Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Sherly Azizah
Ilustrasi makan dengan tangan (Doc.pribadi/Sherly Nur Azizah)

Makan dengan tangan mungkin terdengar kuno bagi sebagian orang, tetapi tradisi ini memiliki makna yang lebih mendalam daripada sekadar cara makan. Saya sendiri sering makan dengan tangan, terutama kalau makanannya tidak berkuah. Entah kenapa, rasanya lebih nikmat. Mungkin karena tangan langsung bersentuhan dengan makanan, sehingga ada sensasi yang lebih nyata dan alami.

Tradisi makan dengan tangan tidak hanya berlaku di Indonesia. Di banyak negara seperti India, Afrika, dan Timur Tengah, cara ini masih menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya mereka. Filosofinya pun beragam. Di India, misalnya, makan dengan tangan dianggap sebagai cara menghormati makanan. Seperti yang diungkapkan dalam artikel The Indian Express, makan dengan tangan tidak hanya membantu pencernaan tetapi juga dipercaya memperkuat hubungan antara manusia dan makanannya.

Sementara dilansir dari Africa.com, The Cultural Significance of Eating with Hands in Africabeberapa, cara ini melambangkan kehangatan dan solidaritas saat makan bersama.

Di Indonesia, makan dengan tangan sering dihubungkan dengan tradisi sederhana seperti makan nasi liwet, tumpeng, atau hidangan khas lainnya. Ada kenikmatan tersendiri ketika nasi panas, sambal, dan lauk berpadu di ujung jari. Selain itu, suasana makan bersama dengan tangan biasanya lebih santai dan penuh keakraban. Tradisi ini juga masih sering ditemui pada acara keluarga atau upacara adat tertentu yang bertujuan untuk mempererat hubungan sosial.

Namun, tradisi ini tidak lepas dari kritik. Di era modern, makan dengan tangan sering dianggap kurang higienis atau tidak praktis. Padahal, menurut penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Food Science, makan dengan tangan membantu merangsang saraf sensorik di ujung jari, yang dapat meningkatkan pengalaman makan secara keseluruhan. Jika dilakukan dengan tangan yang bersih, cara ini sebenarnya lebih sehat daripada menggunakan peralatan makan yang mungkin tidak steril.

Bagi sebagian orang, makan dengan tangan bukan hanya soal tradisi, tetapi juga efisiensi. Kita tidak perlu repot mencuci peralatan makan setelah selesai. Selain itu, ada kontrol yang lebih baik terhadap porsi makan, karena tangan memberikan sinyal langsung kepada otak tentang seberapa banyak makanan yang diambil. Penelitian yang diterbitkan oleh National Library of Medicine juga menyebutkan bahwa makan dengan tangan dapat meningkatkan kesadaran akan makanan yang kita konsumsi, sehingga membantu mencegah makan berlebihan.

Namun, tak bisa dipungkiri, tantangan tetap ada. Dengan gaya hidup yang semakin sibuk, makan dengan tangan mungkin terasa kurang cocok di lingkungan kerja atau restoran formal. Meski begitu, tradisi ini tetap bertahan dan menjadi pengingat akan akar budaya kita. Banyak restoran tradisional di Indonesia bahkan masih mempertahankan cara ini untuk menjaga keaslian pengalaman makan.

Seni makan dengan tangan adalah perpaduan antara tradisi dan efisiensi. Ia mengajarkan kita untuk lebih menghargai makanan dan suasana makan bersama. Jadi, sesekali cobalah makan dengan tangan. Siapa tahu, kamu menemukan kembali kenikmatan sederhana yang selama ini terlupakan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Sherly Azizah