Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | inaya khoir
Ilustrasi doom spending (Pexels.com/Kaboompics)

Salah satu gaya hidup modern yang tengah menjadi tren di kalangan anak muda adalah doom spending. Sayangnya, gaya hidup ini bukanlah gaya hidup yang berdampak positif bagi hidup mereka. Justru, doom spending diyakini menjadi salah satu pemicu masalah finansial di kalangan Milenial dan Gen Z.

Istilah doom spending awalnya muncul di platform media sosial yang kemudian mendapat perhatian masyarakat internasional berkat berbagai survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei Amerika terhadap kebiasaan expense generasi Milenial dan Gen Z di negaranya.

Secara sederhana, doom spending dapat diartikan sebagai perilaku mengeluarkan uang secara implusif atau berlebihan saat individu sedang merasa stres atau cemas terhadap ketidakpastian akan masa depan.

Milenial dan Gen Z dengan perilaku doom spending ini menghabiskan uang yang dimilikinya untuk kepuasan instan atau kenikmatan sementara, alih-alih menabung untuk masa depan atau investasi.

Kepuasan instan yang didapat dari doom spending ini memiliki efek jangka panjang terhadap kondisi finansial seseorang. Pengeluaran yang berlebihan, terlebih untuk hal-hal yang tidak terlalu diperlukan, dapat meningkatkan risiko utang dan mempersempit ruang gerak finansial seseorang.

Lebih jauh, ketergantungan pada doom spending sebagai emotional coping mechanism bisa menyebabkan lingkaran setan kondisi keuangan seseorang, makin banyak pengeluaran makin besar pula tekanan finansial yang dirasakan.

Dalam banyak kasus, fenomena doom spending dapat berujung pada penurunan tabungan, peningkatan kredit pribadi, dan berakhir pada kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

Tidak hanya itu, kecemasan berkelanjutan pada kondisi finansial yang terganggu dapat berdampak pada kesehatan mental dan meningkatkan stres. Selain itu, terjebak dalam masalah finansial akibat doom spending dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk berpikir jernih dalam membuat keputusan finansial.

Sebagai generasi yang tidak lepas dari media sosial, media sosial memainkan peran besar sebagai pemicu perilaku doom spending pada Milenial dan Gen Z.

Media sosial sering kali menampilkan beragam tren gaya hidup mewah dan kekinian yang mampu mendorong Milenial dan Gen Z mengikuti tren demi tren tersebut agar mendapat pengakuan sosial.

Ketika seseorang merasa tidak berada dalam satu lingkaran tren baru tersebut, mereka akan cenderung melakukan konsumsi implusif untuk menyamakan diri mereka dengan orang lain.

Menghadapi kenyataan dari fenomena doom spending ini, penting bagi kita untuk belajar mengenali pemicu doom spending, seperti stres, kecemasan, atau perasaan tidak puas dan kebutuhan pengakuan sosial yang sering kali mendorong kita untuk melakukan pengeluaran implusif.

Dengan mengidentifikasi pemicu tersebut, kita bisa mulai mengembangkan kesadaran diri dan menemukan cara-cara alternatif untuk mengatasi keinginan doom spending.

Carilah cara-cara alternatif yang lebih sehat dalam mengelola emosi dan pengeluaran kita, seperti merencanakan anggaran, menabung secara rutin, dan carilah dukungan profesional apabila tingkat doom spending kita sudah cukup mengganggu.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

inaya khoir