Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Alfino Hatta
Ilustrasi 2 anak kecil berseragam sekolah putih dan merah. (unsplash.com/@lakoni_creative)

Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional. Konstitusi Indonesia, melalui Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945, secara tegas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Pemerintah pun diwajibkan untuk mengalokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mendukung sektor pendidikan.

Namun, meskipun regulasi telah mengamanatkan pendidikan gratis, realitas di lapangan menunjukkan berbagai tantangan yang membuat akses terhadap pendidikan berkualitas masih menjadi permasalahan kompleks.

Konsep "pendidikan gratis" yang digaungkan pemerintah sering kali dihadapkan pada berbagai kendala teknis maupun administratif.

Dalam banyak kasus, sekolah-sekolah negeri memang tidak menarik biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), tetapi masih terdapat berbagai biaya tambahan, seperti seragam, buku pelajaran, iuran kegiatan sekolah, serta pungutan lain yang sering kali bersifat tidak resmi.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah pendidikan benar-benar gratis dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, ataukah hanya sekadar janji politik yang tidak sepenuhnya terwujud?

Sebagaimana ditegaskan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara tanpa diskriminasi. Namun, implementasi kebijakan ini sering kali tidak sesuai dengan harapan, terutama di daerah-daerah terpencil.

Pendidikan Gratis: Antara Regulasi dan Realitas

Sejak diberlakukannya kebijakan Wajib Belajar 9 Tahun dan diperluas menjadi 12 Tahun, pemerintah telah mencanangkan berbagai program untuk memastikan pendidikan dapat diakses oleh seluruh masyarakat tanpa hambatan finansial.

Namun, implementasi kebijakan ini sering kali menemui tantangan di berbagai aspek, seperti alokasi anggaran, transparansi dana, hingga kualitas pendidikan yang diberikan.

1. Kebijakan Pendidikan Gratis dalam Perspektif Hukum

Dalam konteks hukum, pendidikan gratis di Indonesia diatur dalam beberapa regulasi, antara lain:

  • Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.
  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan pendidikan dasar secara gratis.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, yang mewajibkan pemerintah untuk menjamin akses pendidikan dasar tanpa pungutan biaya.

Namun, meskipun regulasi ini telah dibuat, implementasinya di lapangan sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Banyak sekolah negeri yang tetap membebankan biaya tambahan kepada siswa, baik dalam bentuk iuran sukarela, pembelian buku pelajaran, hingga biaya ekstrakurikuler.

Menurut Komnas HAM, hak atas pendidikan juga meliputi pemenuhan sarana dan prasarana yang layak, sehingga pungutan liar di sekolah justru melanggar prinsip dasar pendidikan sebagai hak asasi manusia.

2. Tantangan dalam Implementasi Pendidikan Gratis

Beberapa tantangan utama dalam pelaksanaan pendidikan gratis antara lain:

  • Keterbatasan Anggaran Pendidikan

Meskipun pemerintah mengalokasikan 20% dari APBN untuk pendidikan, dana tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan operasional sekolah.

Sebagian besar anggaran dialokasikan untuk gaji tenaga pendidik dan pengadaan infrastruktur, sehingga masih terdapat kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan belajar siswa.

  • Kualitas Pendidikan yang Tidak Merata

Sekolah-sekolah di daerah perkotaan umumnya memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan sekolah di daerah terpencil. Hal ini menyebabkan ketimpangan akses terhadap pendidikan yang berkualitas, meskipun secara prinsip semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang sama.

  • Pungutan Liar di Sekolah

Banyak sekolah yang masih melakukan praktik pungutan liar dengan dalih "sumbangan sukarela" untuk pengadaan fasilitas belajar. Hal ini membebani orang tua siswa, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, yang seharusnya mendapatkan pendidikan secara gratis.

  • Ketergantungan pada Sekolah Swasta

Karena keterbatasan kapasitas sekolah negeri, banyak orang tua memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah swasta yang memiliki fasilitas lebih baik.

Namun, biaya pendidikan di sekolah swasta sering kali sangat tinggi, sehingga akses terhadap pendidikan berkualitas menjadi terbatas bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Mencari Solusi untuk Pendidikan Gratis yang Berkualitas

Agar pendidikan benar-benar dapat diakses secara gratis dan berkualitas, diperlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga sektor swasta. Beberapa solusi yang dapat diterapkan meliputi:

1. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Dana Pendidikan

Pemerintah perlu memastikan bahwa alokasi anggaran pendidikan benar-benar digunakan untuk kepentingan siswa, bukan sekadar untuk biaya administrasi atau proyek infrastruktur yang tidak berdampak langsung pada proses belajar-mengajar. Mekanisme pengawasan anggaran harus diperkuat agar tidak terjadi penyalahgunaan dana.

2. Menerapkan Regulasi yang Lebih Ketat terhadap Pungutan Sekolah

Pemerintah harus mempertegas aturan mengenai pungutan di sekolah, serta memberikan sanksi tegas kepada institusi pendidikan yang masih membebankan biaya tambahan kepada siswa tanpa dasar hukum yang jelas.

3. Meningkatkan Kualitas Sekolah Negeri

Pemerintah perlu berinvestasi dalam peningkatan kualitas guru, penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai, serta pengembangan kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.

Dengan demikian, sekolah negeri dapat menjadi pilihan utama masyarakat tanpa perlu membayar biaya mahal di sekolah swasta.

4. Memperluas Program Bantuan Pendidikan bagi Keluarga Kurang Mampu

Selain pendidikan gratis, pemerintah juga perlu menyediakan bantuan tambahan berupa beasiswa, subsidi transportasi, serta penyediaan makanan bergizi bagi siswa dari keluarga kurang mampu agar mereka dapat fokus belajar tanpa terbebani masalah ekonomi.

Kolaborasi dengan Sektor Swasta dan Masyarakat

Sektor swasta dapat berperan dalam mendukung pendidikan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang berfokus pada peningkatan kualitas sekolah dan pemberian beasiswa.

Sementara itu, masyarakat dapat berkontribusi dalam pengawasan kebijakan pendidikan agar tetap berjalan sesuai dengan tujuannya.

Pendidikan gratis seharusnya tidak hanya menjadi slogan dalam kampanye politik, tetapi benar-benar diwujudkan sebagai hak fundamental bagi setiap anak Indonesia.

Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa pendidikan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Namun, tantangan dalam implementasi kebijakan pendidikan gratis masih sangat besar, mulai dari keterbatasan anggaran, kualitas pendidikan yang tidak merata, hingga masih maraknya pungutan liar di sekolah.

Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif, berkualitas, dan benar-benar gratis bagi seluruh warga negara.

Tanpa upaya nyata dalam mengatasi permasalahan ini, maka janji pendidikan gratis tidak lebih dari sekadar retorika yang berulang setiap pergantian pemerintahan, tanpa adanya perubahan yang berarti di lapangan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Alfino Hatta