Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | feramita eka
Foto Taman Siswa di Bakoempai (Bakumpai) Kalimantan (September 1933) — (Koleksi istimewa Museum Dewantara Kirti Griya)

“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” semboyan yang memiliki makna di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan. Semboyan epik ini diciptakan oleh Ki Hadjar Dewantara semasa hidupnya dan menjadi landasan filosofi pendidikan nasional yang dapat diharapkan untuk membebaskan dan memberdayakan masyarakat Indonesia untuk lebih terampil.

Krisis moral, kurangnya literasi dan hilangnya arah sistem pendidikan yang terjadi saat ini, membuat kita membuka lembaran lama ketika semasa Ki Hadjar Dewantara hidup. Beliau menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang bernama Taman Siswa. Lembaga ini hadir di tengah bangsa Indonesia masih jauh dari kata pandai. Taman Siswa lahir dari rahim perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan kesenjangan sosial.

Taman Siswa hadir bukan hanya sekadar instansi pendidikan seperti sekolah biasa, namun menjadi gebrakan kebudayaan, pencerahan dan pembebasan. Lembaga pendidikan yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1992 di Kota Yogyakarta. Taman Siswa dikenal sebagai representasi paling kuat antara pendidikan yang telah menyatu dengan perjuangan politik bangsa Indonesia. Namun, pada hari ini apakah semangat Taman Siswa masih hidup di lingkungan pendidikan kita?

Pendidikan yang Merdeka

Sistem pendidikan pada masa kolonial Hindia Belanda, sekolah hanya dikhususkan untuk kaum priyayi atau bangsa keturunan Eropa. Pendidikan dijadikan alat penerus kekuasaan dan diskriminasi antara kaum kulit putih dengan bangsa pribumi. Taman Siswa hadir menjadi penyelamat pribumi atas radikal terbuka yang telah terjadi. Taman Siswa berdiri di atas nilai kebangsaan, serta menjadikan kebudayaan sebagai inti pembelajaran.

Taman Siswa hadir untuk menolak sistem militeristik dan standardisasi pola pikir. Alih-alih memaksa siswa, guru dituntut untuk menjadi contoh nyata dan pembimbing bukan menjadi penguasa kelas. Hal ini menunjukkan adanya pendidikan yang merdeka dan tidak ada sistem hafalan untuk para siswa.

Sistem pendidikan yang dijalankan Taman Siswa sangat efisien sebab bukan hanya menonjolkan kecerdasan intelektual, melainkan mengajarkan tata krama dan semangat kebangsaan serta cinta tanah air. Ki Hadjar Dewantara menciptakan Taman Siswa untuk mendedikasikan lembaga pendidikan tersebut sebagai kemerdekaan manusia lahir dan batinnya.

Taman Siswa Sebagai Pembentuk Kesadaran Politik

Bukan hanya sekadar mencerdaskan generasi penerus bangsa, Taman Siswa tumbuh menjadi alat pembentuk kesadaran akan politik yang kuat. Ki Hadjar Dewantara juga menjadi salah satu tokoh pergerakan nasional yang aktif dalam organisasi Budi Utomo. Selain itu, beliau juga pernah diasingkan oleh pemerintah kolonial sebab kritiknya yang menyinggung sistem pendidikan Belanda di dalam negeri. Gagasan pendidikan yang keluar dari pemikirannya bukan hanya sebagai bentuk perlawanan kultural juga politis.

Taman Siswa juga memberikan kesadaran nasional dan identitas bangsa Indonesia di luar sistem kolonial. Para siswa dibekali bagaimana cara mencintai tanah air, mengenal sejarah bangsa dan kesadaran akan penjajahan yang menyerang bangsa mereka. Sehingga para generasi bangsa yang nasionalis dan patriotis lahir dari Taman Siswa untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dapat dikatakan, jika Taman Siswa juga melahirkan benih revolusi nasionalis pembela bangsa.

Keterkaitan Taman Siswa di Era Modern

Taman Siswa saat ini telah memasuki umur lebih dari seratus tahun. Banyak tantangan yang dihadapinya dari masa ke masa. Pendidikan kita secara administratif memang sudah merdeka, namun secara substansi masih diselimuti beragam persoalan yang terjadi. Sistem pendidikan seperti kurikulum yang sering berubah menyebabkan ketimpangan kualitas pendidikan di setiap daerahnya. Selain itu, sistem pendidikan di Indonesia lebih menekankan angka dan peringkat daripada proses dan pengembangan karakter. Hal ini menjadi tanda tanya besar sebab pendidikan Indonesia apakah masih berada di garis lurus cita-cita Ki Hadjar Dewantara?

Dari hal-hal yang terjadi pada masa sekarang, nilai-nilai Taman Siswa yang diciptakan Ki Hadjar sangat penting dan diperlukan untuk menumbuhkan daya pikir siswa yang kritis. Siswa-siswa diharapkan dapat dengan bebas mengekspresikan pendapatnya, kepedulian terhadap sesama dan lebih mementingkan proses daripada hasil. Terlebih lagi era digital yang modern seperti saat ini, informasi dapat diakses dengan mudah melainkan kebijaksanaan semakin terkikis oleh waktu.

Tantangan Aktual

Taman Siswa memang warisan leluhur bangsa yang tidak bisa dipungkiri jika menghadapi beberapa tantangan pada masa kini. Salah satunya yaitu kurangnya pelatihan bagi guru untuk mengimplementasikan pendidikan yang utuh dan humanis. Sistem penjaringan masuk ke PTN dan dunia kerja masih mengutamakan aspek kuantitatif dibandingkan kualitas individu dan kepribadiannya. Selain itu, yang menjadi masalah yang cukup krusial yaitu kurangnya literasi digital yang dapat memicu percayanya hoaks, kematangan karakter dan kejahatan cyber.

Taman Siswa membekalkan solusi sebuah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran pentingnya pendidikan dan keterampilan. Hal ini memberikan dukungan yang selaras agar kemajuan teknologi dapat diimbangi dengan kematangan karakter setiap insan pendidikan.

Menghidupkan Semangat Taman Siswa

Taman Siswa memberikan bukti kepada kita jika pendidikan dan politik memang tak dapat dipisahkan. Pendidikan dan politik saling bertaut sebab pendidikan membentuk rakyat Indonesia yang memahami antara hak dan kewajiban, sedangkan politik yang sehat dapat memperjuangkan sistem pendidikan yang layak dan merdeka.

Taman Siswa juga menjadi arah untuk generasi bangsa untuk membangun individu yang berkarakter. Pendidikan dan politik harus dapat hidup berdampingan agar dapat menjadi alat pembebasan agar dapat berekspresi tanpa ada hambatan. Selain itu, pemerintah harus mendukung dan melindungi rakyat sesuai dengan nilai-nilai luhur yang sudah ada sejak jaman Taman Siswa lahir.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

feramita eka

Baca Juga