Beberapa waktu lalu publik dihebohkan dengan potongan video ceramah Gus Miftah pada salah satu pengajian di Magelang, Jawa Tengah. Pada video tersebut Gus Miftah diduga menghina penjual es teh yang sedang menjajakan jualannya. Potongan video tersebut pun menjadi viral dan ramai di jagad media sosial.
Publik terbagi menjadi dua golongan. Golongan yang menghujat Gus Miftah, dan golongan yang bersimpati kepada Sunhaji, pedagang es teh yang menjadi korban “omongan kasar” Gus Miftah. Kedua golongan ini juga kompak menyerang Gus Miftah, dan juga kompak memberikan dukungan moral maupun materil kepada Sunhaji.
Bak ketiban durian runtuh, tak butuh waktu lama Sunhaji mendapatkan begitu banyak rezeki melimpah imbas kejadian viral tersebut. Banyak orang yang bersimpati dan menyampaikan sejumlah titipan donatur untuk beliau. Para artis, selebgram, dan YouTuber beramai-ramai memberikan dukungan moril dan materil bagi Sunhaji.
Gus Miftah pun tidak tinggal diam. Mengakui kesalahan fatal yang sudah dilakukan sehingga membuat salah satu jamaahnya tersinggung, juga datang dengan niat tulus meminta maaf. Tidak hanya itu Gus Miftah juga mengajak Sunhaji ikut umrah bersamanya.
Sungguh benar kata kebanyakan orang. Sangat mudah bagi Allah menjatuhkan martabat seseorang sekaligus meninggikan derajat orang lain. Sebagai muslim dan netizen yang baik tentu kita bisa belajar banyak hal dari kejadian ini.
Peristiwa yang hampir sama pernah menimpa salah satu aktor ternama Indonesia pada tahun 2021 silam, yaitu Baim Wong. Kronologinya seorang pria tua berusaha menjajakan barang dagangannya kepada Baim Wong yang terkenal sangat loyal kepada pedagang kecil. Nahasnya, bapak pria tua tersebut justru mendapatkan omelan karena dikira seorang pengemis.
Videonya pun viral, mendapatkan simpati publik dan para artis. Baim Wong mendatangi bapak pria tua untuk meminta maaf langsung dan memberikan santunannya. Kejadiannya persis seperti yang terjadi pada Gus Miftah sekarang ini.
Akan tetapi dari rentetan kejadian ini ternyata muncul masalah baru di permukaan publik. Masalah yang saya maksud adalah munculnya suatu persepsi bahwa rezeki “nomplok” yang diterima Sunhaji disebabkan oleh hinaan yang dilontarkan Gus Miftah.
Publik meyakini adanya hubungan kausalitas antara hinaan Gus Miftah dengan rezeki melimpah Sunhaji. Sederhananya begini, Gus Miftah melontarkan hinaan sebagai sebab, dan rezeki materil yang diterima Sunhaji sebagai akibatnya. Dengan demikian, kedua premis ini menjadi hubungan saling keterkaitan yang kemudian disebut-sebut sebagai hikmah.
Sebetulnya semua orang punya hak untuk memberikan persepsi bermacam-macam. Tetapi persepsi semacam itu justru menimbulkan kesalahan berpikir atau yang kita kenal dengan sebutan Logical Fallacy.
Saya sadar hal semacam ini tidak terlalu penting. Toh, kedua belah pihak sudah berdamai. Sunhaji juga sudah mendapatkan rewardnya.
Tetapi jika persepsi semacam ini terus dibiarkan, justru akan menimbulkan kekhawatiran yang tidak seharusnya terjadi. Misalnya, adanya oknum yang sengaja memviralkan dirinya agar mendapatkan simpati publik.
Dalam buku Ihwal Sesat Pikir Dan Cacat Logika karya Fahruddin Faiz, disebutkan bahwa ada 12 kesalahan dalam membuat kesimpulan atau kesalahan dalam berpikir yang disebut Logical Fallacy. Salah satu yang ingin saya utarakan adalah kesalahan karena kausalitas.
Kesalahan karena kausalitas disebabkan oleh kesalahan dalam memahami konsep sebab akibat suatu peristiwa yang terjadi. Hal ini menimbulkan argumen kesimpulan yang kita buat menjadi berantakan dan tidak logis. Di antara kesalahan berpikir kausalitas dikenal dengan istilah Genuine but Insignificant Cause.
