Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Sendi Suwantoro
Ilustrasi Prabowo Subianto. (Suara.com/Ema)

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya penyusunan anggaran berorientasi pada efisiensi dan penghematan mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menghadapi tantangan ekonomi.

Di tengah tekanan global, defisit anggaran, dan kebutuhan pembangunan yang terus meningkat, langkah ini terdengar sebagai terobosan penting. Namun, seperti pepatah, "berkata itu mudah, melakukannya sulit," pertanyaan utama adalah apakah komitmen ini akan diwujudkan secara nyata atau hanya menjadi jargon politik semata?  

Berbicara tentang efisiensi anggaran, Indonesia memiliki rekam jejak yang penuh tantangan. Pemborosan dalam belanja birokrasi, proyek infrastruktur yang mangkrak, hingga laporan tentang anggaran yang tidak transparan sering menjadi momok bagi tata kelola keuangan negara.

Maka, penekanan Prabowo terhadap efisiensi anggaran memberikan harapan baru bahwa praktik semacam itu akan diminimalkan.  

Namun, efisiensi bukan hanya soal memotong anggaran, melainkan tentang mengalokasikannya secara tepat sasaran. Program-program prioritas seperti kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan harus tetap mendapatkan porsi yang memadai.

Jika efisiensi dilakukan hanya dengan memangkas dana tanpa perencanaan matang, dampaknya justru akan dirasakan oleh masyarakat kecil yang bergantung pada pelayanan publik.  

Agar pernyataan ini tidak hanya menjadi retorika, beberapa langkah konkret harus dilakukan:  

1. Digitalisasi dan Transparansi Anggaran

Pengelolaan anggaran harus beralih ke sistem digital yang transparan dan dapat diawasi oleh publik. Dengan demikian, peluang untuk terjadi penyalahgunaan anggaran dapat diminimalkan.  

2. Pengawasan Ketat terhadap Proyek Pemerintah

Banyak proyek pemerintah, terutama di bidang infrastruktur, sering kali mengalami pembengkakan biaya. Pengawasan yang ketat harus dilakukan untuk memastikan setiap proyek berjalan sesuai dengan anggaran yang telah ditentukan.  

3. Rasionalisasi Birokrasi

Struktur birokrasi Indonesia yang gemuk sering menjadi beban anggaran negara. Rasionalisasi birokrasi dengan mengurangi pos-pos yang tidak efisien dan fokus pada kinerja berbasis hasil akan menjadi langkah strategis untuk penghematan anggaran.  

4. Menghilangkan Anggaran Tidak Produktif

Belanja negara yang bersifat seremonial atau konsumtif harus diminimalkan. Fokus utama harus pada belanja produktif yang langsung berdampak pada kesejahteraan rakyat.  

Penerapan efisiensi anggaran tentu tidak mudah. Resistensi dari berbagai pihak yang merasa dirugikan, terutama dalam struktur birokrasi, akan menjadi tantangan besar.

Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa langkah penghematan ini tidak berujung pada pengurangan kualitas layanan publik.  

Masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap langkah ini. Jika efisiensi benar-benar diterapkan, Indonesia dapat menghemat anggaran yang cukup besar untuk dialokasikan ke sektor-sektor prioritas. Namun, jika hanya sekadar wacana tanpa aksi nyata, kepercayaan publik terhadap pemerintah justru akan menurun.  

Penekanan Prabowo pada efisiensi dan penghematan anggaran adalah langkah yang patut diapresiasi, tetapi implementasinya harus benar-benar diawasi. Ini adalah momen penting bagi pemerintah untuk membuktikan bahwa mereka serius dalam mengelola keuangan negara demi kesejahteraan rakyat.

Efisiensi bukan hanya soal memotong biaya, tetapi juga tentang memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan membawa manfaat nyata.  

Masyarakat Indonesia menunggu dengan harap, apakah pemerintahan Prabowo akan berhasil menjadikan efisiensi anggaran sebagai pijakan baru dalam tata kelola negara, atau hanya menambah daftar panjang retorika politik tanpa tindakan nyata. Kita semua berharap, kali ini retorika berubah menjadi realita.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sendi Suwantoro