa tidak selalu menjadi jalan menuju sukses. Ada beberapa kasus di mana mahasiswa yang terlalu aktif dalam organisasi justru mengabaikan perkuliahan dan kualitas akademik mereka menurun. Apalagi jika mahasiswa terlalu terobsesi dengan kegiatan organisasi, mereka bisa kehilangan keseimbangan antara akademik dan kegiatan ekstrakurikuler. Sebaliknya, ada juga mahasiswa yang berhasil memanfaatkan organisasi untuk menikmati pengalaman dan keterampilan, namun tetap bisa tetap fokus pada studi mereka.

Kisah sukses mahasiswa yang aktif di organisasi bukanlah hal yang langka. Banyak alumni sukses dalam karir mereka mengakui bahwa pengalaman berorganisasi kampus menjadi salah satu kunci utama keberhasilan mereka. Seperti halnya seorang mahasiswa yang menjabat sebagai ketua BEM, yang melalui pengalamannya memimpin organisasi kampus, berhasil mengembangkan keterampilan komunikasi dan manajerial yang mendukung kariernya di perusahaan multinasional. Kisah seperti ini menunjukkan bahwa meskipun organisasi kampus bukan satu-satunya jalan menuju kesuksesan, ia tetap bisa menjadi batu loncatan yang mempercepat pencapaian tujuan.

Keputusan untuk bergabung dengan organisasi kampus tetap menjadi pilihan pribadi. Setiap siswa memiliki prioritas dan alasan yang berbeda. Bagi yang ingin mengembangkan keterampilan dan membangun jaringan, organisasi bisa menjadi tempat yang tepat. Namun, bagi mereka yang lebih memilih fokus pada akademis atau punya tanggung jawab lain, tidak bergabung dalam organisasi pun tidak akan menghalangi kesuksesan mereka. Yang penting adalah bagaimana setiap siswa memilih cara terbaik untuk mencapai tujuan mereka dan memanfaatkan waktu kuliah sebaik-baiknya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Sherly Azizah