Genuine but Insignificant Cause artinya kesalahan yang terjadi ketika suatu peristiwa dianggap sebagai sebab dari suatu peristiwa-peristiwa lainnya, namun peristiwa tersebut tidak terlalu siginifikan sebagai sebuah sebab.
Sederhananya begini. Peristiwa hinaan yang dilontarkan Gus Miftah kita anggap sebagai sebab, dan rezeki melimpah yang didapatkan Sunhaji kita anggap sebagai akibat, sehingga muncul peristiwa sebab akibat.
Akan tetapi, perlu dipahami bahwa rezeki yang diterima oleh Sunhaji tidaklah mutlak berasal dari hinaan Gus Miftah. Ada beberapa faktor lainnya yang turut mengiringinya. Faktor tersebut adalah keviralan, simpati masyarakat, dan yang terpenting adalah faktor momentum.
Apakah jika video tersebut tidak viral, Sunhaji akan laku dagangannya? Belum tentu.
Apakah jika masyarakat tidak bersimpati, tetap akan ada artis, selebgram atau YouTuber yang akan datang berkunjung membawa kamera dokumentasi memberikan santunan? Belum tentu.
Apakah jika momentum saat itu bukan Sunhaji yang diolok-olok tetapi orang lain, apakah Sunhaji akan tetap bisa seviral ini? Tentu tidak.
Nah, kesalahan berpikir ini mengakibatkan sebagian publik membuat asumsi liar bahwa jika tidak karena dihina Gus Miftah, Sunhaji tidak akan bisa sekaya ini. Lebih parahnya lagi ada tokoh agama yang menyarankan agar Sunhaji berterima kasih kepada Gus Miftah karena dengan hinaannya itu dia bisa menjadi kaya.
Sunhaji mungkin saja sudah berterima kasih. Tetapi model pemikiran semacam itu sama saja dengan pembiaran gaya berceramah model guyonan berlebihan.
Kesimpulan
Kasus Gus Miftah dan Sunhaji mengajarkan kita pentingnya berpikir logis dalam memahami hubungan sebab-akibat. Rezeki yang diterima Sunhaji bukan semata hasil hinaan, melainkan kombinasi faktor viralitas, simpati masyarakat, dan momentum yang tepat.
Kesalahan berpikir kausalitas hanya akan memupuk persepsi keliru yang berbahaya, seperti menganggap kontroversi sebagai jalan instan menuju keuntungan. Sebagai masyarakat, kita perlu lebih kritis dalam menilai peristiwa dan bijak dalam menyikapi informasi, agar tidak terjebak dalam pola pikir yang menyesatkan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Artikel Terkait
-
Gus Miftah Curhat Raffi Ahmad Tak Lagi Ngaji Dengannya, Netizen: Pilihan Tepat
-
Boy Hamzah Tanggapi Pernyataan Istri yang Mau Lepas Hijab, Berawal dari Kasus Gus Miftah
-
Beda Motif Gus Miftah dan Ustaz Maulana Tolak Jadi Pengurus NU, Ada yang Tuai Pujian
-
Imbas Polemik Olok-Olok Penjual Es Teh, Gus Miftah Curhat Dijauhi Habib Zaidan: Menyakitkan
-
Ngegas Dituding Jualan Agama, Tanggapan Gus Iqdam Dinilai 11 12 dengan Gus Miftah
Kolom
-
Inikah Negara Klarifikasi? Saat Kritik Tak Lagi Bebas di Negeri Demokrasi
-
Sistem Zonasi Sekolah: Meningkatkan Kesetaraan atau Malah Menambah Masalah?
-
Mengapa Kepuasan Kerja Dosen PPPK Penting bagi Masa Depan Pendidikan?
-
Refleksi dari Demonstrasi #IndonesiaGelap
-
Indonesia Gelap: Saat Mahasiswa Kembali Menjadi Agen Perubahan
Terkini
-
Piala Asia U-20, Indra Sjafri, dan Kesetiaan Timnas Indonesia Mainkan Strategi Usang
-
Buku Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, Sekumpulan Puisi Karya Joko Pinurbo
-
Menara Pandang Tele, Tempat Terbaik untuk Menyaksikan Persona Alam Samosir
-
Review Novel 'Fathers and Sons': Benturan Generasi yang Tak Terhindarkan
-
dearAlice Ungkap Rindu pada Seseorang yang Tak Tergapai di Lagu 'Ariana'